Langsung ke konten utama

Pelajaran dari Promosi Doktor



Dari raut wajahnya terlihat sebuah kecemasan, mungkin ini bagian dari penentuan bagi sebuah pencapaian gelar akademik strata 3 alias doktor. Bagi saya ini pencapaian prestisius, mendapat gelar doktor bukan saja berimbas pada sebuah kebanggaan namun juga pada sebuah tanggungjawab yang besar. Makanya saya mengatakannya sebagai pencapaian prestisius, karena siapapun yang memiliki itu tentu punya pertimbangan matang bahwa dia kelak bisa mempertanggungjawab apa yang dimilikinya itu.

Namun mengikuti rangkaian sidang terbuka terbatas program doktor ini memberikan banyak pelajaran berharga, walaupun disatu sisi bahwa saya tidak satu program dengan beliau yang sedang ujian sekarang. Saya pun mengenal beliau dari teman juga, tidak terlalu akrab juga namun mungkin karena dari indonesia timur alias perantauan, bisa membuat semuanya lebih dekat.

Ada sebuah pelajaran berharga dari mengikuti ujian ini, bukan saja bahwa ini bisa menjadi pemacu kita untuk bisa seperti itu, atau kita juga bisa segera menyelesaikan jenjang kuliah untuk kemudian melanjutkan seperti yang beliau saat ini jalani. Namun sesuatu yang lain, bahwa ilmu itu sangat luas, bahkan akan sangat luas. Ketika kita mulai menelusurinya satu demi satu, atau mendalaminya pada satu hal saja. (Subhanallah).

Lalu apa pelajaran itu? sebelumnya, saya selalu beranggapan bahwa apa yang saya tahu itu telah cukup banyak. Membaca buku, diskusi, artikel, koran, mengupdate informasi di internet itu sudah menjadi tabungan yang banyak. Namun itu semua terbongkar dari apa yang saya alami hari ini. ketika bahasan dari disertasi ini yang membahas mengenai “membaca pemahaman” saja, sudah memiliki implikasi, teori, aplikasi, bahkan model yang dalam telinga dan pemahaman saya masih sangat asing.

Ilmu tidak seperti apa yang kita lihat, begitu luas begitu banyak yang masih belum saya mengetahuinya. Seperti layaknya kata orang-orang, seperi meminum air laut semakin diminum malah akan semakin haus. Hanya karena persoalan “membaca pemahaman” itu saja sudah membuat pertanyaan dari penguji yang berjumlah 8 orang guru besar itu, bukan saja banyak namun kritis tapi dalam pikiran saya, itu ada ilmunya juga ya?

Sesuatu yang dahulu saya menerimanya bahwa seperti itulah adanya, malah hari ini ditunjukkan bahwa itu semua ada ilmunya. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah Swt, bahwa kau tidak akan mampu menghitung nikmat-Ku sekalipun samudera menjadi tinta dan semua ranting yang ada sebagai penanya. (subhanallah).

Hal-hal sederhana yang kita anggap sepele namun memiliki implikasi yang sangat besar. Bahkan ketika pertanyaan-pertanyaan itu tertuju pada calon doktor yang sedang diuji ini membuatnya terdiam, linglung mau menjawab apa, bahkan kadang-kadang hanya mengulang-ngulang kata-katanya. Semakin di gali teorinya malah saya semakin ikut-ikutan bingung, apa itu juga ada ilmunya ya?
Setidaknya hari ini saya belajar banyak, dengan sidang promosi doktor ini. sekalipun beberapa hal masih menjadi pertanyaan dibenak saya. Serangkaian teori yang mewujud dalam pertanyaan itu, yang dalam pengamatan saya membuat calon doktor itu bingung dengan apa yang sedang dibuatnya, mungkin karena gugup atau ada alasan lain. Ilmu itu begitu luasnya, lalu bagaimana dengan yang memiliki ilmu itu?.

Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing, kepintarannya masing-masing, pengetahuannya masing-masing, dan tentunya kita harus menghargai itu. bukan berarti kita tahu sesuatu hal yang orang lain  belum mengetahuinya lalu kita mengatakannya bodoh, atau ngotot dalam pikirannya yang menurut kita salah. Tapi bisa saja orang lain itu memang betul-betul belum tahu hal tersebut. Kita harus lebih bijaksana menghadapi ini, seperti yang Rasulullah ajarkan kan?.

Ada lagi, bahwa apapun yang kita tahu itu, yang mana menurut kita itu telah banyak dan cukup mendalam bisa jadi ada sesuatu yang belum kita ketahui, maka janganlah sombong dahulu. Tidak percaya? Cobalah sekarang tanya diri sendiri, sadarkah kita ada jari kelingking di kaki kita saat ini? lalu berapa kali dalam sehari kita menyadari bahwa kita memiliki jari kelingking di kaki kita tersebut? Itu masih contoh yang besar, dalam artian masih bisa dirasakan, lalu bagaimana dengan tahi lalat di tubuh kita? Sadarkah kita?

Saya jadi teringat dengan salah satu adegan di film Habibie dan Ainun (maklum saya senang dengan film ini). ketika Ainun sedang dipersiapkan untuk masuk dalam ruang operasi, lalu karena panik Habibie berspekulasi tentang resiko operasi, bagaimana sakitnya operasi, macam-macam. Lalu Ainun menjawab, kamu tidak usah sok tahu saya yang dokter, kamu tukang pesawat jadi saya lebih tahu operasi bagaimana. Tapi sebaliknya ketika mainan pesawat anak mereka rusak dan meminta kepada Ainun memperbaikinya, namun Habibie langsung merebutnya, dan berucap saya yang tukang pesawat, kamu yang dokter, jangan sok tahu. Anggun bukan? Mengutarakan sebuah perbedaan kemampuan dengan candaan.

Namun pertanyaannya, ketika apa yang kita pahami saat ini dan orang lain malah menyanggah apa yang kita pahami itu, serta merta langsung kita jengkel dan mengatainya bodoh dan sebagainya karena jengkel. Berarti sebenarnya kita bisa jadi belum memahami bahwa setiap orang ada porsinya masing-masing dalam menangkap sebuah ilmu, dan kembali lagi “sampaikanlah walau satu ayat” atau saling mengingatkan lah.
Ayo belajar, dan terus belajar......


#surakarta,5 juni 2013.

Komentar

Tulisan Populer

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.