Langsung ke konten utama

Cerita Cinta




Sejenak kuberpikir tentang sesuatu, tentang sebuah kata. yang orang kebanyakan bilang itu adalah sebuah akumulasi rasa. apa iya? namun persepsi, anggapan, dan sangkaan dapat muncul dari tiap-tiap individu yang ingin menterjemahkannya. cinta, kata orang semakin ditanya defenisinya maka akan semakin ditanya pula akan sebuah hakekat yang dimengerit oleh individu.


ahh..apalah, setiap orang punya pandangan berbeda dengan itu, dengan cinta. namun ada hal yang saya tidak sepakat dengan pembagian cinta. pernah ada seseorang yang ketika ku tanya apa itu cinta, cinta itu buat siapa? diamenjawab, cintaku sudah kubagi untuk Tuhan, Orang Tuaku, Adikku, Kakakku, sepupu-sepupuku, pacarku. itu devinisinya ketika ditanya tentang cintanya buat siapa. sejenak ini bisa dibenarkan, namun saya punya pendapat lain. bahwa cinta tidak memiliki takaran apapun, dia murni untuk setiap yang akan kita berikan cinta itu.

misalnya tadi, cinta yang dibagi-bagi. pertanyaanya, apakah kita cukup adil untuk membagi cinta itu? saya pikir tidak, cinta untuk setiap yang kita cintai apakah itu, Tuhan, Orang Tua, Adik dan sebaginya. tentunya memiliki satuan cinta yang lain, bukanya sebuah cinta yang kita miliki kemudian kita bagi menurut porsi yang kita anggap adil.

namun, menurut saya. bahwa cinta kepada Tuhan, Cinta Kepada orang tua itu memiliki satuan tersendiri. jadi sebuah cinta yang kita miliki terhadap Tuhan, itu kemudian tidak kita bagi kepada orang tua lagi, namun orang tua memiliki satuan cinta lainnya. apakah salah ketika kita memiliki satuan-satuan cinta yang banyak, kemudian kita membaginya kepada setiap orang yang kita inginkan?

sejenak pernyataan diatas, bukanlah sebuah penggombalan tentang cinta (tergantung setiap yang menafsirkannya), namun pemahaman saya tentang itu adalah begitu. cintaku kepada Tuhanku akan tidak kubagi terhadap orang tuaku, karena mereka punya satuan cinta tersendiri dalam diri saya. begitupun untuk cinta yang lainnya yang kumiliki.

memiliki banyak cinta, bukan seperti orang yang tamak dan seenaknya membagi cinta kepada siapapun. namun dengan banyak cinta mungkin saja, pintu kebahagiaan hidup akan lebih mudah kita membukanya dengan ikhlas.
***
Bagilah cintamu dengan siapapun itu bukan karena engkau kelebihan cinta namun karena cinta adalah hak setiap manusia.



Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...