Langsung ke konten utama

Avenger dan Debat Pilwali Kota Baubau 2018

Marvel production selalu mengagumkan dengan film superheronya, terutama yang belum lama ini Avenger: invinity war. Komplotan superhero yang dibangun oleh marvel beragam, pun juga dengan keahlian serta kekuatannya. Mereka padu sebagai avenger, juga kuat bila sendirian. Yah...namanya animasi.

Tapi, terkait dengan itu. Tiap-tiap film superhero pasti diperhadapkan sama masalah, dan sudah pasti negara sebesar apapun pasti akan kewalahan menghadapi masalah, disinilah peran dan kehadiran para avenger ini. Bahwa masalah akan selesai jika ada avenger, ini semacam narasi yang pasti dalam film-film superhero.

Tahun 2018 ini, Kota Baubau bakal menghelat kenduri demokrasi serentak bernama pilkada. Bagian dari proses itu adalah debat publik, terhadap visi misi dan program para pasangan calon. Dari acara itu, hemat saya kegiatan itu semacam tengah menyaksikan film avenger.

Lalu apa hubungannya dengan debat pemilihan walikota (pilwali) kota baubau semalam?. Ini, adalah beberapa catatan saya perihal potret debat pilwali. Sejumlah permasalahan kota baubau, dengan baik diurai oleh panelis melalui sejumlah pernyataan, dan kemudian dijawab dengan cukup mengangumkan oleh para calon.

Hanya saja, masing-masing paslon merasa bahwa dirinyalah yang terbaik. Wajar saja sih, namun tidak semua masalah itu bisa diselesaikan hanya dengan bergumam janji, merasa membutuhkan "teman" belum menjadi agenda kolaborasi positif untuk membangun daerah.

Sudah begitu, layaknya avenger. Tak ada yang begitu susah untuk diselesaikan, seolah setiap hal yang dibutuhkan bisa hadir tanpa diminta, juga kekuatan terpendam selalu menjadi alasan jika terdesak. Fiksi sekali kan? Kenapa? Menurut saya, karena basis data dimanika kota baubau, tak menjadi senjata pamungkas para pasangan calon. Retorika mantap, namun ragu merangkap gerakan.

Palu Thor dan Data Dinamika Kota Baubau

Pada akhirnya data mampu dicerna alam pikir masyarakat bahkan dapat merubah persepsi. Selayaknya senjata pamungkas, pemahaman akan data menjadi pesona untuk menetapkan pilihan politik masyarakat. Padahal panelis mengurai beberapa data dalam pertanyaanya. Angka kemiskinan menurun, hanya saja angka pengangguran konsisten terus meningkat. Kesenjangan antar daerah juga menjadi titik persoalan, juga tingkat kriminalitas.

Belum lagi komposisi generasi muda atau istilah kerennya generasi milenial kota Baubau mencapai kurang lebih 32% dari jumlah penduduk. Untuk ini, saya pernah melakukan riset sederhana terhadap 90 mahasiswa dengan rentang umur 18 - 22 tahun, dimana sebanyak 77 % responden mengaku bahwa facebook menjadi favorit mereka dalam bermedia sosial. Selain itu, mereka menempatkan pilihan politiknya pada kejelasan visi, misi dan program kerja diakui sebanyak 80% responden.

Terkait kaum muda juga, era revolusi industri 4.0 pun kita belum memeroleh kejelasan sikap dari paslon semalam. Apalagi, teknologi menjadi kebutuhan masa depan yang juga memiliki dampak positif negatif. Sederhananya, bagaimana teknologi digunakan dalam tata kelola pemerintahan, layanan publik, meningkatkan SDM, aksesibilitas perkotaan hingga hal-hal publik lainnya semacam orientasi smart city.

Kolaborasi pun, belum menjadi fokus utama pembangunan. Padahal sejumlah data mengklaim bahwa posisi kota baubau yang begitu strategis, penghubung jalur barat dan jalur timur indonesia. Dalam teori layanan publik, ini semacam lipservice belaka. Saya masih begitu mengingat kuliah umum Prof. Susanto Zuhdi beberapa waktu lalu, yang menyebutkan "Labu Rope Labu Wana", sebagai upaya politis Buton dalam memainkan dinamika kebijakan kesultanan di tengah dua pengaruh politik besar terhadap buton. Sudah begitu, hingar bingar debat pilwali yang menyebut berbasis kearifan lokal sejatinya bermuara pada apa?, pun soal strategi warisan kesultanan sebatas jadi fakta sejarah.

Betapapun demikian, penataan kota bukan perihal kesejahteraan, pemberian insentif berupa anggaran, atau penataan ruang perkotaan. Namun juga, regulasi yang mampu menegakkan ide tersebut. Jika saja gagasannya tanpa diikuti regulasi daerah, bisa saja jaket kuning kpk akan menjadi jualan laris manis di daerah ini.

Pada akhirnya, saya perlu mengakui dan mengapresiasi semua calon. Telah menghadirkan diri mereka sebagai orang-orang yang siap hadir dalam realitas permasalan kota baubau. Dengan bangga menghadirkan sejumlah ide untuk memperbaiki atau paling tidak mempertahankan kebaikan-kebaikan yang telah dibangun hingga kini di Kota Baubau.

Jika saja, data dinamika Kota Baubau mampu dihadirkan dalam ruang debat. Kita mungkin saja, tidak hanya tengah menyaksikan calon walikota dan wakil walikota untuk 5 tahun kedepan, namun juga tengah membangun narasi calon-calon pemimpin masa depan Kota ini.

Kearifan lokal bakal menjadi urat nadi kemajuan masa depan. Tentu ini Tampilan manis untuk sebuah Kota tercinta ini, yang bangga dengan nilai-nilai pomaa masiaka. Jika demikian, maka akan tercipta Maju Kotanya, Bahagia rakyatnya yang bukan saja sekedar kampanye. Bekerja lebih baik sudah tentu menjadi visi bersama kita semua, karena sejatinya Dimensi pembangunan kota ini berada beririsan antara pemerintah dan rakyatnya.

Tangkanapo!

Komentar

Tulisan Populer

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Kesederhanaan Pemimpin: Berkaca Pada Khalifah Umar r.a.

 Ketika mengkaji berbagai literatur mengenai kemuliaan para sahabat Rasulullah Saw, akan ada pertemuan dengan berbagai kemuliaan dan teladan yang baik. Jika orang-orang disekitar (sahabat) Rasulullah Saw, dapat menunjukkan kemuliaan akhlak yang sedemikian indah hingga memerindingkan ketika membaca, karena kekaguman. Lalu bagaimana dengan akhlak Rasulullah Saw, yang merupakan rujukan bagi mereka para sahabat Nabi? Allahullashalli Alaa’ Muhammad wa Ali Muhammad...

Sederhana, Kisah Cinta Habibie dan Ainun

“ Ainun, Kamu Jelek, Gendut, Itam kayak gula Jawa” -rudi Habibie- Sebuah kata yang dilontarkan oleh Habibie, remaja yang dipanggil rudi oleh teman sekelasnya bernama Ainun, kata-kata ini kemudian yang menjadi pengantar dua sejoli ini bertemu dan akhirnya saling suka. Menyaksikan film Habibie dan Ainun, membuat saya menyadari sesuatu, bahwa cinta itu bukan sekedar kata. Karena ketika cinta terkatakan tak akan cukup rangkaian huruf yang dapat menggambarkannya, bahkan kata-kata yang jelek sekalipun ketika diikutkan rasa cinta semuanya akan menjadi indah.