Langsung ke konten utama

Rez_Publica 06 dalam Cermin……….!


(…jaya…)

Hari ini ada suatu hal yang terasa berbeda dalam percakapan maupun diskusi-diskusi kecil teman seangkatan saya Rez_Publica 06. sebuah nama yang menjadi nama angkatan kami sewaktu pertama kali memasuki perguruan tinggi yang cukup mencolok kalau dilihat dari warna kebesarannya ini “merah” dan cukup jantan dengan sosok “ayam jagonya”. Entah kenapa hari ini dan mungkin semenjak semester awal lalu (berhubung kini mulai memasuki semester akhir 09/10). Tema pembicaraan kita yang semula mengenai judul skripsi, kemudian masuk pada pembimbing yang bisa memungkinkan kita untuk cepat selesai dan pembimbing yang “cukup” menguras, hingga kapan buat proposal, kapan seminar proposal, hingga metodologi yang akan dipakai dalam penelitian nantinya, tema-tema semacam ini kedengaran tidak jauh dari tema pembicaraan ketika bertemu di kampus.
Lalu apanya yang beda? Jelas beda, ada sebuah fase yang telah kita lewati bersama untuk memasuki fase ini, atau biasanya yang disebut dengan fase akhir dari studi tingkat sarjana seorang mahasiswa. Namun nama dan semangat angkatan tadi mengikut pula dalam fase tadi? semoga saja tidak!, fase tadi hanya menjadi anakan dari fase-fase dari sebuah nama Rez_Publica tadi, dan masih panjang kemudian fase nama dan semangat dari nama ini untuk kita jalani bersama nantinya, semoga saja ya! dan saya sangat mendukung ini agar sebuah nama dan semangat ini tidak mencapai pada suatu titik kejenuhan dan habislah kemudian, tapi dia akan abadi seperti para mumi di mesir atau candi borobudur walaupun tak bernyawa tapi dia terwujud dalam naskah sejarah dalam kerikil keabadian sebagai warisan anak cucu kita.
Kembali pada topik pembicaraan tadi, tahun ini boleh dibilang teman seangkatan saya di Ilmu pemerintahan angkatan 2006 dan tentunya juga saya, sebagai suatu tahap akhir dari masa studinya, boleh dibilang sih sebagian besar angkatan saya mata kuliah untuk semester akhir ini tinggal itu yakni ”skripsi”. Dari beberapa orang mengatakan bahwa inilah fase tersulit dari sebuah perjalanan studi sebagai seorang mahasiswa yakni penyusunan skripsi. Momok ini terus saja diwariskan dari tahun ketahun bahwa skripsi itu bagai sebuah pengalaman yang menyeramkan tapi dengan begitu gelar kesarjanaan dapat diraih tentunya. Apakah seperti itu? Inilah yang menjadi topik pembicaraan dari teman-teman saya dalam beberapa waktu ini, paling yang lainnya hanya menyangkut nilai atau beberapa pengalaman sewaktu studi banding di Jakarta beberapa waktu lalu itu, tapi tidak sehangat dan seseru pembicaraan mengenai ”skripsi” ini. Ibaratnya pembicaraan ini sehangat perkara kasus bank century ketimbang pembicaraan mengenai wakil menteri kabinet Indonesia Bersatu II.
Sebelum kita beranjak ke persoalan skripsi tentunya kita melewati dahulu proses pengusulan proposal penelitian hingga seminar proposal. Teman-teman angkatan saya dan saya juga hingga sebulan ini sibuk mengurusi pembuatan pengusulan proposal ini hingga kesibukan cari tanda tangan, dan ada sih beberapa dalam waktu dekat ini akan melakukan seminar proposal, ya! setidaknya dia masuk pada satu tangga menggapai fase terakhir dari gelar kemahasiswaannya untuk diganti menjadi gelar kesarjanaan. Beberapa teman beranggapan sedikit sulit untuk terus-terusan memikirkan ini ada rasa ”dumba-dumba” untuk melewati ini. Lucu juga sih, tapi sebenarnya saya juga merasakan hal serupa dan terus-terusan dibayangi untuk mengejar ini ”Seminar Proposal” tapi insaya allah dalam beberapa hari ini akan kuwujudkan itu walaupun ”dumba-dumba” akan kuterobos saja, apa boleh buatkan mau sarjana kan/???.
Itulah tadi beberapa kerangka persoalan *(agar terlihat seperti ilmiah saja tulisan ini kan) pembicaraan kami. Namun apa yang menjadi hal yang sebenarnya saya ingin angkat dalam tulisan ini adalah Rez_Publica 06 dan masa depannya, sehingga kenapa saya tegaskan tulisan ini dengan ”cermin”, saya cuman ingin lihat apakah dibalik cermin atau masa depan nama dan semangat ini akan abadi atau dia akan mengikut sebagai atribut individual saya dan teman-teman saya, yang ketika menyelesaikan studi akan kami bawa selesai juga dan hanya sampai disini?, sehingga ketika disebut Rez_Publica 06 hanya teringat ketika itulah masa mahasiswa saya dulu? Bukan sebagai semangat kebersamaan dan persaudaraan (walaupun ada sih beberapa pasang yang Insya Allah lebih dari itu) yang akan abadi dan terus saling mengingatkan seperti semangat arti kata ini yakni ”Kepentingan bersama, Kebersamaan”.
Tapi ini hanyalah hayalan saya saja mungkin yang makin merasa kebersamaan ini sedikit tersisih dengan kesibukan penyusunan proposal. Dan semoga ini tidak seperti asumsi diatas bahwa dia akan tergerus oleh keadaan kami yang mulai sibuk dengan persoalannya masing-masing. Semoga saja itu hanyalah salah satu fase ”rehat” sejenak untuk kemudian bersama lagi dalam kebersamaan, bercanda, tersenyum, kompakan, maccalanya, diskusi gilanya, hingga kehobohan lainnya yang akan terus dan terus dan terus dan terus terpelihara walaupun bumi, langit, dan air sang Khalik pemilik seluruh yang ada di bumi dan langit ini memisahkan, tapi semangat ini akan seperti ini seperti awal kali dicetuskannya nama ini 11 November 2006, Rez_Publica 06!!!!!!!!.

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.