Langsung ke konten utama

Wa Ndiu-ndiu




Keputusan ini harus diambilnya, tidak ada pilihan selain menyerahkan diri pada keadaan. Suami dan bapak dari anak-anaknya telah pergi selamanya, padahal dia satu-satunya tulang punggung keluarga. Keputusan ini harus diambilnya, bukan karena menyerah namun untuk berjuang demi kehidupan anak-anaknya. Berjuang mengorbankan dirinya atas sebuah rasa kasih sayang kepada anak-anaknya.

Keputusan ini harus diambilnya, meninggalkan ketiga anaknya menjadi jalan yang mesti ditempuh olehnya, termasuk untuk si bungsu yang masih menyusu. Keputusan untuk pergi, menuju laut. Mencari sesuatu untuk menghidupi anak-anaknya. Tapi, bukan dengan berlayar namun mengorbankan jiwa dan raganya kepada laut. Menjadi ikan.

Keputusan ini harus diambilnya, dengan kebulatan tekad atas arahan jalan cinta terhadap anak-anaknya. Menjadi sesuatu yang bukan dirinya, tapi pilihan dirinya demi anak-anaknya. Keadaan tidak akan pernah berubah dengan tangisan dan ratapan, keluarga ini, anak-anak ini punya masa depan. Masa depan yang mereka berhak mendapatkannya, masa depan atas menentukan nasibnya sendiri.

Keputusan ini harus diambinya, bertukar dengan linangan air mata, diperhadapkannya dengan berbagai pilihan, pertimbangan akan kerinduan pada keceriaan bersama anak-anaknya. Tapi mesti ada yang berkorban, dan itu tidak mungkin adalah anaknya. Tubuh ini, yaa..tubuh ini adalah pilihan pasti untuk berkorban, pikirnya.

Keputusan ini harus diambilnya, dengan menitip pesan kepada anak gadis yang nomor dua.

“jagalah adikmu la mbata-mbata ini baik-baik bersama kakakmu la turungkoloe, nak!. Ibu mau pergi, mungkin lama...ke laut. Memastikan bahwa kalian punya kesempatan untuk menentukan masa depan sendiri. Ibu akan sering menengok untuk sementara, adikmu masih disusui oleh ibu.

Jika adikmu menangis ingin disusui, maka bernyanyilah...dan teruslah bernyanyi di pinggir laut, maka ibu akan datang. Ibu datang menengok kalian, menyusu adikmu dan akan pergi lagi disaat fajar. Hingga kalian cukup waktu untuk ditinggal selamanya oleh ibu, karena saat itu kita sudah berbeda alam tapi tidak untuk cinta keluarga ini, tak akan berubah.

Maka saat itu, raihlah masa depan kalian dengan sungguh-sungguh, karena kalian berhak untuk mendapatkan itu jika bekerja keras. Dan, ibu akan memastikan kesempatan itu akan selalu bisa kalian raih. Namun, dalam bentuk kehidupan yang lain, kehidupan pilihan ibu untuk kalian. Kehidupan yang lebih luas, di laut”


mai rangoa, tula-tulana
wa ndiu-ndiu
mai rangoa oo tula-tulana
wa ndiu-ndiu

andiku siy amaniaka kande ikane
rampakana kamisikini
wa ndiu-ndiu
apotiburimu o loluna
wa ndiu-ndiu

wa ina, wa ndiu-ndiu
mai pasusu andiku
andiku lambata-mbata
akaku laturungkoloe

sabangkalana fajara a lingkamo
wa ndiu-ndiu
lausaka pongano yi andala
wa ndiu-ndiu

apembalimo o sarona o ikane
isarongiaka mo o wa ina
wa ndiu-ndiu

wa ina, wa ndiu-ndiu
mai pasusu andiku
andiku lambata-mbata
akaku laturungkoloe

sabangkalana fajara alingkamo
wa ndiu-ndiu
lausaka pongano yi andala
wa ndiu-ndiu

apemambelimo o sarona o ikane
isarongiaka mo o wa ina
wa ndiu-ndiu

mai rangoa, o tula-tulana
wa ndiu-ndiu

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.