Langsung ke konten utama

Cerita tentang sebuah pertemuan

Setelah beberapa waktu terpisah, akhirnya genk mahasiswa pacasarjana MAP UNS bertemu kembali. Pertemuan yang diniatkan untuk ngopi di angkringan depan kampus, sudah lama setelah kuliah terakhir semester lalu kondisi ini jarang dilakukan. Beberapa alasan adalah teamnya masih pulang kampung karena lebaran idul fitri dan beragam aktivitas lainnya.

Kamis malam itulah kemudian kami bertemu, walaupun tidak dengan kondisi team yang utuh dimana biasanya ramai ini tinggal 3 orang, yakni saya, tiyas dan pak aga. Teman-teman lainnya belum pada datang kembali ke solo, misalnya si Lohmi dari Thailand, Lewi dari Tarakan, Mbak Aulia dari Pacitan dan Mbak Catur dari Tawangmangu. Biarpun begitu malam itu dikondisikan saja agar muatannya tetap jadi yakni ngopi (padahal tidak ada yang minum kopi saat ini heheh).

Pertemuan ini mungkin menjadi semacam momok baru dalam topik pembicaraan, yang biasanya hanya membahas tugas kuliah namun saat ini adalah tesis. Sampai salah seorang kawan dihubungi (si Hendra) mengaku malas kekampus. Mungkin ini efek dari sebuah masa pembuatan tesis, siapapun pasti terkena sindrom ini. akhirnya, pembicaraan malam itu diarahkan bukan membahas tesis dan perkembangan terkait itu semua. Walaupun kadang-kadang masih saja membahas itu, terutama pak Aga. Sehingga tugas saya hanya mengalihkan pembicaraan itu, maklum bisa jadi kaku topik pembicaraan kalau bahas itu (hehehe).

Namun, setelah dipikir apapun itu ketika tesis yang kemudian kita pandang sebagai sebuah masalah, yang dengan tidak langsung kita membangun sikap skeptis dengan itu maka masalah tidak akan selesai kan?. sudah semestinya hal ini bukan saja dipikirkan, namun bagaimana untuk dibagi sehingga ada yang bisa saling diisi dan diberi masukan.

Saya kemudian berpikir, ketika kuliah mungkin kita menjadi seperti ember atau gelas yang hanya menerima tuangan air dari dosen, walaupun sesekali kita bisa terbuka dalam menyampaikan ide maupun gagasan. Tapi menurut pengamatan saya, tetap saja kondisinya adalah mahasiswa sebagai yang “belum tahu” dan dosen sebagai posisi “yang tahu”. Yang pada akhirnya menimbulkan semacam sindrom ini, ketika tidak ada “yang tahu” memberikan masukan maka akan mandeg dan pasiflah kita.

Apapun itu kemudian, bukankah masalah semakin dilarikan maka hanya akan bertumpuk dan bisa jadi mengundang masalah lainnya. mestinya tesis dilihat sebagai hadiah sebagai sebuah pencapaian kita dalam menyelesaikan teori di program pascasarjana ini. jika perlu anggap saja tesis ini sebagai sebuah hadiah yang dinanti-nantikan, dan berbahagialah kita menerima hadiah bukan? Heheh...

Pemikiran ini menggelayut dikepala ketika pulang dari ngopi malam itu, sehingga kepikiran membuat sekolah tesis sabtu bagi teman-teman ngopi tadi, biar setiap sabtu dapat berkumpul dan saling memberi. Sudah saatnya kita menjadi cerek bagi orang lain, sekalipun itu hanya sedikit dari yang kita tahu, tapi bukankah membagi bukan menjadikan kita berkurang namun bertambah kan? ini logika dalam ilmu pengetahuan.

Akhirnya, kesimpulan dari pertemuan ini saya tuliskan seperti ini “setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya, bahkan sebuah labirin yang rumit sekalipun pasti memiliki satu jalan keluar, jadi tetaplah berusaha setiap hal itu punya jawaban”. Dan tambahan pula, hasil dari khutbah jumat hari ini mengatakan, “sebuah pengorbanan akan mendapatkan balasannya sekecil apapun pengorbanan itu, bisa cepat atau lambat”.

Tesis....emmm... senangnya!!!


Surakarta, Jumat 13/09/2013.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...