Langsung ke konten utama

Misi Penyelamatan Kilometer 32


 

Jadi pagi tadi, saya melakukan perjalanan ke pasarwajo. Dengan niat mau ketemu mahasiswa yang sudah hampir satu semester hanya ketemu via zoom, buat persiapan ujian akhir semester 2 pekan lagi.
Sembari menempuh perjalanan menggunakan motor (saqinah.red), saya juga mengambil beberapa gambar pake kamera ponsel. Nah, tepat di jalan berkelok-kelok setelah gurun teletabis atau tepatnya pada tugu semen bertuliskan kilometer 32, saya berhenti mau mengambil gambar lembah disisi jalan yang tengah ditanami jagung dan sayur kayaknya.
Saat asyik mengambil posisi parkir motor dan mensejajarkan kamera posel, tetiba ada yang muncul dibawah saya sambil melotot. Antara panik dan heran, ini apa yaa?. Mukanya mirip beruang, kukunya panjang tajam, ekornya juga panjang melingkar, warna hitam bercampur abu dan putih, raut matanya antara kaget, panik dan kelelahan.
Akhirnya saya tanya, eehh...kamu kus-kus ya?, dia hanya diam sambil berdiri tapi matanya mawas ke arah saya. Nampaknya ia mau memperlihatkan bahwa "saya terikat ini, kenapa tanya-tanya?" (Begitu kira-kira dalam pikirannya).
Saya sadar, nampaknya si kus-kus terperangkap tali nilon pembatas pagar kebun. Mau saya bantu?, tanya saya lagi.
Dia diam, saya coba dekati. Nampaknya tali nilon ini terlalu kuat buat dibuka, apatah lagi kalau mau nekat mengambil jarak terdekat dengan si kus-kus, siapapun tak ingin kuku dijemarinya itu mengusap dikulit kita dengan kecepatan tinggi bukan?.
Akhirnya saya foto saja dlu, karena saya nampak aneh pada perutnya. Wahh...ternyata ada kantung disitu, dan ada anak bayik kus-kus juga disitu. Dalam hati saya bergumam, ibuk harus diselamatkan. Tapi pakai apa?
Yaa...saya akhirnya memutuskan melanjutkan perjalanan dulu dan bilang ke si ibuk kus-kusnya. Tunggu yaa, saya balik lagi nanti buat selamatkan ibuk, duduk baik-baik saja dulu disitu.
Teringat saya pada sebungkus kacang cha-cha di saku jaket, mau saya kasih buat si anak bayik kus-kus. Tapi, tidak jadi dia kan masih bayik, nanti sakit perut. Toh dia juga bayik kus-kus, makanya bukan kacang cha-cha..heheh...
Akhirnya saya melanjutkan perjalanan, bergegas sesegera mungkin menyelesaikan urusan dan singgah di toko buat beli pisau cutter. Misi penyelamatan ibuk dan bayik kus-kus dimulai, saya sedikit balap untuk mempersingkat waktu.
Sampai disana, ternyata saya perhatikan sudah tidak ada si ibuk dan bayi kus-kusnya.
Lalu ada bapak-bapak disitu, mungkin yang punya kebun. Pak, tadi disini ada kus-kus, sudah lepas ya?, bapak itu menjawab "iya ada, aku potong tadi talinya, langsung dia lari ke hutan seberang jalan, malah hampir ditabrak sama mobil lewat.
Waahh...nih ibuk kus-kus, nekat juga!!.
Tapi alhamdulillah yaa, akhirnya ia bisa bebas begitu juga dengan anak bayik di kantongnya.
Akhirnya, mereka hidup rukun, damai dan berbahagia.
Ohh iya, ini sedikit info tentang kus-kus tadi yang saya cari lewat Wikipedia.
Kuskus ini disebut Kuskus beruang sulawesi adalah spesies marsupialia dari famili Phalangeridae. Satwa ini hidup di hutan tropis dataran rendah yang lembap, endemik di Pulau Sulawesi dan pulau-pulau disekitarnya, termasuk pulau buton.
Nama ilmiahnya Ailurops ursinus, termasuk dalam status konservasi Rentan (layak dilindungi nih). Berat badannya untuk kuskus dewasa bisa mencapai 7 kg, jenis hewan herbivora atau pemakan tanam-tanaman (jadi jelas yaa, kacang cha-cha tadi bukan makananya apalagi untuk bayiknya).
Bahagia rasanya tahu, kalo si kuskus beruang dan bayiknya tadi akhirnya lepas bebas.
3 Januari 2021
_mas arya_

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...