Langsung ke konten utama

Kertas-Kertas Ini, Berserakan Tak Berarti?

Setiap kita memiliki pandangan terhadap menjadi manfaat itu apa? bagaimana? dan kepada siapa?. apalagi kemudian ini disangkutpautkan dengan diri sebagai bagian dari rumah akademis. Tentunya, manfaat dalam pendefinisian ilmiah akan sangat terkait dengan teori dan segala yang mengikutinya sehingga dibilang itu ilmiah.

Proses ini memang tidak mudah, tapi kita tentu punya pilihan terhadap setiap hal. Dalam pengertian tulisan ini adalah pada apa yang kita akan jalani ketika akan menyelesaikan kuliah. Maka, sebagai persyaratan wajib kita akan diminta membuat sebuah karya ilmiah. Tidak ada pilihan lain selain itu untuk dapat mengecap wisuda sekaligus memiliki gelaran akademik.

Perdebatan batin disini adalah karya ilmiah ini untuk apa? kalau hanya sebatas sebagai persyaratan kelulusan dan diwisuda saja, lalu kenapa mesti dibuat susah dengan serangkaian metodologi, tata cara penulisan yang baik, hingga pada keterlibatan berbagai teori didalamnya, belum lagi pada larangan adanya plagiasi. Ini sah-sah saja, karena memang karya ilmiah terkadang hanya memilki taringnya diatas kertas saja.

Ini juga yang perlu diperhatikan saat ini, jika kemudian perguruan tinggi itu bertujuan untuk melahirkan generasi akademis yang mampu memberi manfaat kepada komunitasnya. selayaknya dari awal mahasiswa dipersiapakan untuk itu, tentunya sesuai dengan cakupan keilmuan yang dijalaninya di perguruan tinggi. karya ilmiah merupakan salah satu instrumen untuk lulus saja, namun karya yang lebih nyata mestinya juga dikedepankan.

Jika kemudian persyaratan mutlak bahwa mesti membuat karya ilmiah, dengan berbagai persyaratan yang mengiringinya. maka jangan heran, jika kemudian hasil-hasil perguruan tinggi hanya terampil di atas kerta. terlepas bahwa terampil dalam hal apa, karena beberapa bahkan sebagian besar mental kita adalah mental praktis, karya ilmiah bisa dibeli kok. apa susahnya?.

Terlebih lagi, pentingnya karya ilmiah selain sebagai pintu untuk lulus dan diwisuda itu ternyata minim. maka, apakah karya ilmiah bisa dijadikan ukuran manfaat seseorang terhadap komunitasnya dalam skala minimal?. Jika kemudian karya ilmiah mahasiswa diperguruan tinggi semisal skripsi dan tesis itu hanya akan sangat berarti pada saat hari pengujiannya, dan juga akan berakhir rapi di lemari perpustakaan kampus. Lalu apa bedanya karya ilmiah itu dengan Koran Harian???

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.