Langsung ke konten utama

Ketika Sebuah Kembalian Kebaikan Berlaku


“ingatlah nak, hukum energi itu berlaku. Dimana energi tidak dapat dihancurkan namun hanya mampu berubah bentuk. Jika hari ini kamu berlelah-lelah mengeluarkan energi buat membantu orang lain, jangan kecewa jika hal itu belum membuahkan hasil secara langsung. Karena energi yang kamu keluarkan hari ini, akan dengan sendirinya bekerja untukmu di lain waktu dengan besaran yang sama atau bahkan bisa lebih besar dari itu, Tuhan tidak tidur, nak!.”

Begitu, penggalan pesan dari seorang dosen saya tepatnya guru, namanya Bapak Sutanto. Beliau seorang yang menurut saya penuh dedikasi bagi sebuah inovasi dan perubahan. Sekalipun beliau tidak secara langsung mengajari saya dalam ruang kelas kuliah selama kuliah di Universitas Sebelas Maret, setidaknya beberapa kegiatan yang selalu saya ikuti bersama beliau memberikan ajaran yang cukup berarti bagi saya. Seseorang yang dahulu hanya melihat lingkungan itu sebatas daerah saya saja.

Sedikit merefresh ingatan saya, bahwa pertemuan dan perkenalan dengan pak tanto (panggilan akrab) adalah dalam sebuah kegiatan yang diidekan beliau di kampus. Kegiatan ini sebagai wujud pemberdayaan masyarakat di sekitar kampus khususnya pedagang kaki lima. Kegiatan ini dinamakan UNS Sunday Market atau seringkali kami sebut sebagai SunMor. Melalui inilah saya banyak bercengkrama, berdiskusi dan mendapat pencerahan-pencerahan dari beliau.

Namun topik tulisan ini bukan itu saja, namun nilai yang kemudian berlaku dari ajaran yang disampaikan beliau tadi. Apa yang ingin saya ceritakan dalam topik ini adalah mengenai energi tadi. Bahwa sebuah energi yang kita keluarkan akan memberi efek yang sama besar dengan energi yang akan berlaku untuk kita.

Beberapa waktu lalu, mama dan adik saya datang ke solo dalam rangka menghadiri wisuda pascasarjana saya. Memang sebelumnya saya sudah niatkan untuk membawa beliau berjalan-jalan di jogjakarta. Memberinya perkenalan dengan kereta api yang didaerah saya Baubau Sulawesi Tenggara tidak ada, nanti beberapa waktu lalu jalur kereta api ini mulai dibangun di Sulawesi Selatan.

Namanya juga naik kereta ekonomi, Prambanan Ekspress (Prameks) tentu mendapatkan tempat duduk itu adalah siapa cepat dia dapat, terlambat berarti akan berdiri dari solo ke jogja. Menaiki kereta di stasiun solo balapan tentu memberikan keuntungan untuk bisa mendapatkan tempat duduk karena stasiun ini adalah stasiun awal dan akhir dari perjalanan kereta api Solo-Jogja ini.

Karena kami datangnya bisa dibilang tepat waktu, makanya kami dapati tempat duduk walaupun tidak berada pada satu tempat yang sama namun masih dalam gerbong yang sama. Saya juga mendapatkan tempat duduk, namun dalam perjalanan setelah berhenti di beberapa stasiun, penumpang semakin ramai dan tentu mulai kelihatan yang berdiri. Ada seorang ibu paruh baya, mungkin umurnya lebih kakak sedikit dari mama. Karena itu saya menawarkan tempat duduk saya kepada ibu tersebut, toh anak muda berdiri solo-jogja selama satu jam tidak masalah kok.

Sudahlah, sampai disitu saja. Saya cuman beranggapan membantu orang lain, memudahkan urusan orang lain, Inshaa Allah setiap urusan kita akan dipermudah oleh Allah saat itu juga atau dikemudian hari. Singkat cerita, sorenya pada saat pulang kami tetap menggunakan kereta api untuk pulang ke solo dan kereta yang sama pula, Prameks.

Karena jam-jam pulang kita itu adalah waktu padatnya penumpang 18.30, dimana waktu ini adalah jam pulang kerja orang-orang. Sehingga dalam kereta dari stasiun Tugu Jogjakarta saja sudah cukup padat. Nah, secara kebetulan juga kami tidak dapat tempat duduk. Saya cukup was-was juga, kalau hanya saya yang berdiri dari jogja-solo tidak masalah, tapi ini ada mama dan adik saya. Saya cuman bilang bisa kok lesehan, tidak apa-apa. Tapi mama tetap mau berdiri saja katanya tidak apa-apa.

Namun disinilah yang saya bilang energi atau sebuah kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain akan kembali bekerja untuk kita. Seorang pemuda di depan mama saya menawarkan tempat duduknya kepada mama, saya tersenyum dan terimakasih kepada si pemuda. Saat itu, ingatan saya kembali ke kejadian pagi tadi saat berangkat dari solo. Inilah kemudian yang Allah Swt janjikan bahwa kebaikan yang manusia kepada manusia lainnya lakukan sesungguhnya untuk dirinya sendiri.

Saya tidak mau sombong dengan mengatakan yang saya lakukan adalah kebaikan, toh itu bagian dari yang perlu dilakukan. Namun, ketika itu bekerja kembali buat kita atau keluarga kita saya harus mengatakan itu kebaikan. Agar besok lusa atau kapanpun itu dapat menjadi pembelajaran berharga buat saya.

Nah tidak sampai disitu saja, beberapa hari yang lalu mama dan adik akhirnya pulang kembali ke Baubau melalui kapal laut via tanjung perak Surabaya. Saya cukup khawatir karena barang yang dibawa mereka cukup banyak, maklum jalan-jalan selalu identik dengan oleh-oleh bukan?. Apalagi saya belum bisa sama-sama pulang saat itu, karena masih ada beberapa urusan yang belum diselesaikan di Solo.

Karena itu, saya cuman berpesan kalau nanti di Surabaya dan saat mau naik ke kapal sewa buruh saja untuk membantu mengangkat barang-barang itu. Singkat cerita lagi, saat mereka tiba di Baubau mereka menelepon saya dan menceritakan perjalanan mereka mulai dari naek travel dari solo-surabaya hingga naek kapan surabaya-baubau. Saat itu saya ingat barang-barang mereka, disinilai jawabannya membuat saya sangat sangat bersyukur.

Mama bilang “barang-barang ta di bantu angkat sama orang jawa yang mau ke manokwari, jadi tidak susah”. Saya mengucap Alhamdulillah dan langsung teringat dengan SunMor, kenapa? Pernah seorang teman bertanya kenapa saya mau membantu pedagang-pedagang disana?. Padahal mereka orang yang tidak saya kenal, mereka seratus persen adalah orang jawa dan saya orang sulawesi. Jadi kenal atau pernah ketemu dimana itu tidak ada sedikitpun

Tapi itulah, membantu atau berbuat baik kepada orang lain tidak ada salahnya bukan?. Memang saya tidak akan merasakan balasannya secara langsung saat itu, tapi hari ini itu dibuktikan bukan. Apa yang saya lakukan jauh di Solo akhirnya berlaku bagi keluarga saya yang akan melakukan perjalanan dari Surabaya-Baubau. Orang-orang jawa yang tidak dikenali mereka, bahkan baru dikenal di pelabuhan tanjung perak itu, mau membantu mengangkatkan barang-barang mereka yang lumayan banyak itu.

Inilah yang Allah Swt firmankan kepada Hamba-Nya, bahwa sebuah kebaikan bahkan jika itu hanya dalam bentuk informasi maka nilai pahalanya sama besarnya akan juga berlaku dengan kita. Sekaligus kembali menegaskan bahwa kebaikan dalam bentuk energi yang kita keluarkan, akan berlaku buat kita atau keluarga kita saat itu, besok atau nanti dan itu pasti.

Maka itu, tetaplah berprasangka baik kepada Allah Swt. Apa yang kila lakukan atau kita berlelah-lelah lakukan saat ini untuk kebaikan kita dan orang lain, janganlah pernah berputusa asa atau berprasangka buruk bahwa itu hanya akan sia-sia. Karena Allah Swt tidak akan menyia-nyiakan apa yang dilakukan oleh Hamba-Nya yang tetap bertwakkal padaNya. Allah Swt juga berfirman, Aku seperti sangkaan Hamba-Ku.

Allah itu maha pemalu sekaligus Pemurah, Rasulullah Saw pernah berpesan Allah Swt tidak akan membiarkan tangan hamba-Nya yang berdoa dan datang pada-Nya untuk meminta dalam keadaan kosong tidak diberikan apa-apa. Semoga kita bisa mengambil pelajaran.


Wallahualam

Komentar

Tulisan Populer

Katange dan Ekspresi Cinta Ala Orang Buton

Jika anda orang buton, tentu tak asing dengan istilah katange. Sedikit memberi penjelasan, bahwa katange itu sebutan untuk bingkisan makanan yang dibawa pulang oleh tamu setelah menghadiri hajatan. Nah, dalam beberapa hajatan masyarakat buton, biasanya katange ini menjadi aturan wajib bagi tamu untuk dibawa pulang. Pernah tinggal dan berinteraksi dengan orang jawa, selama beberapa tahun di solo untuk berkuliah. Saya pun mendapati hal seperti ini, hadiri tahlilan pulang-pulang di beri sekantong roti. Ini berkah bagi anak kost. Setidaknya kopi manis jomblo dipagi hari kita, kini gak jomblo lagi dengan kehadiran roti dari tahlilan. Entah namanya apa?, tapi di buton itu disebut katange. Saya paling suka bagian ini. Dahulu, ketika bapak atau kakek atau siapapun itu, selepas pulang dari hajatan (orang buton menyebutnya haroa) pasti menentenga tas plastik berisi macam-macam penganan khas orang buton. Sasaran incar saya, kalau bukan onde-onde yaaa....pisang goreng tanpa tepung, atau disebut

JANGAN MENGUTUK SEPI DI TENGAH KERAMAIAN

Merasa sepi adalah bagian dari esensi kepemilikan rasa oleh manusia, namun terkadang perasaan sepi menjadi bagian penghalang terhadap sesuatu yang lebih produktif. Perasaan sepi setidaknya pernah dirasa oleh setiap manusia. Berbagai macam alasan bisa muncul dari adanya perasaan sepi ini, mulai dari sesuatu yang termiliki hingga sesuatu yang menyangkut posisi keberadaan makhluk. Namun perasaan sepi dimaksud disini adalah perasaan sepi yang lain, bukan karena kesendirian disuatu tempat, tapi lebih menyangkut sesuatu yang termiliki dalam rasa (baca: hati).

Nyanyian Bocah Tepi Pantai

Gambar disini Diantara bagian pulau yang menjorok kelaut, terselip sebuah kehidupan manusia sederhana. Bocah-bocah manusia yang menggambar masa depannya melalui langkah-langkah diatas pasir, mempelajari kehidupan dari nyanyian angin laut, dan menulisakan kisah melalui deburan ombak yang mengajari menggaris tepi daratan dengan buihnya. Hari-harinya dilakukan dilaut, berkomunikasi dengan laut sekitar. Setiap hal diberikan oleh laut, kecuali sesuatu yang selalu dinantikan mereka, sesuatu yang selalu dinanti anak manusia dalam hidup, dan menjadi kehidupan bagi generasinya mendatang, yakni sesuatu yang berwujud kesempatan. Kesempatan yang disebut kasih sayang Ina’ [1] mereka.