Langsung ke konten utama

Menemui Bayang Kebersamaan

(sebuah risalah dalam rangka MILAD Rez_Publika 06
“11.11.06 - 11.11.11”)





Salam saudara, sahabat, bagaimana kabarmu hari ini?
Inginku ceritakan sepenggal perjalanan kita dahulu, namun ini bukan untuk mengatakan bahwa kita terpisah saat ini. Jarak mungkin bisa menjadi alasan untuk kita saat ini tapi tidak untuk jiwa kita . Karena ada mitologi jepang yang mengatakan jarak bukanlah pemisah karena purnama yang kita lihat di posisi manapun dimuka bumi ini adalah satu, dan berarti itu kita tetap dekat.


Sahabat, saudara apa yang dilakukanmu kini?
Setelah sekian lama kita bersama untuk memenuhi ruang-ruang kosong dalam pencarian ilmu kita dalam pencarian karakter kita dalam pencarian warna zaman kita. Kini kita punya kesibukan masing-masing hasil dari pergumulan kita dalam indahnya sebuah pencarian dan penjawaban nilai-nilai yang kita ingini nantinya.


Sahabat, saudara masihkah senyum khasmu memberi pada bumi yang menua?
Boleh dibilang mungkin kita memililiki masa sekarang, ketika kita mesti menyelesaikan salah satu pencarian kita dan kembali kedaerah untuk mengaktualkan apa yang telah kita buat sebelumnya. Ketika itu kita mesti memiliki celah untuk barisan yang kokoh yang kita sebut nama Rez_Publika 06 dahulu. Tapi kita semua tahu keterpisahan itu milik raga bukan jiwa kita yang bebas bersama kapanpun itu.


Sahabat, saudara ingatkah kau tentang zaman yang meminta untuk kita warnai?
Ini ceritaku untuk zaman itu, semoga kau tetap mengingatnya dan kita bisa membaginya ke generasi kita nantinya. Karena kita punya waktu dan masa yang bisa kita ceritakan untuk generasi kita yang tentunya punya zaman sendiri. Tapi ingatlah kawan menceritakan zaman kita di depan bukan mengakui zaman kita sebagai sejarah, hanya saja menceritakan ada masa, ada waktu yang membentuk dalam benak yang hingga kini memberi pengaruh dan menyatukan kita dalam bayang kebersamaan.


Sahabat, saudara ini ceritaku untuk kita, seperti yang abadi di dalam kita “tiada aku, tiada kamu yang ada hanya kita”. Cerita ini tidak ku ambil dari peti berdebu di pojok rumahku, tidak dalam catatan usang yang kukumpulkan namun dia tetap berada dalam sangkar indahnya yang kita beri nama “kita” dan setiap saat mengeluarkan kicauan indahnya pada semesta. Seperti ini penggalan itu, ingatkanku jika salah atau ada yang ingin ditambahkan :


Dalam setiap hal mempunyai awal untuk memula, layaknya seorang manusia berawal dari kelahiran, layaknya pohon berawal dari benih dan kita berawal dari kita yang bertemu. Bertemu untuk sesuatu yang mulia kuanggap untuk perjalanan hidup seorang manusia yaitu menuntut ilmu. Dalam agama kita mengajarkan bahwa menuntut ilmu adalah bagian dari jihad dan kita memiliki awalan dan alasan untuk bersama dalam jihad kolektif yang kita lakukan.


Setiap hal memiliki nama sebagai doa untukknya, kita mempunyai nama Rez Publika yang dianggap sebagai niatan awal kita untuk selalu bersama. Memang pertemuan kita tidak dilakukan atas dasar kita memiliki keinginan yang sama, namun ada sebab lain dari kakak yang menyanyangi kita dan kita patut berterimakasih pada mereka. Perjalanan menjadi wujud pertanyaan zaman yang ingin kita jawab bersama. Dalam pelayaran bersama, saling bertumpu pundak dalam kesempitan, saling bertepuk diri saat mulai terlupa.


Sahabat, kawan dan saudara kita saling bersapa, walaupun kita tahu kita tidak berasal dari ruang rahim yang sama pada saat kita lahir kedunia ini. Ada bahasa yang mengatakan serendipity atau kebetulan yang menyenangkan, itulah kita waktu itu. Walaupun akhirnya kita tahu bahwa kebetulan hanya menjadi sarana untuk menjadi alasan kita untuk menjawab bahwa kita satu dan bersama.


Hingga akhirnya kita menjalani perjuangan menjawab pencarian ilmu yang kita lakukan untuk masa depan. Belajar, tugas, diskusi dan rutinitas kampus lainnya hanya menjadi alasan untuk bisa terus memadukan kita dalam kebersamaan yang seiring berjalannya waktu bahwa kita saudara tanpa perantara rahim yang sama, tapi kita memiliki semangat rahim yang sama. Akhirnya kita mulai mencari sesuatu yang lebih, untuk memenuhi semangat pencarian kita terhadap ilmu diluar. Hingga akhirnya kita mempunyai warna organisasi, pilihan pikir dan cara bertindak yang berbeda namun tetap sama untuk kita dan apa yang kita lakukan diawal.


Suka, senyum salam pernah dirangkai dalam perjalanan kita. Permainan-permainan kecil menjadi penyedap rasa dalam tiap-tiap ruang yang kita temui. Saling mengingatkan di kala senang dan saling memberi dikala duka. Membentuk rangkaian cerita kehidupan yang baik untuk diceritakan ketika kita mulai mempunyai generasi untuk mendengar seperti apa kicauan generasi yang kita buat untuk kebersamaan kita.


Pernah kita bersedih untuk suatu perjalanan hidup manusia, karena tidak ada yang abadi untuk manusia. Salah satu dari kita dipanggil sang Khalik karena tugasnya telah usai di dunia dan Tuhan menginginkannya berada di sisiNya saat ini “ semoga beliau dimuliakan disisiNya”. Tapi seyogyanya kita tahu bahwa perpisahan itu milik raga tapi tidak untuk jiwa kita. Sehingga kita menjadi orang-orang yang memiliki jalan hikmah untuk tiap hal, tiap rasa dan tiap kata yang kita lakukan.


Kini kita berjumpa pada titik pencapaian salah satu pencarian masa depan kita dengan adanya sematan sarjana dibelakang nama kita masing-masing menjadikan kita mesti bertanggung jawab dengan itu. Kita kemudian mulai memilki ruang kosong dengan lepasnya beberapa saat untuk bisa menyebut kita tetap bertemu. Kembali kedaerah, menetap disuatu tempat dan beranjak ke daerah lainnya harus kita lakukan. Namun seperti langkah awal kita bahwa jarak tidak pernah bisa memisahkan kita.


Saudara, sahabat inilah ceritaku, tak lengkap memang tapi tidak untuk mengatakan lupa semuanya. Karena kuyakin tiap kita mempunyai cerita masing-masing sehingga ku tak inginkan ceritaku menjadi hanya untuk ceritaku namun untuk membangkitkan nalar cerita kita tentang masa, ruang dan waktu yang kita lakukan untuk membuat zaman kita tetap bergerak kearah kebaikan. Karena tidak ada aku, tidak ada kamu yang ada hanya kita.


Wassalam Saudara sahabat….
Terakhir untukmu sahabat :
” Tuhan berbicara dengan manusia sesuai kemampuan manusia dalam menangkap kata-kata itu, kalau kita tahu bahwa malaikat itu dengan sosok baik hati, suci, bersayap dan berada dilangit, tapi Tuhan punya nama lain untuk malaikat yang sesuai dengan penggambaran manusia yang berada di bumi dan itulah Sahabat”
Selamat dan sukses sahabatku………….!!!
Selamat MILAD Rez_Publika 06



11 nopember 2011





njk!

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...