Langsung ke konten utama

Bohong –Bohongan



Pada suatu masa pernahkah kita beranggapan bahwa apa yang kita lakukan dengan sedikit kebohongan pada masa itu akan mengundang kebohongan-kebohongan lainnya di kemudian hari, bahkan mungkin akan semakin menjadi sebuah kebohongan yang besar. Yang kemudian mencapai titik kumulatif dalam sebuah kebiasaan bohong yang akut atau istilahnya professional di bidang itu?, seakan-akan kita tidak akan pernah diketahui dengan kebohongan kita tersebut karena sudah mengetahui efek psikologis kebohongan tersebut ataupun trik-trik khusus tentang kebohongan itu..
Kebohongan boleh jadi adalah sebuah ketakutan atau pengalihan issue tentang diri atas apa yang dilakukan diri ini. contohnya saja ketika kita melakukan sesuatu terhadap barang milik orang lain, kepala kita langsung berputar kesana kemari mencari alasan untuk kemudian tidak disalahkan dalam kejadian tersebut. Malah bukannya mencari cara untuk meminta maaf secara santun agar dia bisa menerimanya ataupun mengganti barang tersebut jika itu memang telah kita rusakkan. Kita pun terkadang terjebak pada pilihan yang pertama tersebut.
Bohong seakan menjadi alat pembenar atas apa yang kita lakukan, yang kemudian menjadi alasan bohong sehingga kita terlihat patut untuk dimaklumi dengan kondisi kita. Upaya instropeksi diri hanya menjadi alasan-alasan kosong belaka ketika kemudian kita diperhadapkan dengan kebohongan yang ketahuan tersebut. Bukankan kita adalah mahluk yang mampu berpikir, atau kita adalah manusia beragama namun untuk sisi ini terkadang kita hanya takut anggapan “citra” kita didepan orang lain menjadi luntur atau berkurang akibat kepolosan atau jujur yang kita lakukan ketimbang kepada Allah SWT, begitu mungkin kira-kira. Kondisi yang berbeda ketika ini berhadapan dengan orang yang kita “sukai” atau kekasih kita, bohong seakan menjadi suatu hal yang lumrah agar semuanya berjalan baik-baik saja walaupun di belakang ternyata semua ini tidak sedang baik-baik saja. Kita seakan takut untuk berkata jujur di depan sang kekasih karena tidak ingin semua terlihat seperti yang kita takuti dengan keadaan hubungan kita nantinya. Atau memang sebuah cinta dibangun diatas sebuah pondasi kebohongan? Atau kemudian cinta menjadikan kebohongan itu legal di mata sang kekasih? Atau kebohongan dan cinta itu berbeda? mungkinkah itu.



Seperti apa yang dikemukakan wartawan senior Indonesia Muchtar Lubis bahwa salah satu ciri manusia Indonesia adalah hipokrit (pembohong), kita pun terjebak dalam ciri ini dengan melakukan kebohongan-kebohongan untuk kemudian terus terlihat “baik-baik’ saja di depan orang. Tanpa kemudian memiliki sebuah rasa yang menjadikan kita akan berkata jujur walaupun itu akan menyakitkan kita ketimbang penyakit yang kita terus simpan dalam kantung kebohongan. Meminta maaf adalah kata terberat dan tersusah yang dapat keluar dari mulut-mulut kita. Fenomena korupsi hingga penyebarluasan aib seseorang di internet yang kemudian beramai-ramai kita pun mengutuknya menjadi sebuah dosa sosial yang kemudian tanpa mampu kita jadikan cerminan bagi kita. Apalah jadinya ketika kebohongan menjadi lumrah yang kemudian seperti kata Hitler kebohongan yang terus diulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran. Seandainya dalam sehari saja kemudian kita berpikir untuk mengontrol agar tidak berbohong apa yang kita akan dapatkan dan seberapa besar implikasinya bagi kita dan orang-orang disekeliling kita? Mampukah kita untuk itu, mari mencoba bersama, sehari tanpa kebohongan.....!

Makassar Pagi, 14 Juni 2010

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.