Langsung ke konten utama

Tiket Menulis

Ada kata bijak yang mengatakan bahwa buku (pengetahuan) adalah tiket untuk berpergian kemana saja dan bertemu siapa saja. Ini barangkali sekedar kiasan, namun mendalami maknanya kita dapat meneguk banyak  hikmah.

Begitu pula dengan tiket, sebuah tiket seringkali digunakan untuk masuk atau mengikuti suatu event. Tiket serupa kunci untuk masuk.

Roena Buriya, salah satu unit belajar menulis yang kami gagas bersama di Buton Raya Educare, juga menerapkan sistem tiket. Tidak perlu dibeli atau dicari kemana, tiketnya adalah menulis. Sama seperti maksud tulisan ini.

Konsep awalnya sederhana, menulis bebas. Kami beranggapan bahwa kemampuan menulis yang baik segaris lurus dengan kebiasaan untuk menulis. Maka, untuk mahir pada bidang ini sudah tentu harus mulai dibiasakan menulis. Tema atau menulis tentang apa, bebas!. Bukankah menulis itu membebaskan, ya membebaskan ide.

Kembali tentang tiket, sebelum mengikuti kelas menulis tiap minggunya kami harus menulis sebagai tiket masuk kelas. Selain itu, diakhir pertemuan akan ditutup pula dengan tulisan. Kami punya jenjang tertentu tentang tulisan, disesuaikan dengan proses yang berlangsung di kelas. Proses tak pernah mengkhianati hasil, bukan?

Nah, tiket ini selain upaya membiasakan menulis juga untuk mendisiplinkan menulis dan menata kosa kata. Karena proses menulis sudah tentu melibatkan proses membaca sebelumnya. Sekarang, saya punya tiket karena telah menuliskan ini. Kejutan apa lagi yang akan dituliskan dan dibagi dalam kelas, saya hanya dapat menunggu. 

Setidaknya saya tahu, setelah kelas minggu ini akan ada tulisan baru lagi. Bukan buat saya saja, namun anak cucu saya mungkin berkesempatan untuk membacanya kelak. Saya teringat sebuah petuah, bahwa menulis itu meninggalkan jejak abadi.

Mau jadi abadi? Tak perlu jadi mutan, tapi menulislah.
Ini tiketku, kamu?

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

Joint International Community and Cultural Program

Selama seminggu yang lalu, 4 sampai 11 Februari 2018 Universitas Muhammadiyah Buton menjejak langkah Internasional. Dengan menyelenggarakan program yang diikui oleh mahasiswa asal tiongkok. Tepatnya Guangxi University For Nationalities yang kini juga tengah menjalani program bahasa indonesia di Universitas Ahmad Dahlan. Sebagai kelas internasional pertama kalinya, ini tantangan bagi Kantor Urusan Internasional UM. Buton dalam melaksanakan program ini. Mulai dari mengenal kampus, belajar bahasa wolio, menyaksikan aktivitas petani rumput laut sampai bagang kerang mutiara, belajar menenun, mengikuti prosesi posuo, mengikuti gelaran kande-kandea sampai mengenal budaya buton serta pariwisatanya. Harapan besar tersemat dalam program ini, menjadi kunci pintu bagi upaya internasionalisasi Universitas Muhammadiyah Buton. Jika hari ini visi UM. Buton adalah Unggul Membangun Prestasi, tentu bukan capaian apa yang sudah diraih, namun bagaimana proses-proses yang tengah menjalin menuju visi terse...

Heyyy....Mau menuliskan apa?

Setiap penulis mungkin pernah mengalami ini, walaupun saya bukan penulis namun saya suka membaca sebuah tulisan. entah untuk kategori ini akan disebut sebagai apa, hanya saja ketika saya mulai menulis pasti sangat dipengaruhi oleh apa yang baru saja saya baca. block writer istilah mudahnya kemandekan dalam menulis, itulah saya kini. saya bisanya (atau ada perjanjian sama diri sendiri untuk menuliskan apa saja tiap minggu) namun akhir-akhir ini sulit untuk menuliskan sesuatu. heyy..lagi-lagi bingung ingin menuliskan apa. Memang kesibukan bukan alasan untuk tidak menulis kan?, toh ketika di sela-sela tugas saya masih bisa menulis sesuatu (itu beberapa bulan lalu) tapi sekarang, entahlah... Menulis? mau menulis apa lagi?