Langsung ke konten utama

Pendidikan yang Menumbuhkan

Alhamdulillah, kemarin (22/4) wisuda program sarjana universitas muhammadiyah buton angkatan ke-10 tahun 2017 sukses digelar. Ada sekitar 800 wisudawan yang akhirnya berhak menyandang gelar sarjana. Dengan pendidikan, saat ini mereka (para wisudawan) dimuliakan dalam prosesi wisuda, toga dan sematan sarjana pada nama.

Namun diluar itu, pendidikan ikut menumbuhkan sesuatu disekitarnya. Amatan saya pada prosesi wisuda bukan saja pada jenjang pendidikan sarjana yang telah tunai, namun hal-hal yang melekat dan memberi daya pada yang lain. Apa itu?

Segala yang dipakai dan digunakan saat wisuda, memberikan indikasi bahwa institusi pendidikan turut serta memberdayakan masyarakat dengan atau tanpa sadar. Contoh sederhana adalah soal kecantikan atau riasan bagi wisudawan. Bisa dibayangkan, jika sekiranya wisudawati berias di salon, maka bisa berapa banyak pemasukan bagi salon.

Belum lagi, penjual sepatu, baju, penjahit, penjual jilbab juga hal-hal kecil lainnya yang ikut bertumbuh. Saya ikut penasaran jika sekiranya saat wisuda diadakan riset kecil tentang laju perekonomian daerah saat sehari sebelum dan saat wisuda.

Usaha pendidikan tidak saja memajukan sumberdaya manusia, namun turut serta menumbuhkan lingkungan sekitar. Hanya saja, masih sedikit kita menyadari kontribusi ini. Mungkin saja jika bisa dioptimalkan akan menjadi lebih baik.

Pendidikan bukan saja meninggikan derajat seseorang di lingkungannya, atau mengindahkan akhlaq seseorang akan tetapi pendidikan turut serta menumbuhkan banyak hal.

Ohh...iya...saya masih tetap membenci fildan, lagu kehilangan yang dibawanya malam lalu cukup banyak mengambil space disk saya saat di donlot. Dan paragraf ini tidak nyambunh, hanya saja tulisan ini butuh penutup yang menggigit dan fildan cukup untuk itu. Hehehe...

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...