Sudah duapuluhlima kali
diri ini melewati tahun baru, entah yang masuk dalam kesadaran dari itu mungkin
hanya beberapa saja. Tahun baru masa kanak-kanak, bisa jadi dilewatkan dalam
keriuhan bunyi terompet dan kembang api disamping itu ritual begadang. Tahun
baru dimasa remaja, tidak jauh berbeda hanya saja diri telah memiliki jaringan
pertemanan, keriuhan terompet, dan kembang api yang sama juga begadang yang
sama.
Ada yang berbeda dengan
tahun baru masa (sedikit melebihi) remaja,
kebersamaan teman-teman menjadi lebih intens, teman kuliah dan teman
organisasi. Membuat resolusi pun selalu menjadi rutin, walaupun beberapa hari
selepas itu akan terlupa. Kemudian tahun berikutnya akan kembali dibuat
resolusi baru di tahun baru. Bukankah mengimajinasikan
sesuatu itu selalu lebih indah dari pada mengaktualisasikannya.
Tahun baru, hanya
diwarnai dengan rentetan kata yang dibuat dan katanya ini sebagai target di
tahun depan. Namun selalu tidak ada yang berbeda, rentetan tahun yang dilewati
tanpa pernah menengok apa yang sudah pernah dilakukan terhadap lingkungan. Hidup
mengalir seperti air, tidak sepenuhnya dibenarkan oleh diri, kini. Hidup yang
tidak dipertaruhkan adalah belum bisa dikatakan hidup. Begitu kata filsuf dalam
buku-buku yang selalu menemai dalam kesendirian dan diskusi bersama teman.
Kemudian, Tahun baru
dilewatkan begitu saja. Ritual malam pergantian tahun selalu diwarnai dengan,
mau jalan kemana kita? Mau bikin pesta apa kita? Bahkan pertanyaan apa yang
sudah kita lakukan di tahun lalu bagaimana? Sudahkan bermanfaat kita? Pertanyaan
yang selalu datang kemudian hilang ketika senja di akhir desember, sudah
terlalu berat menahan keinginan mentari tahun baru menyapa.
Beberapa tahun yang
lalu, adalah bagian yang mulai diri menyadari. Bahwa apa yang ditargetkan
adalah apa yang akan diusahakan. Perbaikan diri, pencapaian pengetahuan dan
sebagainya. Tapi pertanyaannya ketika di akhir tahun, target itu kabarnya
bagaimana sekarang. Teringat salah satu target di tahun 2012, untuk kuliah dan
bisa produktif menulis. Pencapaian itu memang terjadi, namun setelah itu apa?. Berhenti disini.
Kembali teringat kata
pertama di awal pergantian waktu, pergantian tahun. Ketika melihat keriuhan
orang-orang dengan kembang api, berwarna-warni menghiasi malam kala itu. hujan
pun ikut berdamai dengan semua keriuhan itu, enggan turun hanya menyaksikan
dari sana. Bertanya diri tentang ini “Kembang
api identik dengan tahun baru, maksudnya apa? Apakah ritual membakar kembang
api adalah simbol membakar kegagalan tahun lalu dan melupa tentang itu tanpa
belajar, atau kemudian membakar kembang api adalah usaha untuk menerangi masa
depan tahun depan yang saat ini masih gelap? Atau membakar kembang api adalah
salah satu bentuk pelarian ketakutan diri terhadap masa depan?”.entahlah.
Hanya saja orang-orang
selalu riuh merayakan pergantian tahun, suara-suara bersahut-sahutan. Bunyi terompet,
petasan, kembang api, suara bising motor ketika waktu tahun lalu beranjak
meninggalkan masa dan memberi tongkat estafet pada waktu tahun depan. Semoga bunyi-bunyian
yang kita buat adalah bagian dari kesuksesan target yang kita buat tahun lalu,
untuk kita bawa ke tahu depan yang lebih baik. Bukan sebaliknya, melarikan diri
dari ketakutan tahun depan yang bisa jadi tidak memberi harapan apa-apa. Karena harapan itu ada pada diri, dan
digantungkan pada sang Khalik.
Semoga....
[ingin
dituliskan pada waktu antara 31 Desember 2012 – 1 Januari 2013, namun baru bisa
menjadi rangkaian kalimat pada 3 januari 2013]
Komentar