Aku suka hujan, hujan memberi tak memilih, hujan memberitahu untuk sejenak berhenti, hujan memberi tahu untuk sejenak berpikir bahwa hidup tak jua menjemukkan, hujan memberi kesenangan dan keteduhan disela gersang.
Aku suka hujan, hujan mengatakan dunia indah, hujan mengatakan kebagahagiaan melalui pelangi setelahnya, hujan mengatakan benih untuk bertumbuh, hujan mengatakan inilah jejak para pemenang, hujan menghapus jejak kekalahan keputusasaan dan pesimisme karena hujan adalah lambang harapan-harapan dalam cinta.
Aku suka hujan, yang membuatku merindu, yang membuatku mengingat, yang membukakan hati bahwa dia ada. Aku suka hujan yang memberikanmu ketenangan untuk setiap masalahmu, aku suka hujan.
Aroma pohon, aroma daun, aroma tanah, masing begitu menyengat di hidungku. Berjalam di sisi pohon besar menuju kampus walaupun dengan kondisi masih gerimis. Kehidupan seorang mahasiswa selalunya semuanya dapat dicukupkan, apakah itu banyak ataupun sedikit pasti cukup. Ku tahu hari itu lepas hujan dan tak mungkin mengejar kuliah yang bisa jadi dosennya sudah masuk, namun kutetap berjalan kaki menuju kampus. Aku selalu suka dengan hujan.
Segerombolan orang disisiku mengutuk hujan karena mereka tidak dapat mencari rejeki, setelah kumenoleh kutahu mereka ojek. Memang bagi ojek hujan merupakan kendala paling besar yang mereka hadapi untuk bisa mengisi kantong rejeki mereka. Aku berpikir bahwa bukankah hujan adalah rejeki juga. Namun aku masih selalu suka dengan hujan.
Sekelompok perempuan berjilbab berjalan menyebrang disisi jalan, mengangkat sedikit roknya hingga sepatu dengan kos kakinya kelihatan walaupun ada beberapa yang memakai celana panjang. Terdengar teriakan-teriakan khas yang dilakukan perempuan yang spontan mencoba menghindari genangan air di jalan akibat hujan. Mengingatkanku padanya. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Disisi lain kumasih menjumpai hal serupa, seakan-akan mereka tak pernah menerima kalau hujan mesti turun pada waktu itu. Kenapa tidak nanti saja, kita masih ada pekerjaan jadinya terbengkalai, kita punya cucian yang belum kering, kita masih membutuhkan panas matahari untuk usaha kita. Banyak hal yang kudengar ketika melewati jejeran kios di sisi jalan sebelum kumemasuki jalan kampus. Mengingatkanku padanya, ketika mengata pada hujan, entah dia suka dengan hujan atau tidak. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Beberapa tetes hujan yang mengenai wajahku, dingin basah kurasa. Kupikir awan sedang menggodaku untuk ingatanku tentangnya. Tetap saja kuberjalan di antara titik hukan gerimis yang kadang mencoba menyenggolku. Masih kuat tergengar desir motor dan cipratan air yang terinjak oleh roda motor. Telapak roda mobil malah membuat melodi yang berbeda dari bekas hujan. Mengingatkanku padanya, yang suka memberiku irama kehidupan yang baru. Aku masih suka dengan hujan.
Setibanya sambil menengadahan tangan ke sudut atap gedung yang menjatuhkan beberapa tetes hujan sisa tadi. Membelai lembut telapak tangan, setetes demi setetes berusaha mengucap salam perjumpaan nanti. Seperti membayang segurat senyum yang diciptakannya untukku, kurasa! Ketika kumencoba menggodanya dengan candaanku. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Sebelum kubuka pintu masuk ruangan kelas, kubalikkan badan menyapa hujan. Aku menyukaimu persis ketika kau tak memilih untuk siapa yang akan kau basahi ketika berada dibawahmu. Aku suka hujan, mengingatkanku padanya. Pada memori tentang dia yang telah kurekam dalam memori. Pesanku untuk hujan, jika kau bertemu dengannya disana beritahu bahwa aku masih menyukai hujan, sama seperti aku masih menyukaimu.
Baubau,25-12-1987
Njk!
Aku suka hujan, hujan mengatakan dunia indah, hujan mengatakan kebagahagiaan melalui pelangi setelahnya, hujan mengatakan benih untuk bertumbuh, hujan mengatakan inilah jejak para pemenang, hujan menghapus jejak kekalahan keputusasaan dan pesimisme karena hujan adalah lambang harapan-harapan dalam cinta.
Aku suka hujan, yang membuatku merindu, yang membuatku mengingat, yang membukakan hati bahwa dia ada. Aku suka hujan yang memberikanmu ketenangan untuk setiap masalahmu, aku suka hujan.
Aroma pohon, aroma daun, aroma tanah, masing begitu menyengat di hidungku. Berjalam di sisi pohon besar menuju kampus walaupun dengan kondisi masih gerimis. Kehidupan seorang mahasiswa selalunya semuanya dapat dicukupkan, apakah itu banyak ataupun sedikit pasti cukup. Ku tahu hari itu lepas hujan dan tak mungkin mengejar kuliah yang bisa jadi dosennya sudah masuk, namun kutetap berjalan kaki menuju kampus. Aku selalu suka dengan hujan.
Segerombolan orang disisiku mengutuk hujan karena mereka tidak dapat mencari rejeki, setelah kumenoleh kutahu mereka ojek. Memang bagi ojek hujan merupakan kendala paling besar yang mereka hadapi untuk bisa mengisi kantong rejeki mereka. Aku berpikir bahwa bukankah hujan adalah rejeki juga. Namun aku masih selalu suka dengan hujan.
Sekelompok perempuan berjilbab berjalan menyebrang disisi jalan, mengangkat sedikit roknya hingga sepatu dengan kos kakinya kelihatan walaupun ada beberapa yang memakai celana panjang. Terdengar teriakan-teriakan khas yang dilakukan perempuan yang spontan mencoba menghindari genangan air di jalan akibat hujan. Mengingatkanku padanya. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Disisi lain kumasih menjumpai hal serupa, seakan-akan mereka tak pernah menerima kalau hujan mesti turun pada waktu itu. Kenapa tidak nanti saja, kita masih ada pekerjaan jadinya terbengkalai, kita punya cucian yang belum kering, kita masih membutuhkan panas matahari untuk usaha kita. Banyak hal yang kudengar ketika melewati jejeran kios di sisi jalan sebelum kumemasuki jalan kampus. Mengingatkanku padanya, ketika mengata pada hujan, entah dia suka dengan hujan atau tidak. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Beberapa tetes hujan yang mengenai wajahku, dingin basah kurasa. Kupikir awan sedang menggodaku untuk ingatanku tentangnya. Tetap saja kuberjalan di antara titik hukan gerimis yang kadang mencoba menyenggolku. Masih kuat tergengar desir motor dan cipratan air yang terinjak oleh roda motor. Telapak roda mobil malah membuat melodi yang berbeda dari bekas hujan. Mengingatkanku padanya, yang suka memberiku irama kehidupan yang baru. Aku masih suka dengan hujan.
Setibanya sambil menengadahan tangan ke sudut atap gedung yang menjatuhkan beberapa tetes hujan sisa tadi. Membelai lembut telapak tangan, setetes demi setetes berusaha mengucap salam perjumpaan nanti. Seperti membayang segurat senyum yang diciptakannya untukku, kurasa! Ketika kumencoba menggodanya dengan candaanku. Aku masih selalu suka dengan hujan.
Sebelum kubuka pintu masuk ruangan kelas, kubalikkan badan menyapa hujan. Aku menyukaimu persis ketika kau tak memilih untuk siapa yang akan kau basahi ketika berada dibawahmu. Aku suka hujan, mengingatkanku padanya. Pada memori tentang dia yang telah kurekam dalam memori. Pesanku untuk hujan, jika kau bertemu dengannya disana beritahu bahwa aku masih menyukai hujan, sama seperti aku masih menyukaimu.
Baubau,25-12-1987
Njk!
Komentar