Langsung ke konten utama

Relawan KNRP, Para Penyala Persaudaraan

Sendiri itu lemah, bersama itu saling menguatkan. Pilar-pilar bangunan tidak bisa tunggal untuk menyangga, namun diperlukan beberapa pilar untuk meneguhkan bangunan. Begitupun dalam gerakan, sendiri mungkin menjanjikan idealisme yang efektif, namun bersama-sama memungkinkan kita saling menjaga idealisme.

Ahad, 12 maret 2016 selepas mengikuti rapat kerja KNRP SULTRA, saya menemu pada jejak-jejak menjadi relawan. Bagi saya, menjadi relawan tak begitu mudah, kita mesti selesai dengan diri sendiri dulu. Tapi, logika itu runtuh ketika menengok faktanya dalam rapat kerja itu, terbukti relawan hari ini begitu banyak, ikhlas dan kuat. Kita selalu punya mereka-mereka yang sudah selesai dengan dirinya, hari ini mereka menjadi relawan.

Tentu, ini tidak mudah, bekerja untuk memenuhi keperluan orang lain, tapi disaat yang sama ia pun memiliki keperluan. Hebat ya..

Saya mendapat kata-kata yang menggerakkan, pesan ini disampaikan langsung oleh perwakilan pimpinan pusat KNRP. Pesan beliau, sebagai relawan kita harus memiliki STAMINA YANG KUAT, NAPAS YANG PANJANG DAN HATI YANG LAPANG. adakah kau temui itu pada dirimu?

Saya berkeyakinan, menjadi seorang relawan bukan mempersiapkan seperti pesan tadi, namun secara tidak langsung menjadi relawan sudah tentu memiliki spirit dari pesan itu.

Menjadi relawan, bukan soal kepedulian saja. Namun, relawan itu selayaknya penyala, mereka memberikan tenaganya untuk menjaga bara persaudaraan. Seperti misalnya di KNRP, para relawan tak pernah mengenal atau berkenalan dengan rakyat palestina, mungkin juga sebahagian dari relawan yang kakinya bahkan belum pernah menjejakkan kakinya di bumi palestina.

Namun, kenapa mereka begitu bersemangat melakukan penggalangan donasi kepada mereka yang belum dikenalnya?. Semangat itulah yang saya sebut sebagai penyala, sejatinya para relawan tengah menjadi penyala persaudaraan muslim. Seperti pesan dalam al Quran, tiap-tiap muslim itu bersaudara.

Bagaimana kemudian kita menilai semangat ini?, boleh jadi tak ada nilai untuk semangat mereka, para relawan. Karena, hari ini merekalah para suluh penyala-penyala persaudaraan, lintas batas, lintas negara, melintasi kemampuan diri sendiri. Bahkan jika di coba kuantitatifkan, nilai ini diatas nilai-nilai kemanusiaan.

Mereka itu, kalian para relawan.
Relawan KNRP...
Semoga Allah Swt, senantiasa melimpahkan kemuliaan di wajah-wajah kalian.

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.