Langsung ke konten utama

Catatan Pinggir


Picture from
[sedikit cerita, bagian dari Aksi Solidaritas Dari Solo Untuk Gaza yang sedikit dilupakan kala itu]

Ada catatan yang menarik dan menggelitik dan saya ingin tuliskan disini, yaitu ketika aksi solidaritas ini longmarch dan berhenti di depan Gladak Solo, yaitu pas didepan barisan peserta aksi ada seorang bapak tua pengemis dengan baju lusuh, dua buah gelas plastik yang cukup besar, yang disusunnya dimana yang bawah tempat menyimpan uang sedekah untukknya dan satunya dibiarkan kosong mungkin untuk orang-orang memasukkan uang disitu. Dan kelihatannya bapak ini Tuna Runggu, hal ini saya tahu ketika mendekatinya dan memberikan recehan kepadanya.


Menariknya adalah, disaat kita sibuk memikirkan saudara muslim kita di negeri lain yang sedang mengalami konflik, tetapi disaat yang lain ada “ruang lupa” yang tersisa bahwa kita tetaplah berada di Indonesia, dan permasalahan saudara muslim kita pun tidak sederhana. Kemiskinan dan penindasan yang dialami mereka pun cukup kompleks, jangan sampai kita kemudian seperti mendongkak kelangit namun lupa kalau kaki kita tak seinci pun lepas dari tanah. Kenapa saya bilang begini, karena masalah umat di kita saat ini, selain adanya paham yang berbeda-beda juga adalah adanya bahaya laten pemurtadan. Dengan sekarung beras dan sebungkus mie instan seorang miskin bisa melepas keyakinan agamanya.

Kembali ke orang tua pengemis tadi yaitu, bisa jadi bapak ini adalah saudara muslim kita juga kan. namun kita ikut-ikutan posisi negara yang lupa dengan keadaan mereka, sehingga boleh jadi mereka merasa terasingkan di kelompok saudara seimannya sendiri. Bukankan Allah berpesan kalian adalah Umat terbaik yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan beribadah kepada Allah (Qs. Ali Imron: 110). Setidaknya tidak salah kita mendukung saudara kita di manapun itu, Innamal Mukminuna Ikhwana “orang beriman itu bersaudara” (Qs.Al Hujurat: 10). Karena saudara kita misalnya di Gaza Palestina, Afganistan, Suriah, Rohingnya Myanmar, Muslim Patani Thailand dsb masih memerlukan perhatian saudara-saudarnya di lintas negara.

Tapi kita juga tidak lupa dengan masyarakat muslim miskin di negara kita, dan alangkah lebih bijak kemudian aksi seperti ini juga dilakukan sebagai pemberdaya bagi mereka, karena kemiskinan yang tak diperhatikan oleh saudaranya sendiri adalah lahan bagi proyek pemurtadan massal. Saya jadi teringat dengan Pak Maman dan Bu Yanti, seorang pemulung asal Jawa Timur di Jakarta yang didalam kekurangan yang dialaminya masih bisa berpikir untuk berkurban 2 ekor kambing pada Idhul Adha kemarin. Masyarakat miskin yang berhati malaikat bisa jadi banyak di negeri kita, namun masyarakat kaya berhati malaikat, apa iya? Cobaan terberat adalah disaat ketiadaan apa-apa namun yang lebih berat adalah dalam kepemilikan apa-apa. Maka beruntunglah orang-orang yang berpikir, berilmu dan bertaqwa.

wallahualam bin shawab

-Solo, 29 November 2012-

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

Note For Volunteer

Jika nanti kalian ditanya, untuk apa ini?. Jawablah dengan tersenyum dahulu lalu bilang, saya berbahagia dengan ini. Mungkin tak banyak bisa kami kasih ke kalian sebagai volunteer, namun ini investasi. Bukan besok, lusa atau minggu depan lalu bisa dirasakan maksudnya. Namun, boleh jadi jauh didepan sana kalian ternyata tengah mempersiapkan masa depan yang jauh melampaui kaki dimana kalian pijak saat ini. Kita tidak pernah tahu, masa depan seperti apa nanti hanya saja kita bisa menentukannya hari ini. Tomorrow is today, kata-kata dalam sebuah lirik lagu billy joel. Yuppp...sejatinya besok adalah apa yang kita lakukan hari ini. Joint International Community and Cultur Program 2018 ini, akan terselenggara di kampus kita, Universitas Muhammadiyah Buton. Boleh jadi, ini investasi kita dan kalian untuk membangun relasi. Ingat bahwa persaingan, hanya dimenangkan oleh mereka yang adaptif dan mapan dalam membangun relasi. Adik-adik volunteer, kalian adalah baris terdepan mahasiswa kampus ki...

Tapak Pertama

Namanya Muhammad Syaifullah Al Mansur, mahasiswa semester 7 pendidikan agama islam Universitas Muhammadiyah Buton. Hari ini, ia menjadi tapak pertama aktivitas akademik mahasiswa skala internasional. Kuliah Kerja Amaliyah Internasional sebutannya. Sebelumnya, ada sedikit pihak yang meragukan ia untuk ikut program ini. Namun, ia begitu gigih untuk mengikuti program ini, bahkan sejumlah prasyarat untuk itu bersedia ia penuhi. Kami mencoba membantu, hingga urusan pasport yang akhirnya menjadi tahap akhir prasyarat yang ia penuhi. Selama duapuluh lima hari kedepan, ia akan berada di Sangkhom Islam Wittaya School Songkhla Thailand. Selama itu pula, ia akan mendemonstrasikan kemampuannya yang kini belum disadari oleh kita. Saya yakin, kondisi "ter-asing" akan memicu kemampuan maksimal seseorang. Seorang Cipu, panggilan akrab syaiful tentu akan berbeda setelah mengikuti program ini. Pengalaman bersama teman seposkonya yang semuanya cewek...eeehh. Maksudnya bukan itu, tapi bertemu...