Langsung ke konten utama

Terima Kasih Fildan(Untuk sebuah keadaan yang tak baik ini)


Pernah disuatu masa ada kata-kata,  PNS adalah pilihan terbaik untuk bekerja, juga seorang PNS menjadi pilihan terbaik untuk diangkat jadi mantu.

Dahulu, mungkin juga kini, pandangan tentang pekerjaan itu hanya PNS saja. Saya pikir itu yang terjadi di Baubau, entah dengan kota lainnya. Apa sebab?, mungkin saja karena bekal "hari tua" seorang yang berprofesi PNS itu cukup menjamin.

Namun, hari ini boleh jadi pendapat itu tengah mengalami perubahan. Hal in terjadi oleh sebab satu nama, yang hari ini sangat akrab dengan kita, sering disebut oleh anak-anak hingga manula, senantiasa memenuhi beranda medsos kita dan selalu menjadi topik paling "hot" untuk terus dibahas oleh masyarakat kota Baubau dan Sultra mungkin. Siapa dia? Ia adalah Fildan.

Sebagai salah satu kontestan DA4, kapabilitas fildan cukup mengesankan banyak orang, tak terkecuali. Nonton bareng fildan layaknya sebuah konser dijalan-jalan, halaman rumah, lapangan hingga ruang tamu keluarga.

Dengar-dengar, karena nonton fildan nelayan dan pedagang rela sejenak meninggalkan pekerjaanya hanya untuk menyaksikan fildan di tivi. Tak heran, jika harga ikan ikut berfluktuasi dengan waktu tayang konser fildan.

Diluar fenomena itu, ada sesuatu yang tengah berubah di mata sosial ekonomi masyarakat kita. Fildan bukan saja menjadi fenomena, namun juga anomali sosial. Diawal tulisan, saya sedikit menyinggung tentang "anggapan" profesi PNS sebagai pilihan dan alasan memilih sebagian orangtua untuk anaknya juga mantunya.

Hari ini, fildan effect memberi bukti bahwa menjadi apapun itu asal tekun dan profesional lalu membuahkan prestasi, tetap dapat memberi kepastian "janji" masa tua siapapun itu. Fildan, contohnya.

Sebagian orang tua hari ini, oleh karena apa yang dicapai fildan. Tak begitu sulit untuk menerima ataupun mensupport anaknya ketika berkeinginan menjadi seperti fildan.

Berprofesi sebagai penyanyi atau seniman, asal dilakukan dengan sungguh-sungguh dan memberi prestasi yang nyata. Siapa sih tak mau memiliki anak atau minimal keluarga yang bnyak di gemari orang. seorang fildan saja, bisa membuat begitu repotnya orang-orang untuk mencari jalan nasab yang sama dengannya.

Jika dulu, berpeofesi selain yang "mainstream" itu begitu menggoda, lalu profesi sebagai penyanyi itu tak begitu meyakinkan, fildan merubah itu semua dalam sekali konser saja.
Pilihan profesi sekarang lebih beragam, boleh berkreasi tak mesti menjadi PNS. Seperti saya, yang bercita-cita menjadi penyanyi.

Terima kasih Fildan

**tulisan ini hasil mengikuti materi free writing dan clustering dalam workshop ODE LITERASI BAUBAU

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.