Langsung ke konten utama

Akad Nikah: Das Sein dan Das Solen


 

Saya belum pernah merasakan seperti apa akad nikah itu. Setidaknya hingga saya menuliskan ini, apa sebab? Yaa..karena belum waktunya saja. Tapi apakah saya tidak boleh atau bisa memberi komentar tentang akad nikah ini?. Walaupun bukan based on true story, setidaknya ini jadi bagian dari ikhtiar saya untuk menangkap momen melalui tulisan.

Bolehkan saya, menulis ini berdasarkan pengalaman mengamati rentetan akad nikah, yang sempat saya hadiri. Oke!

Dengan menulis ini, mencoba memahami sebelum mengalami…

Akad nikah bukan soal perayaan, ada nilai sakralitas juga momen kebahagiaan. Cinta dipersatukan di dalamnya, atas nama dua sejoli yang bersepakat, “iya, kita habiskan sisa hidup berdua, plus dengan beberapa anak kita nantinya”, begitu kira-kira.

Namun apa yang menarik lainnya?, akad nikah serupa peristiwa pertemuan banyak orang bukan milik mereka yang melaksanakanya saja. ada keluarga lalu kerabat yang ikut, menyaksikan hingga membantu. Bahkan ini bisa menjadi “reuni” keluarga, itulah mengapa akad nikah menjadi begitu menggembirakan bagi semua.

Konon, pada saat prosesi ini ada ribuan malaikat ikut serta, mendoakan sekaligus memberkahi prosesi pertautan dua anak manusia ini. Nah kata ustad, ini salah satu momen terbaik memajatkan doa, untuk segera menjadi “peserta” akad nikah selanjutnya. Saya pun mempraktekkannya, harapan saya semoga saja ada malaikat yang sempat mencatatnya lalu melaporkan pada-Nya.

Bisa jadi, usai menghadiri akad nikah, giliran saya dihadiri akad nikahnya.

Asikk!!

Ada juga, momen akad nikah begitu berkesan. Bukan soal ini momen penting dalam episode hidup manusia, namun seringkali saya mendapati akad nikah dibuat begitu berkesan. Apa itu?, mahar dengan hafalan surah Ar Rahman misalnya, bukankah itu begitu berkesan?. Apatah lagi itu tentu berpahala.

Tapi, tak perlu risau dengan cara ini. Toh, pasal “dimudahkan” itu menjadi sunah yang paling utama untuk dipenuhi terlebih dahulu. Bukannya “berwah-wah-an” di dalamnya. Dengan begitu, otomatis saya akan melakukannya besok?.

Tunggu dulu yaa..selain pasal “dimudahkan” ada juga pasal wajib lainnya, yakni “pasangan”. Nah untuk yang ini…(jeda)…pasangan…mana pasangan!?

*ditulis sambal serius, habisnya mikir keras terus bawa-bawa perasaan juga sih.


Malam Baubau, 21 May 2017

Komentar

bettybetwan.blogspot.com mengatakan…
Sepanjang tulisan, saya nyengar nyengir sendiri, entah kenapa. Tapi sepertinya jawabannya hanya satu hal. Karena saya membaca tulisan yang seolah2 langsung dilisankan sendiri dari penulisnya.

Keren, menulis seolah2 bercerita dengan pembaca, adalah tahap keberhasilan yg cukup memuaskan utk seorang penulis. Mengalir menyusuri saraf otak hingga tak dirasa senyum menyembul keluar tanpa diminta.

"Assiikkk...
Malam Baubau ��

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.