Langsung ke konten utama

Bertemu Ramadhan 1435 H


Alhamdulillah, akhirnya ini pertemuan kesekian kalinya dengan bulan ramadhan, dan sekaligus pertemuan yang tidak diawali dengan kumpul sahur sama keluarga besar. Sudah beberapa tahun ini, sejak kuliah tepatnya mulai S1 hingga saat ini saat S2 juga demikian. Momen awal ramadhan selalu dijalani dengan kehidupan anak kost, namun kerinduan untuk mengawali ramadhan dengan keluarga itu seringkali menghinggapi.

Saya selalu ingat ketika awal-awal ramadhan seperti ini kalau dirumah, untuk bangun sahur itu sangat susah. apalagi adek saya, dian. itu kalau tidur susah sekali dibangunkan, bahkan almarhum bapak selalu menggendongnya ke meja makan, dan biasanya dia masih juga tetap tidur di meja makan. momen seperti inilah yang selalu teringat jika bangun sahur di kost, lalu bersama teman-teman keluar mencari makan sahur yang perlu mengantri juga.

Apapun itu, kenangan itu akan tetap terekam indah kok. hanya saja, pilihan-pilihan atas perjalanan hidup harus senantiasa dipilih. cari yang maslahatnya banyak, pilihlah itu. kurang lebih Rasul menasehati seperti itu kepada ummatnya. makanya, apa yang kami lakukan (saya dan dian) hari ini mungkin bentuk pilihan atas kemaslahatannya lebih banyak. mencari ilmu di daerah orang (merantau), mencari pengalaman, belajar dan belajar, In sya Allah akan memberikan dampak yang baik bagi nama keluarga.

Mungkin suatu saat, keluarga ini akan mengawali puasa bersama-sama lagi, sekalipun ada beberapa yang kurang. tapi yang jelas, esensi bahwa waktu-waktu seperti itulah yang akan menjadi momen yang selalu terekam dalam keluarga ini.

Ramadhan itu, momen spesial bagi Ummat Muhammad Saw. sudah selaykanya diisi dengan momen-momen spesial, bisa dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **

Perempuan Yang Menolak Kalah

Lokasi Foto: Pelabuhan Feri Mawasangka, Buton Tengah Seringkali orang-orang hebat itu, bukan berasal dari kilaunya lampu kamera, ramainya kemunculannya pada televisi atau riuhnya sorak sorai orang-orang saat ia muncul. Tapi, kadang kala orang-orang hebat itu berada di tempat yang sunyi, jarang dilewati kebanyakan orang bahkan pada tempat yang seringkali tidak sadari. Mereka terus bergerak, memberi nilai, merubah keadaan dan mencipta keajaiban kecil bagi lingkungannya. Pada beberapa bulan lalu saya berkunjung ke panti asuhan yang sekaligus pesantren Al Ikhlas, Kaisabu. Seperti biasa, turun dari kendaraan saya bertanya pada salah seorang anak disitu. Ustad mana? Ia jawab, di dalam ada ummi. Lalu saya masuk, bertemu ummi. Pertanyaan pertama setelah mengenalkan diri, saya tanya "ummi, ustad mana?". Beliau terpaku sebentar, lalu tersenyum kemudian menjawab "ustad sudah tidak ada". Ada titik bening disudut mata beliau. Saya kembali bertanya,"maksudnya ummi?". ...