Beberapa waktu lalu saya menuliskan
sebuah status dijejaring sosial facebook, niatnya cuman mau mengajak diskusi
kecil di dunia maya bersama teman, untuk itu dalam status tersebut saya
menandai beberapa teman ngumpul untuk berkomentar tentang status yang saya buat
tersebut. ternyata tanggapan dan komentar dalam artian simpatik dan tertarik
dengan status ini cukup panjang dan beragam. status ini berasal dari sebuah
buku yang kebetulan saya melihatnya di toko buku dalam barisan buku baru,
memang tema dalam buku tersebut berkaitan dengan topik hangat diskusi kami
kalau lagi ngumpul, mungkin ini titik akumulasi dari sebuah pencapaian umur.
Status yang berasal dari judul buku
“Jika Kau Cinta, Maka Datanglah Pada Orang Tuaku” ini sebenarnya setelah saya
kroscek ditujukan untuk remaja, dimana pada buku ini menekankan bagaimana
kegiatan pacaran yang dilakukan oleh remaja hanya akan membawa pada
ketidakpastian, dan bahkan dalam agama hal ini disebut sebagai “mendekati
zina”, maka buku ini mungkin bermaksud lebih membawa pemahaman remaja pada
jalan agama terutama dalam urusan mencintai.
Namun, secara keseluruhan isi buku
ini belum saya baca mungkin beberapa hari kedepan kalau sempat ke toko buku
akan saya beli untuk dibaca sendiri dan buat orang dirumah, kalaupun
teman-teman yang tertarik dengan buku ini mesti membacanya secara bergiliran.
Biar apa yang selama ini kita diskusikan mendapat sedikit jalan terang, dan
mungkin akan membawa kita pada sebuah upaya untuk menjalani sebuah ketetapan
hati, yang saya sebut disini adalah mencinta secara syar’i.
Menariknya disini adalah ketika
saya menyebutkan mencintai secara syar’i inilah yang membuat saya terprovokasi
dan akhirnya ingin menuliskan ini. seorang teman mananggapi apa itu mencintai
secara syar’i dengan ;
---ini versi buat cowok ;
“jay,
yang syar’i itu gampang ga pake gombal-gambil ga pake jalan bareng ga pake rayu
merayu langsung hadapi bapak mamanya dan bilang “om-tante saya serius...kira2
kapan bisa saya datang dengan ortuku buat ngelamar anak om-tante” --the end—
---ini versi buat cewek ;
“ceweknya
jangan mau dirayu, jangan mau digombal, jangan mau diajak jalan putar2
ujung2nya cuma da coba2 ma kau, da tidak datang ke ortumu :3
Keep
smile n strong to tetap mempesona...halah >.<
*Sketsa
UltraPelangi*
Saya kemudian berpikir, mencintai
secara syar’i dengan apa yang disebutkan teman ini sebenarnya dalam bentuk
seperti apa?. Karena kalau dipikir memang ini lebih baik ketimbang berjalan
dengan ketidakpastian. Hanya saja, dalam memilih pasangan hidup seumur hidup
bersama kita, apa mudah?. Begini saja, untuk datang dan menghadapi orang tua
seseorang yang kita sukai sebenarnya bisa saja, toh kita dalam posisi sebagai
lelaki. Tapi persoalannya adalah memilih siapa yang didatangi itu, dan
kemungkinan respon yang akan didatangi itu terhadap kita (ini pemikiran
subjektif saya, maklum lelaki selalu pakai logika).
Kemudian berlanjut pada respon
tadi, siapapun itu ingin mengenali seseorang yang akan bersamanya hingga akhir
nanti itulah pilihan yang berat tanpa adanya proses pengenalan (disini saya
tidak ingin mengamini apa yang disebut pacaran), hanya saja tentu tidak lucu
ketika menghadap kepada kedua orang tua seseorang yang kita sukai langsung
ingin melamarnya. Karena ada beberapa keluarga yang biasanya ingin mengenal
dulu calon keluarganya tersebut. belum lagi si seseorang ini tanggapannya ke
kita bagaimana?, ini cukup rumit bagi saya, makanya saya lebih mencoba menanyai
si yang bersangkutan dulu apa saya punya kesempatan ke-dia lalu baru saya
berani bicara keorang tuanya. Mungkin
pemikiran saya ini salah.
Terus pembahasan ini mengarah pada
status kita ketika akan menghadap kepada orang tua si dia, apa yang akan kita
katakan dengan status kita (status disini adalah pekerjaan). Berdasarkan
pengalaman lagi, kalau ada beberapa teman saya dengan berani melamar kemudian
menikahi wanita pilihannya padahal kondisinya juga sedang tidak dalam posisi
ekonomi yang mapan, saya maksud mapan disini adalah punya pekerjaan tetap dan
penghasilan rutin tiap bulan yang cukup.
Misalnya saja saya saat ini sebagai
seorang mahasiswa, apa yang akan dikatakan orang tua si dia. pemikiran saya ini
tentu didasarkan pada diskusi dengan beberapa teman, karena dalam kebiasaan
masyarakat didaerah saya “status” ini masih menjadi penting ketika akan
menikahkan anaknya. Jadi wajar ketika kita ikut memikirkan kondisi ini, tapi
saya jadi teringat sama teman yang sekarang sudah menikah, katanya “asal
dibicarakan baik-baik dengan calon mertuamu, insya Allah saling bantu itu”.
Lalu terprovokasinya dimana? Nah,
ini berdasarkan sedikit pengalaman saya dan beberapa buku bacaan psikologi
lelaki yang mengatakan bahwa lelaki selalu sulit untuk berkomitmen jika itu
dikaitkan dengan masalah ekonomi. Bahkan pernah saya baca di jurnal psikologi
yang mengatakan kalau, lelaki akan sulit memilih jika di perhadapkan pada
pilihan untuk berkomitmen dengan cintanya dan pencapaian ekonominya. Namun
memang beberapa kasus ini tidak bisa dibilang sebagai justifikasi maupun
generalisasi kondisi tersebut.
Namun kembali kita saya berpikir,
kalau niat itu baik maka semesta akan ikut mendukung dan membantu kita kok.
Bahkan Allah Swt berfirman kalau kita berusaha kemudian bertawakkal kepadaNya
maka akan dicukupkan olehNya. Nah, posisi ini kemudian membuat saya penasaran
untuk kembali membuka file-file bacaan tentang hal ini. kemudian saya menemukan
kata yang disebutkan oleh Kazuo Murakami seorang peneliti dan ahli genetika
dari Jepang, “jika kita berusaha 10-20%,
sisa 80-90%-nya akan diselesaikan oleh Sesuatu yang Agung”.
Kemudian saya kembali mengingat
sesuatu, ketika membaca bukunya Ustad Salim Fillah yang membahas masalah ini
juga. Pada topik ini saya ambil bagian yang menyatakan bagaimana ketika melamar
seseorang, karena disunahkan oleh Nabi Muhammad Saw untuk melihat sejenak wajah
seseorang tersebut, dan tentunya didampingi oleh muhrim yang bersangkutan. Dari
melihat tersebut kemudian, kita dihimbau untuk mencari hal yang membuat kita
tertarik untuk menikahi orang tersebut.
Lalu kaitannya disini adalah dengan
kerisauan saya dengan bagaimana kita memilih tanpa proses pengenalan beberapa
waktu sebelumnya. Masih dalam bahasan bukunya Ustad Salim Fillah ini, beliau
mengutip hasil penelitian Malcom Gladwell dalam bukunya “thingking without thingking”, yang membahas 2 detik pertama
menentukan keberhasilan kita dalam memilih sesuatu. Hal ini terkait dengan
bahasan bahwa semakin banyak kita mengetahui terhadap sesuatu maka semakin
sulit kita menentukan pilihan.
Kemudian ketika dalam prosesi
lamaran “khitbah”, ada proses yang seperti saya sebutkan sebelumnya adalah
melihat calon tersebut. dalam 2 detik tersebut kemudian disunahkan oleh
Rasulullah untuk mecari kesukaan kita terhadapnya, bukannya ini sejalan dengan
konsep 2 detik bung Gladwell tadi. Jadi, kekhawatiran kita mengenai tidak
mengenal tadi terjawab dengan sendirinya. Pada posisi ini kemudian, si lelaki
yaitu saya sendiri yang dituntut untuk kemudian berani melakukan ini. seperti
keadaan bahasan diatas sebelumnya jika memang niat baik, tawakkal, dan
mengikuti sunnah maka semesta secara otomatis akan mendukung kita, jadi
pertanyaan mendasarnya apakah saya berani untuk itu?. #siap-siap.
Akhir dari bahasan kita ini adalah
berada pada bagaimana keberanian saya sebagai lelaki untuk berkeputusan, atau
bahasa teman saya sketsa adalah “modal mampu”. Kalaupun persoalan mengenai
penerimaan keluarga, bukankah semuanya bisa dibicarakan baik-baik dan
dilaksanakan kemudian, seperti apa yang dilakukan teman saya yang berani
mengungkapkan itu semua. Bahkan hingga saat ini, masa ketika dia melamar hingga
menikah masih menjadi hal yang menyenangkan diceritakan karena segala
sesuatunya dilakukan dengan “mendadak”, tapi toh seperti bahasan diatas ketika
semesta mendukung oleh rekayasa-Nya apa yang tidak mungkin.
Hari ini, mungkin saya akan banyak
merenung disela-sela menyelesaikan kuliah saya ini. toh terkait hal ini saya
sudah mendiskusikannya sedikit dengan mama dan pesannya adalah “selesaikan dulu
kuliahmu, selesaikan satu-satu nak...karena itu juga perlu dipikirkan, tapi
sekarang kuliahmu jadikan prioritas dulu”. Lalu, saya semestinya bersemangat
untuk sesegera mungkin menyelesaikan tahapan kuliah ini kan??...Aamiin..
Dalam bilik kost, Solo. 19/09/2013.
Komentar