Langsung ke konten utama

JALAN KAKI



Hampir selama saya kuliah sejak 2006 lalu, perjalanan ke kampus selalu dilakukan dengan berjalan kaki, walaupun terkadang ada bisikan dalam hati ini kok, jalan kaki terus selama kuliah kayaknya tidak ada perkembangan yang cukup berarti dalam kuliah. Ada sih terkadang niatan untuk membawa kendaraan bermotor dari kampung halaman ataupun ada keinginan untuk membeli sebuah sepeda namun apa daya beasiswa yang selalu diniatkan untuk itu malah terkadang lebih banyak terposkan untuk membeli buku-buku bacaan, meminta kiriman kepada orang tua dikampung juga tidak mungkin dilakukan. ah….tapi tidak apalah karena toh sehatkan jika kita sering berjalan kaki, setidaknya dengan alasan olahraga ataupun mencegah osteoporosis dini seperti kata iklan-iklan televisi ketika dipertanyakan oleh teman-teman kenapa masih saja terus berjalan kaki.
Sebenarnya sih jalan kaki selain dapat membuat kita sehat ternyata bisa mengirit beberapa uang saku selama sebulan dari kiriman orang tua di kampung. Maklum lah anak kost-kostan yang mungkin segala mesti dicukup-cukupkan, mau bagaimana lagi?. Tapi selama ini semua itu bisa kok saya jalani dengan senang hati setidaknya ada cerita yang mungkin bisa dijadikan contoh “patriotisme” seorang mahasiswa dalam menempuh kuliahnya dengan berjalan kaki untuk para anak cucu kita, hehe….terkesan lucu memang dan seakan ingin pengakuan diri tapi biarlah diri ini menghibur diri ini sejenak. Malalui jalan kaki banyak sih yang akan saya ceritakan kisah suka dukanya walaupun menurut saya lebih banyak sukanya sih, toh kan sudah kebiasaan akan menjadi kewajaran kan. Sama seperti ungkapan yang sering mungkin kita dengar yang mengatakan bahwa kebohongan yang selalu di ulang-ulang diucapkan dapat menjadi sebuah kebenaran pada saat itu.
Tapi jujur selama menjalani lakon sebagai seorang pejalan kaki banyak yang dapat saya menjadikan sebuah hikmah dalam hidup, ya….secara makro mungkin saya dapat membatu mengurangi emisi gas karbon dioksida hasil pembakaran kendaraan bermotor, melakukan penghematan BBM, dan mendukung program pemerintah dalam hal “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat”, secara tidak langsung saya mendukung dengan tindakan pencegahan global warming maupun akibatnya yakni pemanasan global tentunya. Wah….perlu nih diperhatikan oleh pemerintah sebagai salah satu penerima penghargaan “kalpataru”, he…..
Jalan kaki yang saya lakukan memang tidak sendiri terkadang dengan teman-teman lainnya yang kebetulan kami tinggal indekostan berdekatan di sekitar radius 2 KM dari kampus, namun dinamika perjalanan kita terkadang terjadi dialektika yang saling mempertanyakan kenapa kita mesti berjalan kaki di tengah mahasiswa lainnya yang dengan asyiknya berkendaraan yang seakan tidak memperdulikan kita yang sedang berjalan kaki di pinggiran jalan, walaupun memang terkadang ada teman-teman yang berhenti untuk kemudian memberikan tumpangan masuk kedalam kampus dan hati ini hanya bisa berdengus syukur setidaknya tidak keringatan lagi ketika masuk kuliah, ya begitulah suka duka dalam melakukan ritual berjalan kaki pergi ke kampus walaupun pada saat itu waktu kuliah sudah hampir mulai ataupun hampir terlambat masuk ujian apalagi hujan yang hanya gerimis malu malu tetap diterobos dengan berjalan kaki, yang walaupun akhirnya setibanya di kampus bagaikan orang yang habis diguyur hujan lebat di jalan.
Tapi ketika berbicara tentang pengalaman dan “up date” informasi kampus bisa di pastikan kelompok pejalan kakilah yang paling cepat, bagaimana tidak ketika melintas di pintu satu kampus yang disitu ditempatkan spanduk center jadinya pastilah terlihat dengan jelas dibandingkan dengan para pengendara yang mungkin focus dengan perjalanannya sehingga mengabaikan spanduk informasi tersebut. Tapi ada hal yang sering saya lakukan yakni sebelum masuk kampus dalam perjalanan saya selalu sempatkan untuk singgah dan membaca headine Koran local maupun nasional di pinggir jalan yang menjajakan Koran, setidaknya walaupun kita tidak punya televisi di kamar kost tapi kita dapat mengetahui beberapa berita hangat hari itu. Dan ini sangat berguna loh ketika ada diskusi bersama teman-teman tentang masalah terbaru setidaknya dapat kita sedikit memberikan komentar tentang itu, hitung-hitung ada anggapan dari teman teman bahwa up date juga nih orang, he,,,he,,, agak narsis dan butuh perhatian gitu saya ya? Tapi tidak apalah sekali-kali…..
Memang berjalan kaki sering saya lakukan sendiri dan bersama teman-teman lainya yang sangat mencintai rutinitas ini. seringkali dengan berjalan kaki kita dapat melakukan diskusi berjalan, mengomentari orang-orang lewat, ataupun yang sedikit keren tentang kemahasiswaan hingga intrik politik para elit local maupun nasional he…. Tapi enak loh berjalan kaki mulai dari untuk kesehatan, up date informasi, maupun diskusi berjalan sampai melihat pemandangan yang sejuk dan “indah-indah” artinya bahwa jejeran para dua insan yang dimabuk cinta di pinggiran danau yang dapat diakses oleh mata ini, ya ampun……ini serius loh pemandangan ini sering terjadi mulai dari yang biasa-biasa hingga yang luar biasa ataupun diluar dari kebiasaan, tapi janganlah kita bawa pikiran ini pada hal-hal negative lainnya ini hanyalah pengalaman saja pada waktu melintas di situ namun tidak sering juga loh. Ah sudahlah itu kan cuman kesalahan pandangan yang mengenakkan sejenak he..he…
Tapi saya tetap bersyukur kok masih bisa berjalan kaki karena bagaimana dengan mereka yang tidak dapat berjalan? Masih mending karena jalan yang kita lalui cukup representatiflah untuk berjalan kaki ketimbang ada yang untuk bersekolah harus melewati beberapa gunung ataupun sungai. Semoga hati ini tetap ikhlas dan mengambil hikmah dari ini semua, seperti apa yang dikatakan Rasulullah SAW bahwa hanya orang pernah sakit yang dapat mengerti betullah bagaimana nikmatnya kesehatan, begitu pula hanya orang yang pernah berjalan kakilah yang akan tahu betul bagaimana nikmatnya berkendara, aminnnn…semoga Allah SWT senantiasa menjaga hati ini untuk selalu bersyukur atas nikmatNya kepada hamba yang kecil ini.

Makassar, 08/02/2010

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...