Langsung ke konten utama

Berkompetisi Sulit?, Berkolaborasilah!

Dalam lingkungan yang terus berubah, rasa-rasanya kompetisi begitu deras menuntut kesiapan kita. Rhenald Kasali (2017) menulis, tanpa perubahan tak ada pembaharuan dan tentu tidak ada kemajuan. Jelas saja, untuk memahami posisi dalam perubahan kita mesti tahu komposisi kemampuan diri.

Sehari penuh, tanggal 11 oktober 2017 bertempat di hotel eastparc yogyakarya saya mengikut leadership training for office of international affairs, kegiatan ini di inisiasi oleh Universitas Islam Indonesia. Tujuannya adalah memberikan pembinaan bagi perguruan tinggi dalam pengelolaan kerjasama internasional, termasuk wacana bagaimana mendapatkan kerjasama internasional.

Tentunya, sebagai institusi pendidikan sudah sepatutnya perguruan tinggi juga mengambil posisi dalam pergaulan internasional. Ini mulai dilakukan oleh UM. Buton, tak begitu gempita memang karena masih mengawali, pasti tertatih, jatuh, luka, namun itu tak menjadi alasan untuk menyerah bukan?.

Dalam forum itu, banyak hal mengenai internasionalisasi yang menjadi bahan pembelajaran saya. Bahwa, ialah perguruan tinggi disebut sebagai industri pendidikan, hanya saja orientasinya perlu diubah, dari industri penghasil sarjana menjadi industri penghasil pengetahuan. Jika kita ingin ada perubahan, tentu kita harus mempersiapkan diri untuk berubah.

Catatan lainnya ialah, bahwa kita menyadari adanya komponen kemampuan diri. Dalam melakukan pergaulan global yang setara, kompetensi kita juga perlu dipersiapkan. Apakah UM. Buton memiliki ini?. Saya belum bisa menganalisa ini, hanya saja ikhtiar tetap terus diupayakan.

Namun, forum ini juga mengajarkan bahwa untuk berkompetisi tentu kita memiliki langkah yang jauh masih dibelakang dengan perguruan tinggi lain, selain itu minimnya trackrecord juga menjadi point lainnya, disisi lain kesiapan sumberdaya sebagai penggerak juga boleh dikatakan masih menyentuh  angka  minim.

Lalu berhentikah kita?, tentu tidak, pesannya kuatkan visi, dukungan semua pihak di perguruan tinggi dan berkorabolasihah. Dengan begitu, dalam kekurangan yang kita miliki bisa tertutupi dengan langkah kolaborasi yang kita lakukan dengan pihak lain.

Saya begitu mengingat, percakapan dengan ketua kantor internasional universitas bengkulu, bahwa kita tak mungkin bisa berkompetisi dengan universitas semacam UGM, UI, UAD bahkan UII, mereka sudah mapan dan punya kepercayaan yang kuat dalam kerjasama, tapi bukan kompetisi yang mesti kita lakukan, namun berkolaborasi. Berkompetisilah dengan perguruan tinggi luar negeri, dan berkolaborasilah dengan Perguruan tinggi dalam negeri.

Saya mengamati soal kata kolaborasi ini, dalam sela-sela waktu menuliskan ini saat menunggu transit penerbangan di bandara juanda surabaya. Saya mengamati, begitu banyak capaian perubahan yang kini tengah berlangsung, tentu mengejar ketertinggalan adalah proses yang tak akan selesai, dunia terus berubah tidak kaku dan stagnan pada satu titik.

Untuk itu, menyamai kemajuan adalah point penting dalam perubahan. Dan, berkolaborasi akan dibutuhkan untuk ini. Tulisan ini dimaksudkan dalam wacana umum, untuk individu juga institusi. Setelah ini, saya sebagai bagian dari UM. Buton memiliki banyak pe-er yang tidak untuk diselesaikan, namun di kolaborasikan.

Jika hari ini, UM. Buton hanya ditemui dalam arsip-arsip daerah, kelak UM. Buton boleh jadi berada pada tumpukan arsip-arsip pergaulan internasional. Karena UM. Buton, tidak unggul dalam jargon namun capaiannya, tidak berprestasi pada konsep namun pada tindakannya, tidak islami dalam tampilannya namun pada karakternya, dan yess...untuk semua sumberdayanya yang tengah tumbuh mempesona.

Komentar

Tulisan Populer

Kenangan Kambing

Entahlah kemarin pada saat selesai membaca sebuah novel berjudul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Krishna Pabichara, saya kemudian terkesan dengan semangat yang dimiliki oleh Dahlan dan Teman-temannya. Ada sebuah mozaik yang tertangkap oleh zaman dan akan terus terkenang oleh masa atas sebuah pencapaian mimpi anak manusia dan disertai dengan kerja keras. Banyak hal, banyak nilai yang dicatut dalam novel tersebut salah satu kata yang paling saya senangi dalam novel ini adalah “orang miskin cukup menjalani hidup dengan apa adanya”. Novel yang diangkat dari biografi hidup Dahlan Iskan (Menteri BUMN saat ini), walaupun begitu tetaplah cerita yang ditulisnya adalah sebuah fiksi yang ditambahkan bumbu tulisan disana-sini agar menarik tapi tetap memiliki keinginan kuat untuk menggambarkan kehidupan Dahlan Iskan, yang saat ini menjadi salah satu tokoh yang banyak menjadi inspirasi. Namun ada satu aktivitas Dahlan dalam cerita ini yang langsung memberi sebuah kenangan flashback bagi saya, ...

Masih mesti belajar banyak

Teman saya pernah bilang ketika dia kemudian terhinggapi semacam sebuah sindrom yang dia namakan sendiri 3 dan 2 yakni 3 hari optimis dan 2 minggu pesimis. Seperti itu juga yang merasuki saya sendiri atau mungkin juga ini dialami oleh beberapa orang di dunia ini. sindrom ini selayaknya sebuah penyakit yang seringkali sayapun juga dibuat bingung sampai titik kritisnya adalah “lupa” sesaat, semacam itulah. Sekalipun secara konteks apa yang saya rasakan berbeda dengan apa yang dirasakan teman saya ini, saya malah lebih kepada semangat yang ada ketika itu terpikirkan apalagi bersama teman-teman lainnya namun ketika sendiri dan ingin memulainya menjadi agak berat, namun selalu ada bayang-bayang yang muncul tentang itu, seperti apa itu bagaimana itu nantinya cuman kurangnya adalah itu masih dalam pikiran. Tapi dari beberapa bacaan tentang psikologi mengatakan bahwa sebuah cerita akan mengonsep sesuatu dan ini akan menjadi sebuah tindakan di dunia nyata, artinya bahwa semuanya berasal dari ce...

DEMOKRATI”SAKIT” DALAM REPUBLIK

Konsepsi kerangka Negara, bangsa Indonesia dalam sidang BPUPKI yang kemudian sangat alot berdebat atas model Monarki atau model Republik oleh soepomo dan Hatta, yang kemudian konsep Hatta sebagai sebuah konstruk Republik dengan asumsi kebudayaan Indonesia yang sering kita sebut sebagai budaya gotong royong dan sosialis, kemudian dijadikan konstruksi Republik Indonesia yang hingga kini kita masih memakai nama itu entah semangat yang melatar belakangi munculnya nama itu masih ada atau tidak? Demokrasi sepeti yang diungkapkan oleh Hatta adalah sebuah tatanan kekuasaan negara yang menempatkan kedaulatan rakyat diatas segalanya, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep yang menyatakan bahwa setiap kekuasaan politik mesti ditempatkan diatas kemauan rakyat (umum). Bukannya sebuah demokrasi yang merupakan demokrasi oleh para elit yang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan kekuasaan dan melegitimasi dirinya dan kelompoknya sebagai kepentingan umum. Republik berarti kebersamaan (res ...