Pada hari kamis lalu (11/2) ada beberapa agenda yang cukup menarik, diantaranya adalah seminar nasional menyoal revolusi iran, dialog public menyoal pemerintahan SBY –Budiono dan diskusi jurnalistik yang menghadirkan Tina Talisa, seorang presenter TV-0ne yang manis itu. Dilematis juga sih melihat keadaan seperti ini mana waktunya pun hampir bersamaan semua. Pertimbangan pertaman dengan seminar revolusi Iran adalah karena saya termasuk orang-orang yang kagum dengan Revolusi Islam Iran yang hingga sekarang bertahan 31 tahun kemudian seorang presiden Iran sekarang yang dengan berani menentang dengan kepala tegak kepada para kapitalis dan penjajah barat atas perbuatan mereka, lain misalnya dengan presiden bangsa ini yang lebih banyak menunduk dan terangguk-angguk dengan para kapitalis itu, pertimbangan kedua adalah dialog public yang menyoal pemerintahan SBY-Budiono, yang pastinya ini adalah wilayah kajian keilmuan dimana saya kuliah sekarang, pertimbangan ketiga adalah tidak banyak hanya karena si Tina Talisa sendiri.
Kemudian saya berniat membagi dalam dua waktu saja dari tiga agenda ini, namun akhirnya pun, bisa-bisa saya terjebak pada salah satunya dan lainnya terlewatkan padahal semuanya kan mengangkat tema yang cukup menarik. Lama dalam pertimbangan-pertimbangan akhirnya saya memutuskan untuk mengambil dua acara dan membaginya mana yang duluan dan mana yang menyusul. Dialog publiklah kemudian yang saya lewatkan karena hasilnya pasti bisa ditebak kritikan ataupun pandangan negative dari kinerja pemerintahan sekarang ataupun tidak jauh-jauh dari curhat sang Presiden, century gate, dan pemakzulan yang pastinya hanya berkutat pada pantas dan tidak pantas ataupun percaya ataupun apatis atas semuanya.
Kebetulan perbedaan permulaan dua agenda yang saya pilih ini ada range waktu sekitar 1 jam, seminar dimuai jam 9.00 dan diskusi jurnalistik dimulai jam 10.00. seminarlah yang saya hadiri pertama menarik memang karena pematerinya yang satu dari pengamat hukum internasional unhas, ada dari guru besar universitas Teheran, dan Duta Besar Indonesia untuk Iran Prof. Basri Hasanuddin, mantan rector UNHAS. Awalnya jalannya seminar sih agak monoton karena ada acara pengalihbahasaan dari Indonesia ke bahasa Persia oleh moderatornya apalagi ditambah dengan pada saat itu saya kan datangnya agak terlambat maka saya tidak dapat tempat duduk dan harus berdiri untuk dapat memperhatikannya.
Tapi terus terang saya terkesan dengan pencapaian Iran selama ini yang boleh dibilang inilah negara dengan kekuatan yang lebih dan mampu menantang negara-negara barat dan menjadi sebuah kekuatan militer di timur tengah yang kuat, apalagi ditambah dengan program pengayaan nuklirnya, dan persenjataannya yang kemudian di”iri” oleh negara AS itu. Tapi belum selesai jalannya seminar itu hampir saja saya terlena dengan seminar ini dan tiba-tiba saya diingatkan oleh teman dengan diskusi jurnalistik dan Tina Talisa, wah gawat nih jangan-jangan tidak kesampain melihatnya lebih dekat yang biasanya dilihat di TV gitu. Akhirnya beralihlah raga ini kesana dan setibannnya disana perjalanan diskusi sudah hampir setengah jalan, karena mulai diadakan sesi Tanya jawab.
Mata ini langsung mencari sosok si Tina Talisa ini, wah….sejenak mata ini tak ingin berkedip dibuatnya ternyata si Tina itu lebih manis ketimbang yang di televisi, namun hati ini bergumam apalah arti sosok fisik karena dia kan rapuh dimakan oleh waktu. Pada saat itu memang Tina Talisa belum berbicara karena masih sesi bertanya dari audiens, dan dia hanya menyebarkan kemanisannya dengan senyum-senyum aja. Tapi dasar memang mata lelaki normal tidak bisa dilepaskan dari sebuah sosok keindahan di depannya, wah gawat juga nih lama-lama kan juga jadi dosa apalagi mikirnya yang lain lain, akhirnya saya mengalihkan pandangan dengan mencoba menyimak pertanyaan dari audiens yang pada saat itu ada sekitar empat penanya yang bertanya untuk sesi pertama.
Kekaguman terhadap Tina Talisa pun menyeruak kembali ketika ternyata dia adalah lulusan sarjana kedokteran gigi dan beberapa penghargaan dari event yang diikutinya mulai dari kontes putri Indonesia hingga lomba-lomba lainnya. Kok dia berani ya…? Meninggalkan profesinya sebagai sarjana kedokteran gigi yang kemudian lebih memilih manjadi presenter TV, tanggapannya kemudian ketika dia ditanyakan seperti itu, saya kemudian mengambil sebuah hikmah tersirat yang memang tidak pernah saya pikirkan dari seorang Tina Talisa yang seorang presenter berwajah manis itu. Katanya ini adalah panggilan jiwa dan profesinya sekarang dia jalankan seperti sebuah hobi dan dia menjalani dengan senang hati, dan ketika berhadapan orang tuanya pun ternyata orang tuanya tidak mengekanngnya dengan apa yang dipilihnya asalkan dia mampu memberikan alasan dan bukti bahwa memang dia manjalani pilihannya itu denga sungguh-sungguh dan akhirnya dia bisa membuktikannya kepada orang tuanya, wah seandainya saya bisa membahagiakan orang tua saya dengan pilihan atas kemandirian saya, semoga ya...amin. Disamping itu ketika dia mengemukakan hikmah menjadi presenter TV yang bisa yakni dia bisa menyampaikan informasi kepada banyak orang dalam sehari ketimbang dengan profesi dokter gigi yang mungkin saja terbatas melayani orang-orang dalam sehari, tapi inikan jangan kita jadikan patokan dasar dari itu semua setiap orang punya kelebihan masing-masing dalam berbakti kepada lingkungan sosialnya tergantung bagaimana kita menjalannkanya, asal Ikhlas dan ridho aja saya pikir cukup. Jadi itu tergantung persepsi orang orang bagaimana menanggapinya.
Secara fisik memang Tina Talisa boleh dibilang nyaris semurnalah namun penilaian saya mengatakan seperti itu bukan itu saja, tapi kecerdasannya dalam menjawab pertanyaan dan cara berbicara dia mencerminkan seorang yang memiliki wawasan yang cukup luas lah. Dan itu menjadikan saya kagum denga cewek yang satu ini sudah cerdas kemudian manis lagi siapa sih lelaki yang tidak menyukai kombinasi cewek seperti ini, apalagi jika nanti kita ketahui kemudian padahal dia ini ternyata orang yang cukup taat agamanya, wahh....pasti luar biasa sekali dan kekaguman ini makin menjadi jadi. Akhirnya saya putuskan untuk bagaimana nantinya bisa berjabat tangan langsung dengan dia apalagi berfoto, pasti senang sekali ya....? tapi apa mau dikata selesai acara diskusi si Tina-nya langsung beranjak lewat pintu belakang gedung, walaupun ada banyak orang yang minta wawancara dan berfoto bersamanya, dan saya agak malu-malu juga ikut bergabung disana, mana HP saya juga tidak punya kamera bagaimana mau berfoto? akhirnya batal deh, tapi biarlah bila nanti ditakdirkan ketemu juga pasti ketemu kok dan saya ingin berdiskusi banyak dengannya. Cukuplah kirannya melihatnya dengan mata kepala sendiri sudah cukup.
(Makassar,13/02/10)
Komentar