Langsung ke konten utama

Ramadhan Yang Tak (Pernah) Dirindukan


"ahh...tinggal beberapa hari lagi puasa"
"Sudah bikin kue?"
"THR belum keluar ya?"
"Sudah punya baju baru?"

Maafkan kami ramadhan, sejatinya kami tak (pernah) merindu akan kehadiranmu. Riuh meriah dalam menyambutmu, tulisan dan perkataan "marhaban ya ramadhan" sebenarnya hanya kata pembuka yang senyatanya hanyalah harapan kami ada lebaran di penghujungnya. Puasa bagi kami hanya jalan yang sedikit lagi untuk menyapa lebaran.
Maafkan kami ramadhan, kau tahu kan lebaran bagi kami?. Kemeriahan, banyak kue disana, ada baju baru, jalan-jalan silaturahim sekaligus menampilkan baju baru kami, lalu ada ngumpul-ngumpul disana. Rupamu melalui jejak peribadatan rutin bulan ramadhan tersapu seketika, habis ditengah-tengah sajian lebaran.
Maafkan kami ramadhan, kami berpuasa bisa jadi hanya karena gengsi dibilang tidak berpuasa, khawatir disebut tidak kuat berpuasa. Karena puasa kami hanya untuk menahan lapar dan haus belaka, karena jangan kau tanya apalagi menegur kebiasaan kami merutinkan amalan ghibah, membiasakan syiar kabar tidak baik atau su'udzon dan rutin mensilaturahimkan maksiat kepada Allah, apalagi menjamaahkan celaan terhadap kesalahan saudara sendiri tanpa tahu sebab musababnya.
Maafkan kami ramadhan, dalam sebulan berpuasa yang tinggal beberapa hari ini kami malah semakin sibuk dengan urusan dunia. Yaa...kami akui itu, kami berpuasa hanya karena bisa dapat pahala dan masuk surga, kami bersedekah biar urusan duniawi kita juga dipermudah, kami sholat taraweh berjamaah di masjid agar ceria dan awet muda wajah kita, kami sholat sunnah untuk ditukar dengan rejeki yang melimpah, kami qiyamul lail untuk meminta hajat-hajat dunia kami di penuhi. Tak lebih.
Maafkan kami ramadhan, tidak ada yang lebih kami khawtirkan disaat sahur selain sirine imsak, karena kami tidak bisa memakan lagi saat itu, namun tidak untuk terjaga dari tidur untuk berjamaah subuh. Tidak ada yang lebih kami nantikan selain waktu adzan maghrib, karena kita kembali dapat memakan dengan bebas, untuk amalan ibadah lainnya? Jangan kau tanya ramadhan, adzan di masjid hanya penanda buat kami kalau waktu berbuka kian dekat.
Maafkan kami ramadhan, kamu mungkin memang tak (pernah) kami rindukan. Kamu kalah pamor dengan kebiasaan selfiee kami dengan baju koko dan talkum, yang seolah-olah hidup kami buat seperti sinetron ada edisi-edisinya, ramadhan edisinya yaaa nuasa religius bulan lain tentu lain lagi. Sebatas itu ramadhan.
Maafkan kami ramadhan, diakhir bulanmu apa yang lebih riuh keluar dari mulut kami adalah urusan-urusan kue, baju, sajian lebaran dan lokasi mana yang ingin dikunjungi. Akhir ramadhan bagi kami adalah momen mendekati kemenangan, tentu menang untuk kembali bebas memakan, menuturkan dan apa saja yang dilarang dilakukan saat bulanmu ramadhan, tapi seyognya dalam diam-diam kami masih melakukannya.
Maafkan kami ramadhan, mungkin kami tak (pernah) merindukanmu.
Ohh iya, satu lagi. Selalu akan ada doa harapan kami dipenghujung bulanmu ramadhan. Kami selalu meminta dipertemukan kembali dengan bulanmu di tahun selanjutnya. Cuman itu, karenanya tak perlu ada harapan bahwa nuasa religius dan aktivitas peribadatan dibulanmu membekas di bulan-bulan lainnya setelahmu dalam kehidupan kami.
Maafkan kami, karena kami lebih fasih menuturkan ketimbang berlaku.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...