Langsung ke konten utama

Hidup ini Mesti Terus Berjalan




Mendengar berita baik itu mungkin cukup mengagetkan, bagaimana tidak imaji ini selalu tidak lepas untuk bisa bersua secara faktual. Membincang segala hal yang masih diperselisihkan, membahas segala hal yang mungkin dilakukan, atau bahkan saling bertukar pengalaman dan pemahaman terhadap sesuatu yang hingga saat ini menjadi alasan tidak komunikasi.

Komunikasi bagiku, bukan sekedar titip salam kemudian balas salam, tanya kabar kemudian balas kabar baik, tanya sesuatu terus dibalas sesuatu. Semuanya berjalan hanya sekedar menjawab, bahwa pemahaman kita yang penting menjawab adalah bagian dari sebuah komunikasi yang kita bangun, bukan.

Komunikasi bagiku, bukan sekedar menitip pesan menggunakan sesuatu. Kemudian pembicaraan menjadi canggung setelahnya. Bukan karena tidak ada yang mau dibicarakan, cuman ada hal-hal yang menjadikan mulut dan lidah ini takut berkata salah, kemudian menimbulkan kekecewaan. Saling berbicara walau dengan canggung, bagiku sudah lebih dari cukup. Karena yang terdengar adalah suaramu, hanya suaramu.

Komunikasi bagiku, mungkin sedikit rumit bagi sebagian orang. Karena melalui komunikasi kita menanam makna, membingkai kasih dengan berbagai bentuknya. Dengan komunikasi bukan saja informasi dari masing-masing saling dipertukarkan, namun ada ikatan yang belum dimengerti bersama, karena semuanya masih seperti semula belum terikat belum terijab.

Namun, mendengar berita baikkmu menjadikanku bersyukur disatu sisi dan berkeluh disisi lain. Bagaimana mungkin kemudian imaji tentang diri yang berdiri disitu, namun realita melihat orang lain disitu. Berkeluh kesah pasti ada, sekalipun itu ditutupi oleh kata-kata yang disusun menjadi indah. Tapi, kita tidak pernah tahu rekayas Tuhan terhadap hambaNya kan? itu yang saling dipahami dahulu, bukan.

Saat itu terjadi, terjadilah!. Langkah ini akan tetap datang, tangan ini akan tetap menengadah merapal doa kebaikan, wajah akan senantiasa menerbitkan pesan ikut berbahagia, karena memang hidup mesti akan berlanjut, kan?

#Ceracau Jumat/28.02.2014

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...