Jika seseorang sakit, lalu masuk klinik sudah tentu untuk diobati. Begitu juga klinik yang satu ini, klinik penulisan karya ilmiah nasional, ditujukan untuk mengobati. Lalu apa yang diobati?, siapa lagi?, kalau bukan dosen. Yupp...dosen yang kadang malas menulis serta mempublikasikan risetnya.
Ini catatan sengaja saya lakukan, untuk mengemas pengalaman agar tak lupa, pun jika bisa memberi tambahan info bagi yang membaca sudah syukur. Hari pertama, mengikuti klinik penulisan ini, membantu saya untuk melek tentang penelitian dan kaidah publikasi, dengan sasaran jurnal bereputasi dan terindeks.
Mari saya sampaikan beberapa hal, dari sekian hal yang saya mampu tangkap hari ini. Mari menjelajahi rimba riset dan publikasi yang lebih berdampak.
Materi pertama oleh Prof. Mien A Rifai dari IPB. Sosoknya memang sudah cukup sepuh, namun semangatnya luar biasa mudanya. Pesannya, cukup mengesankan bagi saya. Beliau berkata, dalam pengembangan publikasi karya ilmiah bagi perguruan tinggi kita, perlu orang "gila". Minimal, kata beliau ada tiga orang biar nampak sedikit lebih kuat.
Lakukan penelitian dengan tingkat kebaruan dan dampak yang nyata. Riset yang baik, itu riset yang menjawab permasalahan sekitar, keakuratan data perlu. Lalu publikasikan, tak perlu menunggu bantuan materi, pengalaman lebih dari itu. Beliau juga banyak berpesan tentang riset, kaidahnya dan asyiknya melakukan riset. Intinya, perlu ada orang "gila", mau jadi salah satunya?.
Materi kedua, sedikit lebih kalem oleh Prof. Ali Saukah. Guru besar dari Universitas Negeri Malang ini, menjelaskan tenang etika dalam penulisan karya ilmiah. Kata beliau, plagiat itu bukan tidak bagus tapi *tidak boleh*. Bahkan, dalam bentuk self plagiarism pun tak boleh. Apa itu, sekalipun itu tulisan kita sendiri, kita perlu diikat oleh etika ilmiah.
Beliau juga menuntun kita untuk memahami "kebaruan" sebuah riset, yang dapat diterima oleh jurnal bereputasi. Menyimak pesan-pesan beliau dalam sesi "curhat naskah" kami, membuat otak ternutrisi tentang metode riset yang baik juga lintas keilmuan. Ini saya sukai.
Ketiga, materi oleh Pak Jaka Sriyana, Ph.D. Dari beliau, saya tahu ternyata masing-masing jurnal memiliki otonomi sendiri dalam menentukan gaya selingkuh...eehhh selingkung maksud saya. Gaya selingkung ini perihal aturan penulisan, kata beliau konten artikel kita boleh bagus, namun tanpa mengikuti kaidah selingkung jurnal publikasi yang kita tuju, naskah tertolak bisa jadi.
Pesan beliau, jika kita ingin mempublikasikan ke jurnal tertentu baca dahulu gaya selingkungnya, kenapa?. Tentu saja, itu cara kita untuk meloloskan naskah kita terpublikasi.
Hari ini, cukup menyenangkan dan mengenyangkan pengalaman. Besok, saya akan menuliskan kembali apa yang saya tangkap dalam pelatihan di kota wisata ini. Semoga bisa bermanfaat buat teman-teman di Univ. Muhammadiyah Buton.
Sampai ketemu kembali
Jangan Lupa Bahagia yaa..
Komentar