Langsung ke konten utama

Gelar Ode Untuk Fildan

Sudah mencoba mencari kecocokkan anda dengan nasab fildan? Seperti halnya tulisan saya sebelumnya tentang nasib dan nasab untuk menjadi sukses. Jika belum menemui jalan nasab ke fildan, tidak perlu resah hati, selalu ada jalan lain.

Hari ini, seorang fildan mampu menimbulkan multiple effect bagi sebagian besar wilayah kepulauan buton, bahkan begitu juga dengan orang buton perantauan. Magnet fildan begitu terasa saat ia akan menyanyi dalam kontes DA 4 Indosiar. Bahkan, harga ikan ikut-ikutan menjadi mahal oleh sebab nelayan menunda melaut karena tak mau ketinggalan nonton fildan.

Selain itu, fildan effect juga bisa memberikan kita pelajaran tentang nama-nama desa se-kepulauan buton dan daerah-daerah yang kini para diaspora orang buton tinggal. Bagaimana tidak, setiap kali konsernya berlangsung, studio indosiar berubah menjadi sarana "absen" nama-nama desa hingga tokoh politik lokal.

Setidaknya, fildan hari ini membuka gerbang informasi kepada banyak orang di penjuru indonesia, tentang baubau tentang buton. Bagi saya pribadi, seorang fildan tanpa sadar telah meneguhkan nama buton di benak warganya dan juga Indonesia.

Masih hangat di telinga, tentang gelaran Ode bagi tamu daerah. Terakhir kemarin adalah menteri agama, lalu timbul gelombang argumentasi perihal keshohihan keputusan tersebut. Apalagi ini berhubungan dengan lembaga adat dan pemerintah daerah, pertanyaan pantas dan tak pantas, layak dan tidak layakkah dan legalkah itu?.

Lalu apa hubungannya dengan fildan?. Saya sempat diskusi sama teman Imran Kudus Ba'abud tentang kontroversi pemberian gelar ode baginya. Penjelasannya, bahwa tak pernah ada contoh di jaman kesultanan tentang pemberian ode tersebut, kalaupun ada hanya sebatas pemberian penghargaan kepada mereka-mereka yang memenuhi kriteria, yakni oleh karena alimnya, hartanyanya dan jasanya yang digunakan untuk kesultanan buton.

Hari ini memang secara konstitusional, kesultanan buton telah melebur dalam negara kesatuan republik indonesia, dan masuk dalam sebagian wilayah kota baubau. Sudah tentu aturan yang dipakai, harus sesuai dengan letak administratifnya hari ini. Begitupun dengan pemberian gelar ode (mungkin saja).

Terlepas dari itu, bahwa adat istiadat buton masih tetap eksis dan terus bertumbuh menyesuaikan zaman, dan tentu hidup dan tetap lestari dalam tingkah laku masyarakatnya, sekalipun di beberapa sudut tengah keropos nilai.

Kembali ke fildan effect, dengan semua yang tanpa sadar tengah bertumbuh di masyarakat buton hingga yang diperantauan. Sedikit banyak, fildan tengah membangun jasa bagi masyrakat buton secara keseluruhan, apa jasanya? Membangun kebanggaan bersama.

Ketika kita menoton fildan semua merasa memilikinya. Mengirim sms yang berbayar berkali lipat dari sms biasa, tak menjadi masalah. Bahkan ketika fildan mendapat komentar tak mengenakkan, kita hanya ramai-ramai menyalahkan subjektifitas juri bahwa juri tak "peka", seolah-olah kita memiliki kepekaan, kepedulian, pengalaman dan pandangan yang sama sekalioun itu boleh jadi salah. Fildan, telah menjadi pemersatu kita.

Lalu, layakkah fildan mendapat gelar ode. Saya pribadi setuju, karena gelar ode menandakan ia memiliki pertalian nasab kepada publik orang buton. Begitupun saya, yang setelah menarik panjang garis nasab tak jua bersinggungan dengan garis nasab fildan rahayu ini.

Yaahhh...setidaknya dengan gelar ode untukknya, kita yang tak memiliki nasab bisa bernapas lega. Ternyata, dekat jie kita dengan fildan. Keciprat sukses, pun sudah pasti.

#catatannyeleneh

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.