Langsung ke konten utama

Sekilas Titik Balik...



Tumpukan file ini masih jarang terbaca, setelah didonlot dari berbagai situs di Internet. Seperti biasa pikiran ini akan lebih terbuka ketika membaca beberapa hal yang berkaitan dengan apa yang akan dituliskan. Sama seperti saat ini, ketika sibuk membuka-buka file dan beberapa buku untuk mencari kesamaan antara satu teori dan teori lainnya. saya kemudian teringat dengan Bapak dan Ibu Guru saya waktu sekolah dahulu, terutama pada masa SMA.

Apa yang membuat saya tiba-tiba teringat mereka? Buku dan literatur yang mesti dibawa atau dimiliki pada saat pelajaran Bapak dan Ibu Guru Mata Pelajaran tersebut. ketika dahulu, siswa semacam diwajibkan untuk memiliki buku paket yang biasanya dijual oleh guru, dalam buku paket inilah kemudian semua pekerjaan rumah maupun tinjauan dalam pelajaran akan dibahas. Walaupun terkadang beberapa dari kami tidak mampu untuk membeli buku paket dari semua pelajaran yang mewajibkannya, namun guru selalu bermurah hati dengan metode pembayaran yaitu di cicil.

Proses inilah kemudian yang kembali mengingatkan saya kepada para guru saya itu, ketika sibuk mencari teori dan buku yang relevan dalam upaya penyususnan tesis saya. Banyak buku yang dipinjam bahkan dibeli jika kemudian mampu dan memang berkaitan dengan teori yang saya akan gunakan. Ternyata melalui buku-buku inilah yang kemudian akan menuntun kita pada sebuah pencapaian pengetahuan yang baru atas sebuah intepretasi pada sebuah fenomena.

Kaitannya dengan persoalan yang saya bilang sebelumnya adalah apa yang diajarkan oleh guru untuk memiliki buku paket untuk setiap mata pelajaran adalah sebagai tuntunan kita dalam belajar, walaupun kesannya hal itu diwajibkan dan seperti membebani para siswa untuk dapat memilikinya. Namun, apa yang dirasakan sekarang seperti hal itu terjawab dengan sendirinya, bahwa karena kewajiban tersebut akhirnya kita (saya) seperti memiliki kebiasaan bahwa memiliki buku akan lebih menyenangkan ketika belajar, apapun itu buku selalu menyenangkan untuk memulai mempelajari sesuatu yang kemudian akan dilihat pada ranah praksisnya dilapangan.

Inilah mungkin yang ingin diajarkan oleh Bapak dan Ibu Guru saat itu, bahwa seperti apapun kecermatan kita dalam menangkap sebuah pengetahuan namun memiliki buku akan dapat menuntun kita untuk bisa lebih memahami sesuatu. Hanya saja memang saat itu kita (saya) belum menyadari pesan-pesan tersebut, yang terkadang menjadi beban karena diharuskan memiliki buku. Bahkan ketika itu, tidak memiliki buka atau lupa membawanya kekelas pada saat mata pelajarannya kita bisa dikeluarkan dari kelas karena dianggap tidak peduli dengan pelajaran tersebut.

Saya masih ingat ketika itu, pelajaran Geografi yang diwajibkan membawa Atlas dari rumah dan satu siswa wajib memiliki satu Altas. Tentunya bagi siswa yang tidak memiliki Atlas dirumahnya terancam untuk mendapat hukuman atau malah dikeluarkan untuk tidak mengikuti kelas, toh masing-masing dari siswa belum tentu mampu untuk membeli Atlas saat itu. akhirnya, saling meminjam adalah solusi yang paling baik saat itu. saling meminjam ini terus dilakukan, kami meminjam Atlas tersebut dari kelas yang telah selesai kelas mata pelajaran geografi. Disinilah kemudian menyenangkannya saat itu, saling meminjam bahkan kadang-kadang catatan satu orang bisa diakui beramai-ramai.

Secara tidak langsung, Guru mengajarkan sesuatu yang sifatnya visioner bahwa dengan memiliki buku kita akan lebih memiliki tuntunan dalam menjalani samudera pengetahuan. Walaupun memang bisa jadi saat itu kami belum mampu menangkap pesan itu, namun bukankah pengetahuan itu selalu menunjukkan hasilnya dimasa yang akan datang? Prosesnya memang terkadang berat, namun diujungnya selalu akan ada “manis” yang dirasakan. Pagi ini kembali saya berterimakasih kepada Guru-Guru saya secara keseluruhan, ada hal-hal yang dahulu kita anggap “pengekangan” namun saat ini dirasakan ketika sesuatu itu dijalani.

Dimanapun dan dalam keadaan apapun kalian sekarang para Guru-Guru kami (saya), semoga kalian selalu dilimpahkan rahmat dan hidayahNya, selalu disehatkan dan diberi kekuatan untuk dapat menyampaikan pesan-pesan kebaikan kepada generasi dibawah kami. Dan kami dapat menangkap setiap pesan kebaikan yang engkau titipkan pada sesuatu yang kami anggap berat dilakukan, namun kalian selalu mengajarkan apa yang baik kan? itu yang selalu kami (saya) percayai. Terima Kasih Bapak dan Ibu Guru kami (saya)...

Surakarta, 27 September 2013


Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.