Langsung ke konten utama

Itu Namanya Jodoh, yaa...

gambar disini

Ketika itu....
“Kok suami ibu itu, kayak begiru ya?”. Tanya seorang teman kepadaku.
Mangnya kenapa? Tanyaku balik.
“diluar ekspektasi, lho. Awalnya saya pikir, suaminya itu ciri-ciri fisiknya tidak seperti itu”
(Teman, mencoba menjelaskan ciri-ciri fisik suami seorang ibu yang kita temuai saat itu. sepertinya keadaan yang sebelumnya terlihat dari keadaan si ibu, dan suaminya. Saat ini sangat jauh berbeda dengan imaji yang terbangun sebelumnya dengan kondisi saat ini yang ditemui.)
Saya cuman jawab, namanya Jodoh kan??
“Tapi, kok begitu ya...”, dia sambil tersenyum masih penasaran.
Itulah keadilan Allah Swt, Jawabku pendek...(tersenyum)
Memang kita cenderung menilai bahwa, yang cantik itu harus bertemu dengan yang cakep kan? sederhananya begitu. Semua berpasangan dengan yang sepantaran atau sepantasnya dengan pasangannya, tapi itu penilain kita manusia. Berdasarkan penilaian manusia atau mata manusia, jelas kondisi tadi akan sedikit membuat bingung.

Nah, banyak kok artis yang kayak begitu. Beberapa pelawak misalnya, kalau dalam lawakan mereka selalu menjadi bahan “ejekan” karena parasnya yang paspas-an. Namun coba lihat realitas kehidupannya, istrinya cantik, lho. Tanya kenapa?

Inilah keadilan Allah Swt, yang sederhanya bisa kita sebut “namanya juga jodoh...”.

Bukankah, kita tahu bahwa setiap manusia itu diciptakan berpasangan. Tentunya itulah yang namanya pasangan baginya, secara kasat mata kita yang berada disekitar mereka akan berpandangan kenapa bisa?. Namun jika dari sisi mereka mungkin saja jawabannya berbeda, ada hal lain yang tidak dia dapatkan dari orang lain, dan dia mendapatkannya dari pasangannya itu. itulah makna pasangan menurut saya. Melengkapi.

Gambar disini
Seperti puzzle, harus berbeda untuk bisa bertemu membentuk suatu bentuk dari puzzle itu. dan seperti hukum magnet, jika kutub yang sama bertemu akan saling tolak menolak namun jika kutub yang berbeda akan saling tarik menarik. Iya kan?

Toh jika kita paham dengan pesan agama kita, Islam. Ada ayat yang mengatakan bahwa manusia itu diciptakan berbeda-beda untuk saling mengenal, bukan menilai. Nah, tafsiran sederhana saya. Ketika berada pada posisi ini, manusia yang berbeda itu secara instingtif akan menangkap kondisi akan “saling mengenal” ini. maka Penilaian disini tidak penting lagi. Manusia tidak ada yang sempurna, kan. maka kekurangan yang dimiliki manusia ini akan dipenuhi oleh pasangannya.

Lalu, sepantasnya kita tidak bertanya kenapa jelek kok ketemunya bagus? Namun bertanyalah apa yang dimiliki pasanganmu yang saat ini kamu tidak memilikinya? Itulah mungkin yang dinamakan saling melengkapi, dalam prosesi saling mengenal.

Mengenal, tentunya berada pada posisi sifat seseorang, tingkah laku yang dilakukan seseorang itu menjadi penting disini, istilahnya baik dan buruk. Sedangkan jika menilai, tentunya berada pada posisi sesuatu yang terlihat mata, istilah disini melahirkan kata jelek dan bagus. Dan kebijaksanaan berada pada bagaimana kita mengenal seseorang, lalu ketika kita mampu  mengenal seseorang dari apa yang dilakukannya dan karakternya, lalu buat apa lagi kita menilai? Karena penilaian itu sudah menjawab dirinya sendiri.

Sejalan dengan kondisi yang tadi, bukankah tidak ada yang sia-sia tercipta di dunia ini. jika menurut penilaian kita itu jelek bertemu bagus, Imposible. Maka Allah Swt. sesungguhnya lebih tahu mana yang lebih baik. Dia lebih tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya. Bisa jadi ada sesutu yang dimiliki satu sama lain yang bisa saling melengkapi kan?. dan saat ini kita tidak bisa melihat kondisi itu, tapi mereka yang menjalankannya merasakan itu.

Sekarang jawablah, namanya juga jodoh..... iya kan?
Itulah potret salah satu keadilan Allah Swt.
Karena keadilan manusia tentu akan sangat berbeda dengan keadilan Allah Swt.

_Sabtu..25 mei 2013_

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...