Langsung ke konten utama

Tengkleng itu Kuliner Solo

Beberapa waktu lalu, saya (tepatnya kami bertiga kawan dosen magang DIKTI, Anhar dan Chyntia) diundang ke acara syukuran sertifikasi dosen jurusan Administrasi FISIP UNS. di acara yang dilaksanakan di salah satu rumah seni bisa juga disebut sanggar (namanya: Wong Kampoeng atau Purwadiningratan house) seorang Dosen FISIP UNS, Prof,H. Andrik Purwasito, DEA. dalam acara makan-makan itu walaupun dengan kondisi yang sederhana namun bagi saya itu cukup mengesankan, betapa tidak lokasi tempat itu menunjukkan sebuah sanggar atau bisa saya sebut sebagai gudang karya dari seorang praktisi politik yang merangkap sebagai seorang seniman.


Awalnya, saya penasaran dengan bentuk Wong Kampoeng ini. dengan kekentalan arsitektur jawa dengan banyaknya ukiran dan beberapa peralatan yang siapapun pasti bisa menebak ini adalah kebudayaan jawa, namun sangat kental dengan kebudayaan Hindu. namun ketika bertemu yang punya rumah seni ini Prof Andrik (sapaan Akrabnya), bahwa kami adalah dosen magang DIKTI dan saat ini ditempatkan di FISIP UNS. Beliau dengan bersahabat langsung menawarkan kami, untuk masuk ke dalam rumah seninya."di dalam ada beberapa karya saya kalau kalian berminat melihatnya", begitu katanya. dengan senang hati tentunya saya masuk kedalam dan teman-teman mengikut juga beberapa dosen ikut masuk.

Dalam galeri Prof.Andrik ini terdapat banyak karya lukisan yang merupakan hasil karya beliau. saya awalnya kurang paham dengan maksud beberapa lukisan, namun menurut mata awam saya tentang lukisan beliau punya karakter sendiri dengan karyanya. mungkin perpaduan antara praktisi politik dan seniman, jadiny seperti ini karya-karyanya, dalamku membatin.



ini bagian depan Wong Kampoeng, terlihat kekentalan akan aksen budaya jawa kan..


ini salah satu hasil lukisan Prof.Andrik







Setelah berkeliling beberapa menit, akhirnya tiba acara syukuran. yang kemudian dibuka oleh ketua jurusan Administrasi pak Is Hadri, sebagai wujud ucapan syukur untuk lulusnya sertifikasi dosen jurusan Administrasi. kemudian sebagai tuan rumah, Prof Andrik menyampaikan ucapan terima kasihnya untuk datang ke Wong Kampoengnya dan mengucapkan selamat kepada dosen yang lulus sertifikasi. selanjutnya ada bingkisan dari jurusan Administrasi yang diberikan ke beliau sebagai ucapan terimakasih. sambutan dan ucapan terimakasih kemudian diakhiri dengan pembacaan doa oleh Bapak Son Haji.

Mungkin saat inilah yang paling ditunggu, MAKAN!, maklum ini sudah menunjukkan waktu makan siang. awalnya saya ditawari makan tengkleng katanya ini khas solo. walaupun sudah 2 bulan lebih di solo, tapi saya belum terlalu bisa beradaptasi dengan makanan disini.beberapa waktu lalu saya sempat kerepotan dengan makan di angkringan kampus, saya makan oseng-oseng tapi setelah makan itu beberapa jam kemudian saya muntah-muntah sampai sedikit lemas. dalam hati, mungkin saya keracunan ya? tapi melihat teman yang sama-sama makan di situ kok tidak apa-apa ya? mungkin dari sayanya yang tidak cocok dengan makanan itu. nah, kembali ke tengkleng tadi. karena was-was tadi kemudian saya cuman berkomentar "iye, pak!. namun dalam hati ada makanan lain, yang itu saja deh. tapi saya dipaksa untuk makan tengkleng itu katanya ini makanan khas solo tidak ada di sulawesi. hmmm....kena lah saya heheh.. ya..sudah saya makan itu saja akhirnya.

Namun sebelum makan tetap saya menanyakan asal muasal makanan ini, namanya tengkleng makanan khas solo. tengkleng ini sepintas menurut saya mirip makanan konro (makanan khas sulawesi) tapi ada yang berbeda dengan tengkleng. tengkleng dibuat dengan bumbu-bumbu khas indonesia tapi yang beda kalau konro itu isinya dari kaki sapi yang dibakar dan biasanya juga iga sapi. tapi ini, tengkleng isinya itu kepala, kaki dan jeroan kembing muda. wahhh....kalau membayangkan kepala ayam (biasanya dijawa menyukai makanan ini), saya merasa mual. jangan-jangan????

Tapi saya enjoy aja, bagaimana mungkin saya menjudge makanan hanya dari luarnya saja. coba saja dalam hati, ternyata rasanya enak juga walaupun perasaan "eneg" tadi masih ada. bagaimana tidak isian tengkeleng yang saya ambil itu adalah kaki dan pipi kambing???...(jangan dibayangkan kambing ini ketika masih hidup, begitu sya dalam hati biar tidak tambah "eneg" heheh). aneh..ternyata enak, saya ,malah sampai tambah sekali walaupun makanan teman (chyntia) saya makan juga, katanya dia tidak biasa makan daging kambing. jadi porsi saya saat itu adalah 3 piring tengkleng (dalam hati, sudah bisa saya jadi orang solo. heheh).


tengkleng!!!

Setelah makan, saya ditanyai bagaimana rasanya? saya langsung bilang, klo 3 piring makannya saya kira tidak perlu dijelaskan rasanya, mereka tertawa. kemudian saya melanjutkan berjalan mengelilingi wong kampoeng ini, saya masih terkesan dengan model sanggar ini. namun ada sesuatu yang lain, ada satu sudut dimana tempat pengobatan katan Prof Andrik, beliau mempraktekkan cara kerjanya dengan tiduran disitu. wah..dalam hati saya mengatakan, gokil juga nih prof heheh.

Namun ada yang berbeda dari semua, ketika Prof.menyuruh Chyntia duduk di semacam tegel namun bermotif sambil menatap sebuah lingkaran di dinding. kata Prof Andrik, beliau bisa meramal. dari ramalan chyntia katanya ibunya menginginkan sesuatu dari chyntia, namun Prof tidak menjelaskan detailnya tapi kayaknya juga chyntia mengiyakan prnyataan prof tadi. saya pun iseng juga, duduk disitu kemudian menatap ke lingkaran didinding kemudian menutup mata, lalu ditanya apa yang dilihat. saya jawab tidak ada hanya berkas putih semacam titik (mungkin pengaruh sinar matahari ya..), namun penjelasan prof, mengatakan "saya orang yang punya banyak mimpi), beliau mengatakan bagus itu, tinggal terus berusaha untuk meraihnya saja.Amin....

Sejak di jawa dan menjadi pserta magang ini, setiap Profesor yang saya temui pasti memiliki penghargaan yang tinggi apalagi terhadap tamunya. berbeda dengan ekspektasi saya tentang profesor, saya mesti belajar dari mereka nih. Prof.Andrik salah satunya, dengan gayanya yang sederhana dengan tampilan yang bersahaja, siap kira ketika dia berada di daerah saya (baubau) ternyata adalah seorang Profesor ?(asumsi saya berangkat dari sebagaian pengalalam dari beberap orang yang meraih gelar akademik master dengan gaya "parlente" menurut saya sih).






Kami banyak berdialog dengan beliau, dan beliaupun dengan bersahabat menjawab pertanyaan-pertanyaan kami. bahkan beliau mengajak Chyntia (chyntia punya keinginan memang untuk belajar melukis sih, namun memanggil kami juga) dan kami tiap minggu untuk belajar melukis di Wong Kampoeng beliau. awalnya saya merasa tidak enak, wah bagaimana mungkin tidak ada bakat melukis trus diajak melukis, namun dengan merendah beliau menasehati kami "datang saja, lukis apa saja rasakan karakter kanfas kalian". sesaat sebelum beranjak pulang, beliau bertaanya bagaiman tengklengnya? saya jawab, enak Prof! kami punya yang serupa di sulawesi namanya Konro rasanya juga tidak kalah enaknya kok. dalam pikiranku, mengakui keberadaan kuliner khas orang lain tapi untuk kuliner sendiri mesti tetap diangkat kan?...



Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.