Langsung ke konten utama

Ruang Kosong Dalam Kreativitas Menulis

Sekiranya sekarang apa yang menjadi niatan saya untuk terus menelurkan tulisan untuk mengisi ruang-ruang postingan dalam blog saya ini mungkin sekarang blog ini dipenuhi oleh beberapa tulisan saya. walaupun memang untuk dari segi kualitas tulisan masih perlu banyak perbaikan dari beberapa segi misalnya saja dari segi konten, konteks, komunitas dan audiens. namun inilah yang menjadi masalah saya beberapa waktu lalu saya kemudian jarang memposting tulisan lagi di blog ini.
Di sisi lain memang ada kesibukan saya sendiri mulai dari persiapan ini itu dan beberapa agenda organisasi ini itu, tapi itu bisa jadi sebuah alasan yang baik untuk tidak menulis namun dari senior saya yang sering menuliskan kisah-kisahnya dalam aktivitas kesehariannya kemudian mampu memberikan semangat untuk terus menulis. akhirnya saya sendiri berpikir ketika kita hanya kemudian terkungkung dalam teori-teori yang ada mana mungkin kita dapat memulai. tapi bukan berarti kemudian saya menyangkal dengan adanya teori tapi tidak semua mesti di teorikan kan.
Seperti misalnya ketika kita hendak memasak namun teori ini itu dan sana maka kapan kita akan memulai memasaknya, ini yang pernah saya diskusikan dengan beberapa teman tentang penggunaan teori yang secara kaku. dalam teori psikologi bahasa katanya terkadang bahasa tidak dapat menggambarkan sepenuhnya sebuah realitas atau yang pernah dikatakan volosinov bahwa kesadaran dan realitas itu sejalan dan tidak terpisah seperti yang dikatakan para penganut marxian. seperti halnya bahasa, kesadaran dan realitas.
sekali lagi ketika saya berbicara tentang jangan terlalu terpaku pada sebuah teori tapi teori tetap perlu digunakan sebagai tinjauan analisis. lalu apa yang membuat saya kurang dalam membentuk kata-kata seakan-akan ada sebuah ruang yang kosong dalam kreativitas. mungkin ini bisa kita diskusikan lebih lanjut antara ruang kosong dalam Teori dan Asumsi terutama dalam meningkatkan kreativitas menulis. sya kira kebiasaan ini masih dianggap hal yang berat dalam dunia kemahasiswaan ketimbang dunia pop.

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.