Langsung ke konten utama

POLITIK ITU IBARAT ANGKA NOL


Barangkali banyak orang yang menganggap kalau politik itu kotor, namun tidak sedikit pula yang beranggapan sebaliknya. Tidak salah memang orang-orang beranggapan seperti itu, tergantung dari preferensi dan pengetahuan masing-masing. Termasuk disini, saya menganggap politik itu sebagai angka nol.

Untuk tidak melakukan penafsiran sendiri atas konstruksi ilmu politik yang ada hingga saat ini, bagi saya politik juga mesti dilihat sebagai bagian dalam membangun etika dan moralitas manusia (dalam hal ini masyarakat). Karena itu juga, politik kemudian mestinya dibangun atas preferensi atau nilai yang dianut maupun di ketahui oleh masyarakat. Bahasa sederhananya lokalitas nilai masyarakat akan menentukan bagaimana mereka memandang dan menafsirkan politik, apakah itu sebagai ilmu maupun prakteknya.

Kembali pada apa yang dituliskan pada judul bahwa politik itu ibarat angka nol, adalah sebuah persepsi pribadi saya. Dimana bukan maksud meletakkan politik sebagai “ketiadaan, kosong” karena dilekatkan pada angka nol (0). Sebenarnya, angka nol memiliki nilai yang cukup penting, dimana angka nol bisa memiliki nilai yang mampu menambah nominal angka lainnya jika ia ditambahkan padanya. Semisal angka 1 kemudian ditambah angka 0 akan menjadi 10, begitu juga seterusnya.

Nah, beranjak dari pengertian itu saya beranggapan bahwa politik serupa dengan angka nol tersebut. Kenapa bisa? Kita akan menggali hal ini melalui hitungan matematis yakni PENAMBAHAN, PENGURANGAN, PERKALIAN dan PEMBAGIAN. Sekarang, lihat bagaimana kemudian angka nol ini memiliki nilai dalam proses matematis tersebut.

Bagaimana kemudian angka nol ini bekerja dalam proses matematis tersebut?. Pada proses TAMBAH-KURANG dan BAGI, angka yang disandingkan dengan angka nol (0) akan memiliki nilai yang tetap seperti jumlah angka semula. Sedangkan jika di KALI, maka angka yang disandingkan dengan angka nol tersebut akan bernilai nol pula.

Maka itu, kesimpulan saya dengan pendapat diatas bahwa angka nol seberapa besarpun dilakukan proses TAMBAH, KURANG dan BAGI dengan angka lainnya nilai yang didapatkan hanya akan kembali ke nominal angka semula. Jikapun di KALI, maka akan bernilai nol pula alias kosong.

Politik dan Angka Nol

Realitas politik selalu berbicara tentang kepentingan. Karenanya dalam politik selalu disebutkan bahwa tidak ada yang abadi dalam politik selain kepentingan, tidak ada kawan maupun lawan dalam politik selain kepentingan.

Berkaca pada proses itu, politik seringkali tidak dapat ditebak walaupun para analis politik selalu memberikan ramalan-ramalan dengan berbagai tinjauan. Sekalipun demikian, hasil akhir dalam proses politik nantinya seperti apa tidak bisa menjadi justifikasi salah satu analisis politik. Disinilah barangkali enaknya menjadi analisi politik, yakni tinggal mencoba menebak, mendekati dan meramalkan dengan berbagai indikator sehingga menjadi lebih rasional itu sudah cukup, sekalipun hasilnya tidak seperti demikian.

Kembali lagi pada politik dan angka nol tadi, memberikan gambaran pada kita bahwa realitas politik selalu berada dalam kondisi kosong atau ketidakpastian. Sehingga hitung-hitungan matematis seperti apapun yang disandingkan dengan proses politik yang terjadi, maka tidak akan memberikan nilai apapun kalau tidak hanya kembali lagi pada siapa yang memiliki kepentingan di dalam proses tersebut.

Ada kondisi yang berbeda dari hitung-hitungan tersebut, yakni jika angka nol hanya disisipkan pada angka lainnya, atau bisa diletakkan dibelakang angka lainnya. Misalnya, 11 kemudian disisipkan angka nol maka menjadi 101, disini terjadi penambahan nilai dari angka bukan?, misalnya lagi angka 1 disisipkan pada akhirnya dengan angka 0, maka menjadi angka 10.


Karenanya, menurut saya keterkaitan angka nol dan politik seperti diatas adalah bahwa politik mestinya dilihat sebagai alat (tools) bukan menjadi tujuan, sehingga kemudian politik bukan saja berbicara tentang bagaimana mendapatkan kekuasaan namun juga mampu mengajarkan nilai etika sosial yang dapat menambah nilai-nilai sosial lainnya.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

TANGKANAPO’: MENJADI GENERASI MILENIAL KOTA BAUBAU

Jika Dilan bilang rindu itu berat, justru menentukan pilihan politiklah yang berat. Gejala ini terdapat pada mereka generasi milenial, informasi begitu deras diperoleh namun tak begitu cukup memberi kesimpulan bagi generasi ini untuk menentukan pilihan politiknya kelak. Partisipasi dan rasionalitas terhadap lingkungan mereka cukup besar, akan tetapi menjadi apatis terhadap struktur bernegara juga begitu menghantui. **