Seringkali
kita sulit memahami apa itu sebuah pemaknaan kehidupan, belajar untuk hidup
bukan sekedar menarik dan menghembuskan napas. Kita selalu mencari pembelajaran
dari berbagai sarana, buku, televisi, video motivasi, atau apapun itu. Namun,
kita lupa bahwa semesta disekitar kita juga menyimpan berbagai makna hidup,
hanya kita kurang menyadari kehadirannya. Didekat kita masih banyak menyimpan
pelajaran-pelajaran berharga bagi kehidupan.
Seketika
saya langsung menyimak kata-kata itu, mencoba meresapi tiap katanya untuk
menangkap makna yang disampaikan mbah reso.
“yaa...gini mbak, mas.. kalau orang
mau ngasih, pasti dikasih. Tapi kalau orang tidak mau ngasih, pasti juga tidak
dikasih”
Saya
tidak menyangka, dalam keterbatasan masih ada semangat untuk memberi. Satu hal
yang dipelajari saat ini bahwa memberi tidak akan menjadikan kita kekurangan,
bersyukur melalui memberi akan membuat kita senantiasa merasa cukup.
Mbah
reso, seorang lelaki penjual tahu kupat yang berjualan disekitar kampus UNS
Solo. Usianya tidak muda lagi, mungkin sekitar 65 hingga 70 tahun atau mungkin
lebih. Saya sulit menentukan umur beliau, karena apa yang ditunjukkan dari
tenaga beliau dalam bekerja bisa membuat kita salah menebak berapa umurnya.
Dalam usia yang keliatannya sudah lansia itu, masih harus terus berjualan.
Mencari uang untuk tambahan uang berobat istrinya dirumah.
Semestinya
diusianya seperti ini, mbah reso lebih banyak menghabiskan waktu dengan cucu
dirumah, tertawa bersama cucu dan bermain-main dengan cucunya. Namun itu tidak
mungkin bisa dilakukan, beliau memang memiliki 3 anak. Namun menurut informasi
dua anaknya sudah meninggal, dan tersisa satu tapi entah kenapa anaknya ini
tidak memperhatikan kondisi beliau dan mbah putri yang sedang sakit. Begitu
kira-kira informasi yang saya dapati tentang kehidupan mbah reso.
Sehari-harinya
beliau berjualan tahu kupat, sebelumnya memang beliau berdua bersama istrinya,
mbah putri. Tapi beberapa bulan lalu, mbah putri terserang penyakit semacam
stroke ringan. Karenya, saat ini mbah reso hanya berjualan sendiri. Mbah putri
ditinggal dirumahnya di sragen sekitar 1 jam perjalanan motor dari solo kata
mbah reso.
Dirumah,
mbah putri sendirian, dalam keadaan sakit yang katanya tidak bisa berjalan.
Untuk makan biasanya diberi oleh tetangganya yang juga kemenakan beliau, kadang
mbah reso meninggalkan mbah putri hingga beberapa hari. Bagaimana mungkin
seorang nenek yang dibiarkan sendirian dalam keadaan sakit dirumah?. Mbah reso,
cuman tersenyum dan menjawab,;
Ya kayak gimana lagi, saya harus
keluar untuk cari duit. Kalau saya dirumah jagain, mana bisa pegang duit buat
berobat.
Disinilah
kemudian kata-kata yang disebutkan diawal tadi, membuat ruang-ruang kosong
dalam diri terisi penuh dengan kata-kata itu. Seringkali kita merasa tidak bisa
memberi karena memang merasa kekurangan, jadi kita inginnya adalah diberi,
kondisi apapun itu. Tapi sampai sejauh mana dan sebanyak apa kepemilikan kita
untuk bisa merasa lebih dan mau berbagai?.
Mbah
reso, disegala keterbatasannya tetap berpikir bahwa memberi sebagai bentuk
jalinan kasih antar sesama. Beliau memang tidak mampu menjelaskan keterkaitan
itu, namun tentu kita yang berpendidikan mestinya mengerti akan hal itu. Tidak
ada yang sia-sia untuk kebaikan, bahkan ketika semua orang tidak menyadari itu.
Memberi sekecil apapun pasti membuahkan pemberian pada kondisi yang lain.
Belajar
untuk hidup tidak perlu jauh-jauh, cukup membuka mata dan mencoba memahami
keadaan sekitar, kita pasti akan memiliki referensi kebaikan hidup yang diberi
semesta. Mbah reso adalah salah satu pembelajaran untuk hidup yang lebih
manfaat.
Semoga
mbah putri cepat pulih, membantu mbah reso jualan lagi.
Komentar