Langsung ke konten utama

Selalu ada Kenangan di Jogja



Jalan Malioboro coyy...
Pagi itu sekitar pukul 6.00 saya bergegas untuk mandi, hari ini ada janjian saya bersama beberapa teman untuk maen ke jogja. Kita rencananya akan menumpang kereta pagi jam 7.00, karenanya kita mesti sudah berada di stasiun sebelum waktu keberangkatan kereta. Bagi perjalanan menggunakan kereta api, sangat berbeda dengan apa yang sering saya alami dengan menggunakan kapal laut. Kapal laut bisa sangat fleksibel dalam pola waktunya.

Memang, kami akhirnya tiba tepat waktu sampai ke stasiun namun apa mau dikata ketika mbak yang menjaga loket tiket bilang kalau tiket kereta solo-jogja jam 7 sudah habis. Jadwal selanjutnya yang terdekat adalah jam 8. Apa mau dikata? Ketergesaan tadi tidak menjadikan kita akan mendapatkan jadwal lebih cepat. Tergesa-gesa memang tidak baik.

Kami sampai di jogja sekitar pukul 9.15 menit, awalnya saya hanya mengikuti teman saja yang ingin mengajak adiknya refreshing pasca ujian nasional. Jadi saya pikir akan kemana kita di jogja itu sudah direncanakan oleh teman ini, akan tetapi sampai di stasiun jogja kami saling bertanya mau kemana sekarang? Nah lho.

Belanja Buku, bagian dari kebiasaan kalau ke Jogja
Akhirnya, malioboro sebagai tempat yang paling dekat adalah kesepakatan awal bersama. Tujuan selanjutnya nanti dipikir setelah sampai di malioboro, untuk memperjelas apa yang akan dilakukan saya mengajak saja teman-teman ini untuk berkunjung ke tempat jual buku di jogja. Di tempat ini kita bisa mendapatkan buku dengan harga yang lumayan murah ketimbang yang ada di toko buku sekaliber gramedia, bahkan buku-buku “bajakan” juga dijual disitu.

Setelah berjalan sekitar 15 menit dari stasiun tugu ke tempat jual buku itu, ternyata hanya saya yang tertarik dengan jejeran buku itu. Mereka hanya duduk-duduk menunggui saya memilih dan memilah buku. Awalanya memang saya berniat untuk ketempat ini kalu ke jogja, mau memperbaharui koleksi buku di kamar kost saya. Praktis deh, teman-teman hanya menunggui didepan toko. Dan saya sibuk mencari buku-buku menarik dan baru, terutama yang ada hubungannya dengan tesis saya.

Akhirnya saya memutuskan membeli 5 buah buku sekaligus, dalam waktu tidak kurang dari satu jam saya bisa memutuskan untuk membeli buku apa yang mau dibeli. Biasanya waktu tiga jam sekalipun bisa terlewati begitu saja jika urusannya dengan buku. Mungkin karena saya tidak enak ditunggui sendiri oleh teman-teman di luar. Makanya berpikir cepat dan taktis diperlukan saat itu.

Setelahnya, kami makan dan berjalan-jalan melihat kondisi taman pintar yang letaknya pas dibelakang tempat jual buku murah tersebut. Saya jadi mengingat sesuatu ketika awal datang ke jogja, sekian banyak tempat yang dikunjungi saya lebih tertarik hanya pada beberapa lokasi malioboro, tempat jual buku murah, dan persimpangan bank BNI di dekat malioboro. Entahlah, ada apa disitu saya cuman merasa ada sesuatu yang lain ketika berada disitu. 

Dahulu memang saya punya obsesi untuk bisa ke jogja dan saat ini bisa kesampaian, alhamdulillah. Hanya melihat di tivi bagaimana keadaan disana, menghafalkan tempat-tempat yang ada dijogja bahkan membayangkan berada di lokasi tersebut inilah yang selalu menjadi kenangan, bahwa akhirnya saya juga bisa merasakan atmosfir di tempat yang selama ini saya hanya mengenalnya melalui gambar tiga dimensi di tivi.
Jogja bagi saya memang selalu memiliki kenangan, ketika berada dijogja saya selalu merapalkan beberapa doa. Saya tidak bisa sebutkan disini, namun ada beberapa nama yang saya ingin berada dijogja bersama mereka. entahlah, kenapa saya harus memilih kota ini. Never ending jogja, itu tulisan yang saya lihat dibaju kaos salah seorang disekitar kami saat itu.

Ada satu mungkin bisa disebut ritual yang hingga saat saya percayai, bahwa jika kamu ingin kembali ketempat yang sedang kamu kunjungi saat itu. Jangan habiskan memorimu untuk mengingat tiap detilnya, jangan habiskan memori fotomu untuk merekam setiap sudut dan dirimu yang ada disitu, jangan habiskan uangmu untuk membeli setiap hal yang mencirikan daerah itu, jangan habiskan ceritamu yang akan kamu susun dan bagi untuk orang dirumah. Tapi niatkanlah bahwa, bagian ini, sudut itu, barang yang sana, cerita yang ini akan saya temukan dan kunjungi untuk kedatangan selanjutnya. Percayalah, semesta akan mendukungmu dan menyediakan saat dimana kamu akan datang kembali ke kota itu.

Santai coyy..
Saya sudah mempraktekkan beberapa kali ritual tersebut, kenyataanya memang terjadi. jogja akhirnya bisa saya datangi kapan saja sekarang, cuman sekitar 1 jam perjalanan dengan kereta dari solo. Beberapa kota lain juga begitu, makassar utamanya. Selalu saja ada kebetulan yang bisa mempertemukan saya dengan kota-kota itu, apalagi saya bukan orang yang memiliki banyak materi yang bisa kapan saja berkunjung, namun saya pikir ketika menginginkannya maka katakanlah pada semesta. Maka akan banyak kebetulan-kebetulan yang mempertemukan.

Jogja memang selalu memberikan kenangan itu, karenanya ritual yang pada beberapa hal masih saya simpan sebagai alasan untuk kembali, sebenarnya saya simpan untuk datang bersama nama-nama yang ada dikepala ini. Melukis hari, membuat cerita, menghabiskan waktu bersama dan merajut kenangan di jogja yang selalau memberi kenangan.

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.