Langsung ke konten utama

Denyut Menulis





Orang bijak mengatakan sebuah keterampilan itu terbentuk dari tindakan yang selalu dilakukan secara rutin. Semisal seorang yang menyukai musik, pada awal dia memainkan alat musik bisa jadi nada yang dimainkannya akan lari kemana-mana, sehingg orang yang mendengarnya akan terganggu. Namun seiring waktu, dia terus berlatih dengan giat pada akhirnya dia mampu membuat suatu lantunan musik yang enak didengar dan dia mulai ahli disitu. Intinya adalah keinginan untuk terus berusaha, kritikan menjadi jalan untuk terus berbuat yang terbaik.

Konteks ini bukan ingin membahas mengenai seseorang yang memainkan musik, namun diri saya sendiri dalam menuliskan catatan-catatan dalam pikiran yang senantiasa seret jika akan dituangkan dalam tulisan. Saya pernah menulis mengenai keinginan-keinginan untuk menulis, dengan sejumlah alasan ini dan itu, mungkin sudah beberapa kali seperti itu. Namun tetap saja, kemampuan untuk menuangkan ide dalam pikiran itu terheti begitu saja didepan layar netbook saya. Denyut itu sangat kencang dalam ide namun lemah dalam tulisan.


Sekali lagi, melalui kata-kata ini saya ingin senantiasa memacu diri untuk bisa menulis. Meramaikan kembali blog saya, atau setidaknya ada update-tan tulisan tiap bulannya (minimal). Sekalipun kemudian dalam sebulan itu tidak ada yang akan membacanya, setidaknya saya sudah menuliskannya. Persoalan besok, lusa, bahkan tahun depan siapa yang tahu? Ketika akhirnya ada seseorang yang tersesat dalam blog saya, kemudian mulai membaca tulisan-tulisan itu termasuk tulisan ini (yaaa....ini buat kamu, iyaaa...kamuuu).

Selain itu, apakah kemudian tulisan ini akan memberi inspirasi atau bahkan membuat ngantuk (seperti teman saya, kalau saya sudah cerita melalu chat bilang ngantuk. Rasanya mau berhenti chat sama dia kalau sudah dibilangi begitu). Apapun itu, atau apapun yang akan orang-orang rasai dalam tulisan yang terkadang tidak mengindahkan tata urutan menulis yang baik dan populer seperti di buku-buku itu, setidaknya tulisan ini ditulis dari pikiran saya sendiri, atas apa yang saya rasakan. Biar saja buku-buku itu dengan aturannya, toh judulnya dengan kepopuleran buku itu tidak seiring sejalan, lalu kenapa saya mesti mengikutinya bulat-bulat?.

Inti pokok tulisan ini sebenarnya ingin memacu kembali denyut menulis itu, setelah sekian lama alasan yang sebenarnya tidak layak untuk dijadikan alasan selalu saja dilakukan. Sudahlah, yang jelas melalui titik ini semoga semangat untuk menulis kembali mewarnai netbook saya, kemudian kembali meramaikan blog yang lama terlantar, yang mungkin saat ini tengah banyak sarang laba-laba dan tikus yang mendiaminya.

Sekian.

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.