Langsung ke konten utama

Tirakatan 17-belasan di Solo

Ada yang berbeda dengan perayaan tujuhbelasan tahun ini, berhubung saya melewatinya di Solo tempat perantauan sementara untuk menuntut Ilmu. Sebenarnya tahun ini cukup spesial terutama pada moment-moment yang semestinya berada bersama keluarga, namun ini malah dihabiskan bersama keluarga orang di tanah perantauan, karena tidak bisa pulang kampung...

Tirakatan atau semacam perenungan warga. Digang saya (gang mendung IV) saat malam tujuhbelas agustus kemarin diadakan tirakatan, yang kalau di kampung saya (Baubau, SulTra) kegiatan semacam ini tidak pernah dilakukan oleh warganya. Kecuali adalah perayaan esok sorenya yakni berbagai macam lomba, itupun waktu saya masih kecil memang sering dilakukan oleh warga secara mandiri, jadi ceritanya para warga dihimpun pak lurah mengumpulkan uang untuk merayakan berbagai perlombaan tujuhbelasan. 

Namun sekarang perayaan atau perlombaan seperti itu kalau bukan dilakukan oleh Pemerintah yaa....siapa lagi. Entahlah, kesadaran kebersamaan seperti itu sudah disembunyikan kemana.

Oh iya, kembali ke tirakatan tadi. jadi tirakatan ini menurut informasi yang  saya himpun dari beberapa warga adalah semacam acara perenungan buat para pahlawan yang sudah mempersembahkan kemerdekaan buat kita. Nah, susunan acaranya diawali dengan memotong tumpeng sesaat setelah sholat maghrib kemudian dilanjutkan dengan makan bersama setelah sholat isya. Kemudian nanti ada sambutan-sambutan dari RT dan RW, dan kemudian warga dihibur dengan pagelaran musik yang kebetulan di gang saya dihibur dengan alunan musij keroncong. 

Di akhir acara tirakatan ini, akan diadakan perenungan bersama yang dilakukan sekitar pukul 00.00 wib. Namun, akhir acara tersebut saya tidak ikut karena saya cukup tahu aja heheh...

ini nih poto-potonya....








oh iya, tirakatan ini dirangkaikan dengan malam halal bi halal karena momennya masih dalam suasana Idul Fitri.

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.