Langsung ke konten utama

Surat Buat Ibu Sang Kekasih




Bismillah…..
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Semoga Allah Senantiasa meridhoi setiap langkahmu ibu…
Apa kabarmu hari ini? Wahai orang yang selalu tegar di depan anak-anakmu yang seringkali membuatmu sedikit repot.
Kukira kali ini engkau masih terkonsentrasi dengan pekerjaan-pekerjaanmu yang masih saja kau kerjakan dengan alasan untuk anak-anakmu ini.
Ibu…
Anakmu ini tidak ingat jelas bagaimana waktu engkau melahirkannya, sehingga anakmu terkadang meremehkan perjuanganmu ketika ada hal yang anakmu inginkan darimu namun kau belum bisa menyanggupinya. Terkadang muncul kata-kata yang entah setan darimana mengajarkan anakmu ini, untuk kemudian menujukannya pada dirimu yang suci itu. Tapi aku pernah dengar dari beberapa orang dan guru agama, yang mengatakan bahwa seorang ibu yang akan melahirkan anaknya ibarat kaki kirinya ada di akhirat dan kaki kanannya berada di dunia, dan tentunya bagaimana sakitnya kondisi ketika itu. Tapi engkau tidak pernah mengeluarkan kata-kata “sakit” itu ketika engkau marah kepada kami, paling kau marah untuk beberapa detik dan ketika dengan muka polos kami anakmu mulai mempersenjatai diri dengan beberapa tetes air mata, maka engkau merankul kami dan ikut menitikkan air matamu itu dan berbisik “maafkan ibu,nak!”. Padahal pada posisi itu jelas-jelas anakmu ini telah membuat sebuah kesalahan terhadapmu.
Ibu…
Engkau tidak pernah mengeluh telah melahirkan anakmu ini, ketika menceritakan proses kelahiran anakmu inipun yang diingat ketika itu hanyalah tangisan kami, sarung yang engkau pakaikan kepada kami ketika anakmu ini terlahir, bagaimana ayah melafazkan azan ditelinga anakmu ini, bagaimana kami mulai menyapih didadamu, berapa berat dan panjang anakmu ini ketika lahir dan perasaan selama 9 bulan lebih dan bagaimana proses melahirkan yang sering anakmu dengar bahwa cukup menyakitkan engkau sembunyikan sebagai wujud kasih sayangmu kepada anakmu ini.
Ibu…
Kuingat ketika kau memandang penuh iba, pada anakmu ini yang dengan tangan menengadah meminta lembaran rupiah yang secara tidak sengaja kulihat menyembul dari balik dompetmu sepulang dari pasar untuk membelikan kami bahan-bahan untuk kau masak. Mungkin itu lembaran terakhir yang ada di dalam dompetmu dan untuk beberapa hari kedepan belum jelas apakah ada gantinya atau tidak, namun engkau seringkali terkalahkan dengan rengekan anakmu ini untuk diberikan lembaran itu. Dalam hal ini engkau selalu menjadikan anak-anakmu ini menjadi nomor satu sekalipun nantinya engkau akan berpikir kembali, namun engkau rela untuk terus melihat sesungging senyum yang kami anakmu ini berikan kepadamu ketika mendapatkan apa yang anakmu inginkan dan tangisan sekeras-kerasnya untuk apa yang tidak anakmu ini dapatkan. Tapi engkau selalu saja mencoba menyanggupi untuk memenuhinya demi anak-anakmu ini yang sedikit comel dan ingusan ini.


Ibu……
Ketika anakmu ini mulai engkau sekolahkan, entah bagaimana repotnya engkau ketika awal-awal sekolah anakmu ini tidak ingin ditinggal di sekolah sendirian, yang akhirnya engkau menungguinya hingga sekolah usai dan mungkin saja engkau menganggapnya sebagai awal dari anakmu ini untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Padahal ketika itu masih benyak pekerjaan yang mesti engkau kerjakan untuk dapat memberikan biaya sekolah anakmu ini, hitung-hitung Bantu ayah dalam menafkahi keluarga kita. Tapi itulah kalian orang tua yang sangat ingin sekali anak-anaknya berpendidikan agar masa depannya nanti bisa lebih baik.
Ibu…
Kuingat ketika suatu hari nilai ulanganku jelek, engkau tidak memarahiku sedikitpun. Namun engkau hanya mengatakan “belajar baik-baik untuk nilaimu yang jelek itu karena tidak enakkan dilihat nilaimu yang lain bagus kok, ya nak!”. Namun seringkali anakmu ini menafsirkannya sebagai pujian sehingga terkadang anakmu ini mengabaikannya, maafkan anakmu ini yang sudah mulai membandel di masa-masa usia remaja itu ya bu…
Kalaupun dengan memukulku amarahmu bisa engkau salurkan, maka lakukanlah terhadap anakmu ini. Tapi ketika anakmu ini mengatakan seperti itu di depanmu mungkin jawaban yang akan anakmu ini terima adalah “ibu memukulmu dengan tidak memukulmu!”, itu adalah filosofi ajaran kepada anak yang pernah engkau ajarkan kepada anakmu ini, namun sekali lagi anakmu yang selalu lupa dengan ajaranmu ini meminta maaf untuk itu, ibu…
Ibu…..
Kuingat ketika kita kehilangan imam di keluarga kita, ya pada saat ayah dipanggil Allah SWT . raut-raut pikiran tentang masa depan anak-anakmu yang ketika itu lagi beranjak dewasa dan pendidikannya kedepan yang kalian utamakan ketika masih ada ayah disisimu, tapi kini engkau sendiri akan membiayai kami. anakmu ini pernah berpikir kenapa dunia seakan-akan memojokkan keluarga kita, namun dengan ketegaran dan kerja keras yang engkau sembunyikan dibalik senyum manismu membuat anggapan anakmu ini membuyar begitu saja. Kau mengajarkan anakmu ini sebuah arti hidup tanpa secara langsung kau katakan kepada anakmu ini namun dengan apa yang kau kerjakan untuk kami. mungkin anakmu ini tidak akan bisa menjadi pengganti imam di keluarga kita seperti layaknya yang dilakukan ayah dulu tapi anakmu ini akan berusaha menjadi imam yang baik untukmu dan untuk adik-adik, semoga kau meridhoinya ibu. Karena kuyakin ridhomu adalah ridhoNya pula.
Ibu……
Kini ketika anakmu ini mulai dewasa, hanya bisa terus tergantung pada hasil kerja kerasmu. Ketika anakmu meminta kepadamu pun engkau tidak pernah mengatakan “tidak ada nak!”, Seingatku engkau hanya mengatakan “nanti satu dua hari ibu kirimkan ya!”. Lalu belum ada yang bisa kuberikan kepadamu hari ini selain doa disetiap sujudku dan beberapa keresahan di hatimu tentang anakmu ini yang tentunya dewasa dan menambah porsi kehidupannya pula. Di usiamu yang sudah cukup matang itu masih juga kau memikirkan anakmu ini diantara sakit tulang-tulang sendimu akibat rematikmu yang seringkali kambuh ketika engkau kecapekan.



Ibu…
Kuingin ketika nanti dari hasil usahaku bisa memberikan sumbangsih kepada keluarga kita walaupun itu tidak banyak, anakmu ini akan membawamu menunaikan kewajiban kelima sebagai seorang muslim. Engkau tidak perlu lagi memikirkan pekerjaan mu yang disana dan disini atau dimana saja, biarkan dirimu sejenak merasakan bagaimana hasil kerja kerasmu dan investasi yang engkau tanamkan di anak-anakmu ini. Aku percaya bahwa surga ada ditelapak kaki ibu maka untuk itu kungin dihari-hari nanti biarkan anakmu ini setiap kali bisa dengan ridhomu ingin kubersimpuh dan kuciumi aroma surga dibawah telapak kakimu itu.
Ibu….
Hari ini ketika engkau terbangun di sholat subuhmu dan engkau memulai harimu, ada seraut senyum yang engkau hamparkan kepada alam ini, biarkan pohon-pohon, matahari dan semua mahluk ciptaan tuhan iri kepadamu, Karena hari ini engkau adalah ibu yang sangat luar biasa bagi kami anak-anakmu. Semoga setiap munajat yang engkau sampaikan tersampaikan kepada sang khalik, semoga hari ini kau tetap sehat seperti dahulu ketika kau masih muda, semoga tiap langkahmu dijaga oleh Allah SWT, semoga apa yang kaulakukan kini bukan hanya berguna bagi kami anak-anakmu ini namun bagi semua orang disekitar kita.
Ibu…
Kukira hanya ini untuk sementara yang bisa anakmu berikan kepadamu wahai perempuan-perempuan calon penghuni surga (ibu). Disetiap sujudku dan munajatku kepada sang khalik kutujukan kepadamu atas kesehatan dan panjang umurmu ibu. Sebuah kecupan di dahimu dan lemparan senyum dari anakmu ini yang selalunya membuatmu terpedaya dengan keinginan-keinginannya yang ingin segera dipenuhi.

Ibu……
Maafkanlah anakmu ini, walaupun memang ini bukanlah maaf yang terakhir karena pasti ada saja kesalahan yang dilakukan anakmu ini kepadamu.

Allahumma shalli ala Muhammad wa ali Muhammad
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


(njk!)

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.