Langsung ke konten utama

Saling Menuntun : Mereka Melengkapi

Gambar disini
Dibawah rerimbunan pohon sepanjang jalan dalam kampus, terlihat dua orang tua separoh baya duduk disalah sudut jalan. Dengan menenteng jualan mereka, sapu ijuk, keset kaki, kemoceng, dan beberapa lainnya. kelihatannya itu adalah barang buatan mereka sendiri.

Beberapa hari sebelumnya juga begitu, mereka selalu berjalan ke dalam kampus untuk menjual barang dagangannya. Entahlah setiap kali atau bahkan setiap hari jualan yang dibawa mereka itu laku dan terjual berapa banyak. Atau sekedar bertanya apakah jualan mereka mampu memenuhi kebutuhan mereka hari itu.

Namun apa yang berbeda dari kedua orang tua paroh baya ini. menuntun, mereka selalu saling menuntun  menyusuri  jalan setapak sepanjang kampus. Dan biasanya berhenti dan duduk di tempat yang kini saya melihat mereka. Karena tujuan saya hari itu adalah ke kantor pos, maka saya cuman menengok sejenak ke arah mereka.
“Ada seorang ibu yang sedang menawar jualan mereka, Alhamdulillah. Rejeki Allah Swt itu tak berbatas, Dia Maha Kaya”.

Karena penasaran, setelah dari kantor pos saya mendekati dua orang tua paruh baya tersebut. “Ada beberapa ribu kembalian ongkos mengirim tadi di kantor pos”. Kemudian saya mendekat ke arah kedua orang tua ini, lalu “ini harganya berapa bu?”. Sepuluh ribu, sapau ini harganya sepuluh ribu. Jawab si ibu. Bapak masih diam.

Tersenyum, “saya tidak sedang butuh sapu bu, tapi ini buat ibu saja”. Terimakasih, jawab si Ibu. Bapak masih tetap diam disebelahnya. Disini saya baru sadar, kalau tangan si Ibu yang sedang saya jabat ternyata cacat, kelihatannya bawaan lahir. Sebelumnya, pikir saya ketika melihatnya di jalan, hanya si bapak yang cacat, ternyata keduanya.

Menuntun, kembali mereka saling menuntun. Mereka masih tetap ingin berusaha, dengan berjualan tidak dengan meminta-minta. Dalam keterbatasan mereka masih tetap berusaha, berjualan. Mereka saling mengisi satu sama lain. Rejeki  Allah Swt. itu ada dimana-mana, Allah Swt. Maha Kaya, namun Dia tidak menyuruh hambanya meminta-minta, tapi berusaha.

Dalam perjalanan kembali, terpikir bahwa. Apalah keadaan saya sekarang, menggerutu dengan keadaan, mengeluh dengan situasi atau apalah seolah-olah semuanya menjadi masalah. Dibanding dengan keadaan dua orang tua paruh baya tadi, apalah masalah saya? Sangat jauh, bahkan mungkin saya jauh berada dibawah semangat mereka.

Kita tahu Allah Swt. itu Maha Kaya, namun kita selalu luput untuk menyadari atau terus menyadari hal itu. karena memang manusia itu diciptakan penuh keluh kesah, namun tetap diseru untuk mengubah nasib sendiri sebelum nasibnya dirubah oleh-Nya. Belajar dari dua orang tua paruh baya, berusaha tetap berusaha bahkan ditengah-tengah keterbatasan.

Dua orang tua paroh baya, si Ibu yang kedua tangannya cacat, tak bisa menggenggam, dan si Bapak yang buta. Mereka saling melengkapi, yang sati sebagai tangan yang satu sebagai mata yang dipakai untuk mereka berdua. Hari ini kedua hamba Allah ini sedang menjawab apa yang difirmankan oleh Allah Swt.

“summa radadna huasfasafilin (At-Tin:4)”
Dan “layukalifullaha nafsan illa us’aha lahamaktasabat wa alaiha maktasabat (Al-Baqarah: 286).

Lalu, kita yang sempurna dalam hal bentuk dan keadaan fisiknya. Dengan mudah menyerah??
Atau kita punya pandangan lain dengan dua orang paruh baya ini?
Maukah kita menjadi tangan dan mata bagi pasangan kita? Atau untuk orang lain yang membutuhkan.
Ingatlah Allah Swt. Maha Kaya...

_Kampus UNS, Senin_duapuluh_mei_duaributigabelas_

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...