Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Solo: Hik, Nasi Liwet, Mie Ayam dan Bang Jo

Manusia itu makhluk pelupa, tapi tak ada yang hilang begitu saja. Memori berubah menjadi kenangan, terpendam tertata rapi dalam arsip ingatan. Kenangan dapat "dipanggil" kembali, melalui letupan-letupan simbol, kode, atau momen yang dialami. Dee dalam filosofi kopi mengatakan, keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis keberhasilan dan indahnya kegagalan. Keheningan membantu kita menghadirkan kenangan-kenangan. Saya tengah mengalami momen ini, kuliah dan tinggal beberapa waktu di solo, menumbuhkan bangunan-bangunan kenangan, belukar memori juga sejumput kerinduan. Dan, ia membisiki dan meminta di tuntaskan!. *** Beberapa hari ini, teman mengirimi saya beberapa foto, identik dengan solo. Praktis, ingatan-ingatan tentang solo tergerek ke permukaan. Mengapung dan Saya kangen solo!. Dari tulisan kiriman salam hingga foto nasi liwet, berhasil membuka peti kenangan tentang solo dalam arsip ingatan saya. Bukannya apa-apa,

Akad Nikah: Das Sein dan Das Solen

  Saya belum pernah merasakan seperti apa akad nikah itu. Setidaknya hingga saya menuliskan ini, apa sebab? Yaa..karena belum waktunya saja. Tapi apakah saya tidak boleh atau bisa memberi komentar tentang akad nikah ini?. Walaupun bukan based on true story, setidaknya ini jadi bagian dari ikhtiar saya untuk menangkap momen melalui tulisan. Bolehkan saya, menulis ini berdasarkan pengalaman mengamati rentetan akad nikah, yang sempat saya hadiri. Oke! Dengan menulis ini, mencoba memahami sebelum mengalami… Akad nikah bukan soal perayaan, ada nilai sakralitas juga momen kebahagiaan. Cinta dipersatukan di dalamnya, atas nama dua sejoli yang bersepakat, “iya, kita habiskan sisa hidup berdua, plus dengan beberapa anak kita nantinya”, begitu kira-kira. Namun apa yang menarik lainnya?, akad nikah serupa peristiwa pertemuan banyak orang bukan milik mereka yang melaksanakanya saja. ada keluarga lalu kerabat yang ikut, menyaksikan hingga membantu. Bahkan ini bisa menjadi “reu

Eforia Fildan dalam Catatan Spiritual Kita

Sebagaimana idola, pulang kampung seorang fildan membuat satu kota sibuk. Jalan-jalan sejak pagi dipenuhi masyarakat, rute perjalanan sang idola bocor di medsos bahkan beberapa hari sebelum ia pulang. Berbagai macam bentuk cara masyarakat merayakannya, buat bendera, spanduk, menyiapkan kamera, bekal menunggu, macam-macam cemilan, membuat tenda depan rumah sampai-sampai lupa menyiapkan makan siang keluarga. Fildan dan kehadirannya, menyimpan begitu banyak rentetan bungkus rindu yang perlu segera ditunaikan, yang lain bolehlah ditinggal sejenak. Begitu juga di kampus, untungnya saat itu tak ada kelas saya. Hanya saja, lengkingan suar mobil patroli polisi seringkali membuat hampir seisi kampus gagal fokus, dikiranya iring-iringan fildan lewat. Jalan depan kampus memang menjadi rute pulkam fildan, praktis sejam sebelum fildan menginjakkan kaki di bumi khalifatul khamis ini sudah begitu sibuk, ramai, sesak dan kelas ditinggal. Sayapun ada dan menjadi bagian dari hiruk pikuk menyambut fil

Vonis Ahok dan Muhasabah Muslim

Menanggapi vonis terhadap Ahok, sejatinya menjadi muhasabah bagi kita muslim, bukan menjadi bahan untuk mencela. 

Kita itu makhluk penggosip!

(Tugas workshop ODE LITERASI BAUBAU) Saya memilih quotes milik bang Baladil Amin, tentang jangan menggosipkab orang lain jika kita tak ingin digosipkan. Kenapa?, menurut saya, setiap manusia dilengkapi dengan perangkat "software" untuk menggosip. Sederhananya, kita ini makhluk penggosip.

Terima Kasih Fildan(Untuk sebuah keadaan yang tak baik ini)

Pernah disuatu masa ada kata-kata,  PNS adalah pilihan terbaik untuk bekerja, juga seorang PNS menjadi pilihan terbaik untuk diangkat jadi mantu.

Pendidikan yang Menumbuhkan

Alhamdulillah, kemarin (22/4) wisuda program sarjana universitas muhammadiyah buton angkatan ke-10 tahun 2017 sukses digelar. Ada sekitar 800 wisudawan yang akhirnya berhak menyandang gelar sarjana. Dengan pendidikan, saat ini mereka (para wisudawan) dimuliakan dalam prosesi wisuda, toga dan sematan sarjana pada nama. Namun diluar itu, pendidikan ikut menumbuhkan sesuatu disekitarnya. Amatan saya pada prosesi wisuda bukan saja pada jenjang pendidikan sarjana yang telah tunai, namun hal-hal yang melekat dan memberi daya pada yang lain. Apa itu? Segala yang dipakai dan digunakan saat wisuda, memberikan indikasi bahwa institusi pendidikan turut serta memberdayakan masyarakat dengan atau tanpa sadar. Contoh sederhana adalah soal kecantikan atau riasan bagi wisudawan. Bisa dibayangkan, jika sekiranya wisudawati berias di salon, maka bisa berapa banyak pemasukan bagi salon. Belum lagi, penjual sepatu, baju, penjahit, penjual jilbab juga hal-hal kecil lainnya yang ikut bertumbuh. Saya ikut

Kenapa Saya Membenci Fildan?

Siapa yang tak kenal fildan di Baubau? Mungkin tak ada. Sebagian besar orang di kota ini menyukai fildan, tapi saya lebih memilih untuk benci kepadanya, pada fildan. Kenapa? Ini alasannya. Sudah sangat ramah ditelinga kita tentang fildan, nama ini seakan terus enak didengar dan di sebutkan oleh siapa saja yang ada di Kota Baubau, mungkin juga oleh orang-orang seantero nursantara. Fildan effect, membuat koja-koja (cerita) ibu-ibu jadi begitu hangat, lalu membuat nongkrongnya anak muda jadi sedikit abai sama gadgetnya, hingga jadi salah satu cara efektif mendapatkan perhatian anak-anak dengan menyebutkan fildan. Bukan saja itu, fildan mulai mengisi ruang-ruang diskusi masyarakat. Jika dulu, kita begitu riuh dengan diskusi panas politik, menyeramkannya konflik antar kelurahan lalu mulai pudarnya kita pada semangat kebersamaan dalam kota. Kini, fildan menyatukan persepsi kita tentang kosakata "baubau", bahkan kata ini menjadi milik semua, ini karena fildan. Jika ketemu fildan,

Gelar Ode Untuk Fildan

Sudah mencoba mencari kecocokkan anda dengan nasab fildan? Seperti halnya tulisan saya sebelumnya tentang nasib dan nasab untuk menjadi sukses. Jika belum menemui jalan nasab ke fildan, tidak perlu resah hati, selalu ada jalan lain. Hari ini, seorang fildan mampu menimbulkan multiple effect bagi sebagian besar wilayah kepulauan buton, bahkan begitu juga dengan orang buton perantauan. Magnet fildan begitu terasa saat ia akan menyanyi dalam kontes DA 4 Indosiar. Bahkan, harga ikan ikut-ikutan menjadi mahal oleh sebab nelayan menunda melaut karena tak mau ketinggalan nonton fildan. Selain itu, fildan effect juga bisa memberikan kita pelajaran tentang nama-nama desa se-kepulauan buton dan daerah-daerah yang kini para diaspora orang buton tinggal. Bagaimana tidak, setiap kali konsernya berlangsung, studio indosiar berubah menjadi sarana "absen" nama-nama desa hingga tokoh politik lokal. Setidaknya, fildan hari ini membuka gerbang informasi kepada banyak orang di penjuru indones

Relawan KNRP, Para Penyala Persaudaraan

Sendiri itu lemah, bersama itu saling menguatkan. Pilar-pilar bangunan tidak bisa tunggal untuk menyangga, namun diperlukan beberapa pilar untuk meneguhkan bangunan. Begitupun dalam gerakan, sendiri mungkin menjanjikan idealisme yang efektif, namun bersama-sama memungkinkan kita saling menjaga idealisme. Ahad, 12 maret 2016 selepas mengikuti rapat kerja KNRP SULTRA, saya menemu pada jejak-jejak menjadi relawan. Bagi saya, menjadi relawan tak begitu mudah, kita mesti selesai dengan diri sendiri dulu. Tapi, logika itu runtuh ketika menengok faktanya dalam rapat kerja itu, terbukti relawan hari ini begitu banyak, ikhlas dan kuat. Kita selalu punya mereka-mereka yang sudah selesai dengan dirinya, hari ini mereka menjadi relawan. Tentu, ini tidak mudah, bekerja untuk memenuhi keperluan orang lain, tapi disaat yang sama ia pun memiliki keperluan. Hebat ya.. Saya mendapat kata-kata yang menggerakkan, pesan ini disampaikan langsung oleh perwakilan pimpinan pusat KNRP. Pesan beliau, sebagai

Kuliah Kerja Amaliyah

Kau tahu kenapa film AADC 2 begitu fenomenal?. Tentu bukan saja karena ada bang nicolas dan mbak dian sastro disitu, tapi si cinta rela menunggu hingga ratusan purnama untuk balasan cinta dari rangga. Pointnya, tak ada sesuatu yang baik diperoleh dengan begitu mudah. Begitupun berkuliah, tak ada yang begitu mudah didapatkan. Proses tetap ada, dinamika pun demikian. Namun, jalan yang ditempuh itu tetap memberikan nilai positif. Bukankah, jalan para pencari ilmu adalah juga jalan para syahid-syahidah? Ini soal kita dalam ber-KKA atau Kuliah Kerja Amaliyah tahun ini. Bukan saja bagian dari proses berkuliah saja, namun ada perjuangan nilai disana. Tepat setahun yang lalu, saya pernah menuliskan tentang ini juga. Bahwa KKA bukan saja penggugur kewajiban, namun pembelajaran bermasyarakat. Itu juga yang dipesankan oleh universitas, bahwa KKA adalah proses meng-salingkaitkan hubungan ilmu pengetahuan dan soal-soal kehidupan di masyarakat. Tambahan pula bahwa, program tidak saja jadi indikat

Cinta dan Budaya

Candra Malik dalam Republik Ken Arok menulis cinta itu seperti api, mampu membakar dan merusak. Padahal, cinta selayaknya menuntaskan kegelapan dan menghangatkan. Bagi saya, cinta itu mendamaikan. Yaa...,mendamaikan apa saja. Kemarin saya menonton satu lagi film anak makassar, SILARIANG dalam pengertiannya kawin lari. Menariknya, film ini mencoba memperkenalkan budaya bugis makassar kepada orang banyak, tapi dengan caranya yang elegan. Begitu pemahaman saya dengan film produksi art2tonic ini. Saya tidak begitu bisa menjelaskan banyak hal tentang budaya bugis makassar, apalagi tentang silariang. Hanya saja, dari film ini saya memahami bahwa cinta dan budaya bukanlah sesuatu yang kadang-kadang kita temui itu saling bertentangan. Seperti halnya, silariang ini. Karena orang tua tak merestui dua sejoli yang saling mencinta, maka silariang menjadi pilihan. Masih ingat dengan film sebelumnya? Uang panai. Seringkali memang, cinta dibenturkan dengan syarat budaya, dan tidak jarang beberapa t

Balada Buku Best Se(e)ller

New York Times menulis, buku yang bagus itu adalah buku yang bisa menghantui pembaca jauh sesudah buku itu ditutup. Apa pasal? Buku itu memiliki nilai, yang terus jadi kenangan. Bagaimana dengan buku best se(e)ller yang dimaksud tulisan ini? Ialah, buku yang bahkan sudah menghantui "pembacanya" jauh sebelum buku itu dibaca, singkatnya dipegang saja belum. Sampai-sampai, dibuatkan meme bahwa buku ini adalah buku yang dirindukan. Dahsyat, sudah menghantui malah dirindukan pula. Mana ada coba, hantu yang bikin rindu? Oke, buku ini terbilang mudah didapat kok. Kata orang, tinggal penuhi syaratnya dan dibantu dengan sejumlah pergerakan berarti. Mendapatkan buku ini memang perlu bayar tapi tak mahal kok, begitupun men"sah"kannya itu *gratis* jika dilakukan di KUA. Begitu informasi terakhir yang saya dapati. Saya termotivasi ingin memiliki buku ini, saya pun mensearch syarat mendapatkannya, dan kira-kira apa nama agen penjualnya dan jika dikuar kota, jasa pengiriman ap

=Tanpa Judul=

Double R Cafe, malam minggu ini beda!, diisi dengan belajar menulis. Ketemu teman-teman dengan motif yang sama, itu menyenangkan. Apalagi ini tentang menulis, tentu perasaan semacam “terisi” itu kembali saya alami. Tiap-tiap kita, tentu punya motivasi tertentu tentang menulis. Tapi saya berkeyakinan, kita memiliki “sesuatu” yang saat ini tengah terkerangkeng dalam ide dan malam ini ingin kita bebaskan bersama, melalui aktivitas menulis. Percayalah, menulis itu juga adalah terapi. Cukup bising memang, namun itu tantangan buat kita. Anggap saja, ini bagian dari alunan menyejukkan, mengalirkan ide dan gagasan kita dalam menulis. Nah, apa menulis itu beban? Tentu tidak bukan?, karena dengan kondisi seperti ini pun, kita tetap dapat “lelap” menulis. Selalu semangat menulis, ketika bertemu teman yang juga senang menulis, itu kalian malam ini. Sebagai tambahan untuk proses malam ini, menulis itu bukan passion tapi sesuatu yang dapat dipelajari. Berbeda dengan passion, yang boleh jadi tiap