Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang.
Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan.
Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange.
Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut loka yi hole.
Tapi, ini bukan soal makanan dalam katange itu. Ini soal, pemaknaan katange dari sebuah diskusi kecil bersama teman, sesaat setelah melihat isi talang haroa. Katanya, ini kebiasaan yang menjadi tradisi. Saya, justru memandang pada makna yang lain. Apa itu?
Katange itu ekspesi cinta orang buton. Jelas, dalam beberapa moment katange menjadi hal yang wajib. Apa sebab?, cobalah sesekali tengok di talang makanan yang disuguhkan saat hajatan/haroa. Selalu ada katong kresek plastik diselip di bawah piring. Tujuannya jelas, buat "membungkus" isi talang yang belum sempat di makan di tempat.
Katange, adalah penciri bahwa orang buton senang untuk memberi berbagi sesamanya. Begitu juga, bahwa orang buton senang memberikan rasa bahagia kepada tuan rumah dengan membawa katange ketika pulang.
Bagi orang buton, talang yang disajikan kepada tamu bersih dari makanan, berarti keberkahan bagi rumah dan yang mengadakan haroa. Dan membawa pulang katange adalah rejeki yang menyenangkan.
Menarik bukan?
#jangan_lupa_bahagia
Komentar