Langsung ke konten utama

Percakapan Kakek-Cucu

Senja di Keraton Buton

Suatu sore, kakek dan cucu berjalan di keraton buton.
Si cucu sibuk melihat pengunjung dengan memakai pakaian, aksesoris dan semacamnya. Bukan karena dia tertarik dengan itu, hanya saja pandangan ini akan selalu terpengaruhi dengan kondisi ini, sebab apa yang dipakai akan selalu mengundang mata untuk melihatnya. Semoga saja pandangan pikiran ini bukan seperti apa yang sedang dipikirkan orang tersebut sebagai alasan memakai hal itu.
Cucu kemudian bertanya kepada kakek,,,

Emmm.... kek, kenapa kta tdk memakai seperti yg mereka pakai? Kan enak, keren, bisa dilihat semua orang...atau istilahnya trendsetter....
Heheh....(kakek cuman tersenyum)
Lho?? Kenapa hanya senyum kek?? Bukankah kakek mampu membeli semua itu?
Ini bukan persoalan bisa membelinya atau tidak cu..(sambil berjalan mencari tempat duduk)
Maksudnya kek?
Iya cucuku...pahamilah ini cucuku, sambil menunjuk taman yang dipenuhi oleh rumput dan bunga yang mempercantik lokasi itu.
Saya belum mengerti kek...(bingung)
Lihatlah rumput kecil ini, coba pikir kalau misalnya kita menambahkan aksesoris macam-macam di daunnya kemudian menambahkan warna lain disitu. Apakah pandangan kita dengan taman yang hijau ini akan tetap indah? Lalu apakah rumput yang kita berikan aksesoris itu akan tetap tumbuh dengan baik? (menatap)
Hmmm....bisa jadi tidak indah lagi kek, atau bahkan rumputnya akan mati.
(hehe...) seperti itulah maksud kakek cucuku, rumput itu akan sangat berbeda jika kita menambahkan ini dan itu terhadapnya, bahkan bisa menjadi sangat menggangu. Namun rumput ini hanya hadir dengan apa adanya dirinya. Rumput tumbuh karena ingin memberikan sesuatu yang dimilikinya untuk lingkungan, inilah yang disebut keselarasan dan keserasian.
Jelasnya bagaiman, kek??
Begini....itu hanya sebuah tampilan, sebaik-baiknya manusia itu adalah yang dapat memberikan manfaat kepada manusia dan lingkungan sekitarnya, bukan begitu??
Iya kek, lalu ??
Pahamilah ini cucuku, bukan karena apa yang kita pakai akan memberikan kemuliaan kita terhadap Allah Swt dan manusia, namun apa yang dapat kita berikan untuk manusia dan lingkungan sekitar kita. Kalau memang kita meyakini dengan penampilan itu dapat memberikan sesuatu yang positif kepada orang lain, kenapa tidak kita berpenampilan seperti itu, tapi kalau berpenampilan sederhana lalu banyak yang bisa kita lakukan terhadap orang lain, bukankah itu lebih baik?? (tersenyum)..
Hmmm....mengerti kek..
Oke, sekarang kita lanjutkan perjalanan. Masih banyak kearifan yang lain disekitar sini untuk kita pahami, lalu bisa kita sampaikan ke orang lain.
Iya kek... (menggandeng kakek).


Baubau, 26 Agustus 2013.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

POLITIK ITU IBARAT ANGKA NOL

Barangkali banyak orang yang menganggap kalau politik itu kotor, namun tidak sedikit pula yang beranggapan sebaliknya. Tidak salah memang orang-orang beranggapan seperti itu, tergantung dari preferensi dan pengetahuan masing-masing. Termasuk disini, saya menganggap politik itu sebagai angka nol.

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **