Seringkali hal-hal kecil mampu memberi dorongan besar dalam diri untuk berubah, namun tidak jarang pula karena hal-hal kecil membuat diri menjadi pesimistis untuk melakukan sesuatu. Kita kemudian membuat batasan-batasan diri sendiri, atas sesuatu yang sebenarnya belum tentu seperti apa yang kita bayangkan. Ketakutan/ kekhawatiran pada akhirnya lebih besar daripada masalah itu sendiri.
Saya Menemu seseorang, Harjuna namanya penyandang Tuna Netra. Ia memiliki tekad untuk berkuliah di Universitas Muhammadiyah Buton di tengah keterbatasannya, ia memberi contoh orang-orang yang mengalahkan keterbatasannya, ia melampaui dirinya. Apa saja inspirasi yang bisa diserap dari nya?
Saya Menemu seseorang, Harjuna namanya penyandang Tuna Netra. Ia memiliki tekad untuk berkuliah di Universitas Muhammadiyah Buton di tengah keterbatasannya, ia memberi contoh orang-orang yang mengalahkan keterbatasannya, ia melampaui dirinya. Apa saja inspirasi yang bisa diserap dari nya?
Stuart B. Johnson menuliskan pesan motivasi, bahwa urusan kita dalam kehidupan bukanlah untuk melampaui orang lain, tetapi
untuk melampaui diri sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, dan
untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini.
Kaum difabel atau mereka yang memiliki keterbatasan tertentu, tidak
jarang dipandang adalah orang-orang yang lemah dan tidak mampu melakukan
apa-apa selain menerima keterbatasannya, serta menunggu orang-orang
normal untuk membantunya. Namun, kenyataan mengungkapkan hal lain.
Banyak dari para kaum difabel ini, malah mampu melampaui batas dirinya
dan menjadi inspirasi bagi orang lain.
Tulisan ini tentang catatan sepanjang melayani mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Buton tahun 2016 melakukan registrasi on-line. Salah satu moment yang memberi pelajaran berharga adalah bertemunya kami dengan mahasiswa baru yang memiliki keterbatasan fisik yakni tuna netra. Bukan apa-apa, dalam pikiran saya bukan karena ia terbatas dalam penglihatan saja namun bagaimana menyesuaikan diri dalam proses pembelajaran. Dalam sesi tanya-tanya saya kepada yang bersangkutan, pertanyaan-pertayaan saya dijawabnya dengan santai, batasan baginya serupa batu loncatan (miles stone) untuk impiannya.
Ini si Harjuna |
Namanya Harjuna, pria kelahiran Desa Rantahari Kabupaten Bombana Tanggal 15 Juli 1999, penyandang tuna runggu. Ia lulusan SMA Luar Biasa Tat Twam Asi Kota Baubau, katanya arti kata Tat Twam Asi adalah Aku adalah Engkau, Engkau adalah Aku. Inilah yang mendasari impian dia untuk menjadi guru di SLB dimana ia di didik. Bimbingan Konseling adalah program studi yang dipilihnya, ketika saya tanya alasannya ia hanya tersenyum dan bilang biar bisa jadi guru. Dalam benak saya, ia ingin menjadi inspirasi bagi teman-temannya di SLB.
Ia menjelaskan tentang keinginannya untuk berkuliah adalah panggilan diri, sekalipun orang-orang disekitarnya termasuk keluarganya di kampung tidak begitu mendukung keputusannya. Katanya, Ia hanya ingin membuktikan bahwa kondisinya yang terbatas, bukan berarti ia tak bisa memberi arti. Harjuna ingin membuktikan bahwa ia bisa seperti orang normal kebanyakan. Pendidikan adalah jalur yang dipilihnya untuk menembus dinding pesimisme yang dibangun orang sekitar tentangnya.
Pelajaran berharga lainnya dari harjuna adalah cara ia untuk berkuliah. Melalui kemampuannya untuk menawarkan jasa urut kepada orang-orang, ia mencoba untuk menjadikannya sebagai salah satu sumber rejeki untuk menunjang kuliahnya. Selain itu, ia juga mampu bermain instrumen musik namun ini tidak terlalu potensial seperti halnya jasa urut, katanya. Saya cuman bisa menambahkan bahwa, rejekinya orang mencari pendidikan itu akan ada saja, sumbernya tidak terduga, asal yakin.
Setelah membantu mengisi registrasi on-line, yang disambi cerita-cerita tentang motivasinya dalam menempuh pendidikan sarjana dalam keterbatasan penglihatannya. Ada nilai yang secara tidak langsung harjuna ajarkan pada saya, bahwa dalam hidup kita menetapkan tujuan kita bukan atas kemampuan kita melampaui orang lain, melainkan melampaui batasan diri sendiri. Ia menjadi orang yang mampu mengalahkan keterbatasan dirinya sendiri.
Stephen Hawking |
Saya kemudian mengingat sosok Stephen Hawking, ia salah satu ilmuan paling terkenal di dunia. Dengan Teori Bigbangnya atau Teori lubang hitam yang ditempatkan sejajar dengan teori relativitas Einstein dan teori evolusi dari Darwin. Hawking melampaui dirinya disaat menciptakan karya-karya pengetahuan terpenting sepanjang sejarah peradaban di saat dirinya terkena sklerosis lateral amiotrofik
(ALS). Penyakit yang membuatnya lumpuh dan harus mengandalkan kursi
roda untuk aktivitasnya tersebut,ternyata tak menghalanginya untuk terus
berkarya. Meski untuk menulis ia harus dibantu voice synthesizer yang terhubung pada sebuah komputer.
Ada pula orang Indonesia, namanya Sabar Gorky. Saya mengenalnya sebagai seorang tuna daksa yang mampu menaklukkan salah satu puncak tertinggi dunia, Puncak Elbrus. Dalam keterbatasan fisik yang dimilikinya, Sabar Gorky mampu membuktikan bahwa batas-batas diri diciptakan oleh orang-orang yang kalah bukan orang-orang yang terbatas fisiknya. menurut saya, ini soal mindset (cara pikir) kita.
Kembali ke Harjuna, disaat masih banya mahasiswa yang mengeluhkan banyak hal termasuk kami. Harjuna memberi cubitan kecil kesadaran diri kita bahwa apa-apa yang menyangkut pencapain maksimal dalam hidup adalah soal bagaimana dan seperti apa kita menempatkan pikiran kita atau membangun mindset kita terhadap sesuatu. Jika kita berpikir bisa, maka apa lagi yang membuat kita tidak bisa melakukannya.
Harjuna, mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Buton memberikan cerminan langsung tentang bagaimana mengalahkan keterbatasan diri, tentang bagaimana melampaui batas, tentang bagaimana mensyukuri keadaan kita saat ini.
Harjuan, semoga ia bisa menjalani kuliahnya dengan baik. Harapan yang dibangunnya bisa menjadi kenyataan. Ia menjadi pijar bagi siapa saja.
Komentar