Barangkali judul tulisan ini agak seperti sebuh kultum di waktu sela
antara sholat isya dan taraweh, yang menjadi jadwal tetap di tiap-tiap masjid
saat ramadhan namun bukan itu maksud tulisan ini. Ohh...iya ngomong soal
kultum, sebelum ramadhan lalu saya pernah ditawari membawakan kultum di masjid
dekat kost-an, namu dengan sopan saya tolak “saya belum berani pak”.
Sebenarnya ini bukan persoalan berani atau tidak, karena sebenarnya
keinginan besar saya ingin membawakan kultum, hanya saya setelah dipikir tanggungjawabnya
besar. Bagaimana tidak, seandainya saya membawakan kultum dan ternyata
aktivitas keseharian saya malah jauh dari apa yang saya katakan itu?. Tapi
terlepas dari itu, sebenarnya saya menyesal juga ketika pada saat mendengarkan
kultum yang memang disetting bergantian oleh pengurus masjid dan remaja masjid.
Memang tidak ada yang aneh dari ini, cuman kemudian apa yang
disampaikan saat itu sekalipun hanya membaca dari buku kadang juga keliru dalam
pembacaannya. Belum lagi yang membawakan kultum, malah jarang kelihatan di
masjid untuk berjamaah saat sebelum ramadhan. Akhirnya saya menyesal sendiri,
coba saya setujui saya membawakan kultum setidaknya banyak materi dalam netbook
saya yang bisa saya bacakan untuk jamaah, ketimbang apa yang akhirnya terlihat.
Lho, kok ini malah membahas kultum? Kembali ke titik persoalan yang
sebenarnya ingin saya tuliskan disini, yakni persoalan apa yang bisa kita
dapatkan dalam bulan ramadhan. Tentu banyak keberkahan dalam bulan ramadhan
ini, karena puasa itu adalah untuk Allah SWT dan pahalanya yang tentukan
langsung oleh-Nya juga. Tapi ini hal lainnya yang sifatnya lebih teknis atau
langsung terlihat, yakni takjil gratisan.
Kenapa dibilang berkah ramadhan? Nah, persoalannya kalau di masjid
dapat takjil gratisan itu biasa namun kalu dapatnya di jalanan dan itu hampir
setiap hari, tentu itu berbeda. Ini yang saya sebut sebagai berkah ramadhan.
Ceritanya begini, kami terdiri dari beberapa orang mengelola Sunday
market di kampus UNS. Banyak pedangang yang berpartisipasi dalam program ini,
berbagai macam jualan juga ada mulai dari mainan anak-anak hingga makanan juga.
Nah, pada saat ramadhan kan tidak mungkin jualan pada pagi hari karena orang
pada puasa. Maka Sunday marketnya dipindah menjadi tiap sore menjelang berbuka
puasa di depan kampus UNS. Kami memfasilitasi para pedangang makanan untuk
menjual disitu, dan turut membantu mengelola hiburan dan sampah agar pengunjung
nyaman untuk berbuka disitu.
Karena setiap hari melakukan ini, maka setiap sore itu juga kami selalu
mendapat takjil gratisan. Mulai dari kolak, es buah, cakue, hingga bakso bakar.
Sebenarnya sekali dua kali ini tidak mengapa, namun kalau keseringan akhinya
kami jadi segan juga, kok dikasih gratisan terus. Tapi untuk standar anak kost
kayak kami, ini merupakan berkah karena untuk bisa mendapatkan makanan dengan
gratis itu adalah bagian kesenangan menjadi anak kost.
Inilai maksud saya berkah ramadhan, Allah Swt selalu saja memberikan
jalan bagi niat yang baik. Memang memindahkan pedagang ke depan pada saat
ramadhan bukan ide yang baru dan datang dari kami, namun itu sudah kebiasaan
pedagang. namun, setelah beberapa kali adanya peringatan kepada pedangan untuk
tidak jualan didepan, sebenarnya para pedangan ini merasa khawatir juga.
Sehingga jika ada kami, sebagai bagian dari UNS karena statusnya mahasiswa
mereka merasa nyaman dan aman jika dikontrol oleh kami.
Disisi lain juga, karena kepecayaan itu. Kami juga tidak mau ambil
mudahnya saja, karena itu kami mencoba membantu dalam mengelola hiburan, parkir
dan sampah dilokasi jualan tersebut. Hiburan paling tinggal mengeluarkan sound
dan memutar mp3, parkir tinggal modal mic untuk mengarahkan parkir biar rapi
dan tidak ditegur satpam kampus, dan sampah dengan menggaji seseorang untuk
membersihkan yang gajinya diambil dari setoran tiap hari pedagang kepada kami.
Mudah kan?
Nah, dari partisipasinya kita dalam hal itu kemudian membuat banyak
gratisan yang kami dapati tiap sorenya. Makanya saya bilang ini berkah
ramadhan, makanannya selalu dapat gratisan atau kami sebutnya sebagai “upeti”.
Tapi terlepas dari semua itu, niat awal kami ingin membantu pedagang, membari
rasa nyaman kepada mereka menjual didepan kampus dan senantiasa menjalin
silaturahim dengan para pedagang kaki lima ini.
Persoalan beberapa orang yang bilang, “kalian ngapain ngurusin mereka
pedagang itu? Apa untungnya?”, itu cuman bagian dari kritik dan saran bagi
semangat kami. Namun, orang-orang yang bilang “kalian hebat, sebagai mahasiswa
mana ada yang masih berpikir mau membantu orang dengan sukarela kayak begini”,
itu lebih banyak lagi.
Komentar