Langsung ke konten utama

Calon Pengantinku




Seperti apa krtiteria pengantinmu? Seorang teman bertanya padaku.
Seseorang yang mampu menjaga sisi kekanak-kanakkanku, jawabku singkat.

Bagi siapapun pasti memiliki kriteria tertentu untuk memberi standar bagi seseorang yang akan menjadi teman hidupnya. Sahabat dalam mengiringi suka duka kehidupan, menjalani setiap hal bersama dan memapukan diri atas apa-apa yang akan dihadapi sebagai konsekuensi dari adanya dua individu yang bersatu dalam tali pernikahan. Wajar saja sih menurut saya, kriteria tentu berdasarkan pada keinginan-keinginan tertentu.

Karena apa? Tentu setiap orang punya cita-cita kedepan seperti apa. Dengan jalan memiliki sejumlah kriteria tentu, sebagai bagian dari pertimbangan logisnya untuk memilih teman hidupnya nanti. Pun, dalam agama diajarkan untuk memilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu bukan.


Nah, terkait pertanyaan yang dilontarkan teman saya dan jawaban yang saya berikan memang akan cukup aneh bagi sebagian orang. Karena kata “menjaga kekanak-kanakan” masih menjadi multitafsir bagi siapapun, mungkin. Tapi saya punya alasan untuk itu, karena itu melalui ini sedikit alasan saya menyatakan itu akan dijelaskan disini.

Kita pasti pernah menjadi kanak-kanak bukan? Sebelum menjadi dewasa seperti saat ini, proses kanak-kanak ini pasti memiliki carita tersendiri bagi diri pribadi tiap orang. Tapi bukan ini saja menjadi alasan saya menyatakan itu. Namun, dalam pemahaman saya menjadi dewasa itu menjadikan saya seseorang yang butuh banyak pertimbangan terhadap apapun, berbeda dengan kanak-kanak.

Kita tahu bahwa, kanak-kanak itu dalam tindakan-tindakannya melakukan apa yang disenanginya saja. Dalam kanak-kanak juga tidak ada pertimbangan ini dan itu, sepanjang itu menyenangkan akan dilakukan. Tapi konteks maksud saya dengan menjaga kekanak-kanakan saya bukan menyangkut itu saja. Ada hal-hal menarik menurut saya dari menjadi kanak-kanak bagi seorang lelaki, hal ini saya dapati dari pembelajaran pengalaman-pengalaman teman-teman disekitar.

Bahwa kanak-kanak dan dewasa seakan menjadi proses yang terpisah dari seorang manusia, menjadi dewasa adalah masa dimana masa kanak-kanak dilupakan atau bahkan merasa tidak pernah dilalui sebelumnya. Banyak orang dewasa lupa dengan apa yang diajarkan oleh masa kanak-kanak. Bahkan bagi sebagian orang, ketika memperhatikan orang lain yang bersifat kekanak-kanakan dinilai negatif bagi seorang yang dewasa fisik maupun mental.

Namun, menurut saya kekanak-kanakan pada kondisi tertentu diperlukan. Sebagai seorang yang terus berkembang dan bertumbuh, melewati masa-masa kekanak-kanakan dan menjadi dewasa. Lalu bagaimana mungkin ketika menjadi dewasa saya menjadi seseorang yang antipati terhadap kekanak-kanakan? Padahal, proses kanak-kanak adalah proses yang medahului masa dewasa dan merupakan proses yang terhubung. Jika saya kemudian menjadi dewasa yang lupa akan kanak-kanak, ini seperti seseorang yang menaiki tangga hingga pada tingkat tertentu namun lupa akan anak tangga yang dipijaknya.

Tentunya, menjaga kekanak-kanakan disini adalah bukan mengulang semua masa itu dalam masa dewasa. Karena saya akui bahwa ada beberapa hal yang tentu tidak akan relevan dengan masa dewasa, dan itulah esensi dari sebuah pertumbuhan perkembangan dan pembelajaran hidup. Masa kanak-kanak maksud saya adalah bagaimana mengajarkan saya berperilaku ketika dewasa.

Kanak-kanak tidak memiliki dendam, tidak memiliki musuh. Pada masa kanak-kanak pagi bertengkar karena berebut mainan, sore mereka sudah bermain dengan asyiknya lagi seakan pertengkaran pagi tadi tidak ada. Kanak-kanak tidak takut mengambil keputusan, ini penting dengan masa dewasa yang seringkali kita takut mengambil keputusan, berkomitmen maupun memiliki prinsip hidup.

Masa dewasa menjadikan saya manusia yang penuh pertimbangan, perhitungan untung rugi, logika sangat mendominasi. Hal itu kemudian mencipta ketakutan-ketakutan terhadap berbagai hal yang ada didepan, padahal boleh jadi ketakutan kita terhadap sesuatu yang belum terjadi dimasa akan datang itu lebih besar ketimbang masalah itu sendiri.

Karena itu, saya mencari seseorang yang mampu menjaga kenak-kanakan saya, seyogyanya bermaksud menjaga sifat-sifat kanak-kanak yang relevan dengan masa dewasa. Tidak menjadi pribadi yang pendendam namun pribadi pemaaf, mampu mendorong untuk menjadi pribadi yang bertanggungjawab dengan keputusan, komitmen dan memiliki prinsip dengan keberanian untuk memilikinya. Itu maksud saya “menjaga kekanak-kanakan”.

Lalu siapa? Saat ini masih saya serahkan kepada jalan-Nya.


Surakarta, 15 Agustus 2014

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.