Langsung ke konten utama

Tentang Mem-"bully" yang Baik

Apa iya ada “bully” yang baik?, kita paham kan, kalau membully itu artinya apa? Orang buton bilang “ganggu-ganggu”, dan rasanya tidak enak memang.

Sujiwo Tedjo atau biasa dipanggil mbah tedjo dalam salah satu bukunya “Republik Jancukers” menulis tentang bully namun dalam pengertian lain. Saya memahami sesuatu dari apa yang dituliskannya tentang bully itu bisa juga berarti mendidik dalam konotasi positif. Seperti yang dicontohkannya, bahwa bully ini semacam penggemblengan secara semi-semi militer untuk mengenali habitat baru.

Nah, bagaimana jika sekiranya bully atau dengan kata lain “mendidik” ini dikaitkan dengan proses mencari mertua atau sebaliknya- seleksi menantu misalnya?. Menurut saya boleh-boleh saja sepanjang masih dalam batas yang adil. Bahwa setiap lelaki yang mendekati anak gadisnya, diperlakukan bully dengan takaran dan nilau yang sama. Saya mengingat sebuah pengalaman teman dan mendengar beberapa cerita orang, bahwa untuk bertemu bapak si gadis pujaannya saja, sudah buat degup jantung tidak simetris, tambah lagi ada prosesi bully seperti yang dibahas tadi, alamaaakk….(jantung saya, berdegup semacam genderang tari mangaru). Bagaimana jadinya saya nanti, ya..? heheh..

Tapi disatu sisi menarik juga, setidaknya ini uji nyali-lah, bagi siapapun (saya juga heheh) dalam proses memperjuangkan cinta halalnya, eciyeeee…… Iya sih, masa demi cinta tidak mau berkorban (tapi dengan catatan sih, berkorbannya seperti apa…heheh). Okelah, jika ini tentang nyali seperti kata mbah tedjo, “kalau memang ingin melamar harus teruji dulu”, dalam pikirku “Cuma jangan galak-galak juga yaa….gimana jomblo yang tengah berjuang menjadi baik itu? Jika harus di bully lagi dalam proses menggapai cinta halalnya?, kan semasa jomblo yang istiqomah itu sudah cukup membentuknya menjadi seseorang yang teguh…ciyeee..hahahah.

Namanya niat baik kan harus disambut baik pula, lelaki yang mau menyerahkan diri jadi menantu itu perlu diapresiasi juga. Ini kan nikah, bukan nikah-nikahan macam main baju-baju semasa kecil dulu. Lembaga pernikahan itu abadi, jadi jika ada lelaki yang berikrar serius jangan dipersulit, kayak macam birokrasi kita aja.

Kami termasuk saya, yang berusaha menjadi jomblo-jombo yang ingin serius mestinya diberdayakan layaknya di bully-dayakan (artinya: dibully untuk menjadi lebih berdaya). Seorang bapak ingin menjaga anak gadisnya wajar sih, kami terima. Tapi jangan susah-susahlah syaratnya yaa…. Ingat lho, kata mbah tedjo “ jangan sampai si anak gadis Cuma bisa bersedih menyonsong usia yang terus beranjak ke arah pewaran tua.
Oke, untuk perspektif baru tentang bully dari mbah tedjo saya sepakat. Itu dilakukan untuk mengetes kekokohan niat tapi, bukannya untuk mempersulit jalannya niat heheh….hidup jomblo pejuang!


#FreeWriting
#MengikatMakna
#RoenaBuriya
#ButonRayaEducare

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...