Langsung ke konten utama

Dosen, Menulis dan Saya.

Menulis itu serupa mengumpulkan gagasan-gagasan lalu membekukannya dalam kata-kata. Melalui tulisan juga, gagasan dipelihara dan disebarluaskan. Menjadi dosen atau pengajar memiliki visi mulia untuk menyebarluaskan ilmu pengetahuan, gagasan dan sekaligus membentuk karakter.

Dalam dunia akademik, menulis tentu bukan hal tabu. Seorang dosen harus kemampuan mentransfer pengetahuan (transfer of knowledge), melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Untuk dua point terakhir, tentu harus ditunjang dengan kemampuan menulis. Semudah itukah?

Kemampuan menulis oleh seorang dosen bukannya saja karena terdapat syarat administratif dalam profesi dosen untuk itu, namun melalui kegiatan menulis boleh jadi ada hal-hal yang bisa disampaikan ketika belum sempat dijelaskan dalam kelas.

Saya tengah memikirkan tentang proses ini, menulis. Ketika meniatkan diri menjadi salah satu bagian dalam dunia akademisi, sebagai dosen. Saya harus menjalankan tugas tri darma dengan baik. Disamping terus meningkatkan kemampuan mengajar dengan terus memperbaharui bacaan, teori dan informasi. Namun saya juga perlu mengasah kemampuan menulis, karena tidak semua gagasan dapat disampaikan dalam ceramah kuliah. Dengan tulisan gagasan dirapikan dan disebarluaskan.

Saat ini saya terus belajar tentang menulis, baik melalui ikut kuliah menulis daring, memperbaharui bacaan tentang menulis, memperbaiki blog, membuat komunitas menulis dan terus berlatih melalui menulis. Tapi pada akhirnya saya menyadari bahwa menulis itu semacam pembiasaan, untuk memiliki kemampuan menulis jalan terbaik adalah menulis, tuliskan apa saja, tentang apa saja.

Apa yang harus saya lakukan selanjutnya?. Saya mendapat inspirasi dari teman dosen tentang ini, pak taufan. Dia mengatakan bahwa ada 4 keterampilan yang dimiliki seseorang, begitu juga bagi penulis. Kemampuan itu yakni berbicara, membaca, menyimak dan menulis. Tentunya, empat kemampuan ini tidak bisa datang dengan sendirinya. Ini tentang membangun mood booster, atau membangun situasi yang kondusif untuk terus memupuk kemampuan menulis.

Nah, karena itu saya ingin menambah indikator untuk membentuk karakter menulis, belajar dari teman dosen. Dalam menulis, kendala yang seringkali dihadapi adalah saat dimana gagasan terperangkap dalam pikiran, tidak mampu tertuang dalam tulisan. Dengan menuliskan berbagai hal inspiratif ketika berinteraksi dengan dosen lainnya bisa jadi sarana menemu gagasan untuk tulisan.

Salah satunya apa yang tengah saya tuliskan ini. Dan saya hanya mencoba menjadi dosen yang menjalankan tugasnya melalui belajar menulis, salah satunya.

#RoenaBuriya
#freewriting
#baubau
#22.52wita

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.